11

1.2K 328 56
                                    

"Papi.. Ngajak pindah ke Kalimantan,"

Gue denger suara grusak grusuk disana, dan gue tau kalau ada yang gak beres disana. Willis kayaknya kepentok meja. Karena gue denger suara ringisan dia, "Hah? Kapan? Kamu ikut juga?"

"Kamu gakpapa?"

"E-Eh? Oh, gakpapa. Cuma tadi kelingking kaki aku kepentok meja,"

"Kok bisa? Gak hati-hati kamu, Wil!" gue khawatir. Gue tau banget kalau kelingking kaki yang ke pentok itu rasanya..kayak di cubit badak. Badak bisa nyubit?

"Aku tadi kaget, Ann. Kamu seriusan pindah?"

"Masih belum tau, sih. Gimana dong? Kita LDR lho,"

Suara kekehan parau terdengar dari Willis, dan hembusan nafas kasar juga di keluarin Willis, "Ya udah, gakpapa. Kamu masih jadi tanggung jawab orang tua kamu. Tapi permintaan aku cuma satu. Jaga hati," gue seneng sih respon dia. Tapi dalam hati juga ngerasa bersalah juga karena bohongin dia, "Maksimal, 5 tahun dari sekarang, aku nyusul ke Kalimantan buat ngelamar kamu,"

Gue reflek nutup mulut. Gue mau teriak sekencang-kencangnya karena bahagia denger kata 'lamar kamu' sampai terngiang kayak lo teriak di goa, pasti nimbulin efek suara berkali-kali. Kayak gitulah gue sekarang. Seneng, rasanya seneng banget. Terharu juga. Berasa kayak dia lagi lamar gue sekarang.

Gue netralin hati gue dengan nepuk dada gue pelan. Bukan maksud makin ngecilin toket gue. Tapi cara ini paling ampuh buat gue tenang, "K-Kamu serius? Mau lamar aku?"

"Iya. Itu kalau kamu sabar 5 tahun kedepan. Dan aku gak bisa janjiin, kita langsung hidup mewah. Kita mulai semua dari nol. Kamu yang jadi istri aku, harus jadi saksi kesuksesan aku nanti,"

Gue pasti sabar! Pasti!

Tapi, gue gak bisa bohong kayak gini terus. Gue gak enak sama Willis, "Yang?"

"Hm?"

"Papi emang mau ke Kalimantan. Tapi cuma sama Mami dan kak Tata. Aku sama Jisoo tetap tinggal di Jogja. Maaf karena bohongin kamu,"

Gue denger hembusan nafas lega dari Willis, "Syukurlah,"

"Kamu gak marah?"

"Gak, kok. Kalau aku jadi ke ITB, kamu harus inget kata-kata aku yang tadi, ya. Aku ngomong itu serius, Ann. Jadi, kalau nanti aku jadi pindah ke Bandung, segala masalah apapun, kamu harus inget kata-kata aku yang tadi. Dan aku juga akan nyoba nabung. Biar tiap liburan semester, aku bisa ngunjungin kamu di Jogja,"

Gue terkekeh, "Sejak kapan kamu cerewet, Wil?"

"Sejak pacaran sama kamu, Ann. Rasanya aku pengen bawelin kamu mulu. Apalagi kalau udah tengkar sama Jasmine. Tapi, ya aku maklumin. Tengkar sama Jasmine itu bukti sayang kamu ke dia," gue mengangguk, walau gue tau, Willis gak akan ngeliat, "Udah jam 10. Kamu tidur, ya,"

"Iya. Makasih udah hubungin aku,"

"Sama-sama. Good night, Ann,"

"Good night, Wil," dan sambungan pun terputus. Gue tiduran dengan posisi menyamping. Mikirin berbagai macam hal. Kayaknya, gue harus belajar masak dari sekarang. Kalau Willis ngajak buat nyari ke suksesan dengan status gue yang jadi istri, kayaknya gak mungkin nyewa asisten rumah tangga. Ya, walau gue tau, Papi pasti bakal dengan senang hari ngelemparin asisten rumah tangga nantinya.

Gue udah mikirin dari sekarang. Gimana nanti gue tinggal serumah sama Willis. Punya baby. Kok gemes sendiri. Malam-malam gini gue senyum senyum sendiri. Sampai gue di sadarin sama ketokan pintu dari luar.

something new ✔Where stories live. Discover now