9. Kunci Dan Bahasa Asing

32 2 6
                                    

This one will take care of it.

Lia mengerjapkan mata demi mendengar pernyataan Alexmaria. Dia ini gila, atau nekat? Seperti kata Nic tadi, orang ini cuma ahli Demonologi. Dia sama sekali nggak menunjukkan dirinya punya bakat khusus seperti Lia dan kawan-kawannya. Tapi, waktu mengontak Mikitaka tadi (Kiri enggan, tapi Lia setengah memohon untuk memastikan mereka tidak akan dapat masalah teknis dari si bule) kakak Kiri itu memujinya, dan terus menekankan 'dia pasti berguna', jadi mungkin saja...

"Kamu bisa pengusiran?" tanya Indra tegang. Besar kemungkinan dia juga sudah merasakan aura mencekam dari dalam UKS.

"Nay, cuma akan bicara, kok. Menyuruhnya jangan kembali."

"Hello? Elo denger nggak sih yang gua bilang tadi? Emangnya yang begituan mau disuruh pulang baik-baik!?" Nic mendesis kesal.

"They shall obey, Nicholas," Alexmaria tersenyum penuh makna. "for they are bound by their own rules by the keys."

Setelah mengatakan itu, sang bule membuka pintu ruang UKS, melambai sekali pada Lia dan teman-teman, lalu masuk sembari menutup kembali ruangan berukuran 4x4 itu.

"Dia masuk... Serius, tuh..." Nic menggumam seolah tak percaya. Di sisinya, Lia terbatuk-batuk kecil. Keheningan masih menyelimuti seluruh lantai ini, dan mereka masih tak merasakan keberadaan makhluk apapun, selain yang ada di balik pintu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Kiri.

"I... Iya..."

Itu bohong, karena Lia tidak baik-baik saja.

Waktu Alexmaria membuka pintu tadi, Lia sempat melihat isi UKS. Di dalam sana gelap, hanya ada cahaya temaram dari lampu di luar. Tapi, bahkan dengan penerangan seadanya itu, Lia sempat melihat sosok gelap, yang bahkan lebih gelap dari kegelapan ruangan, berdiri di ambang jendela. Dan Lia sama sekali tidak merasakan aura apapun darinya.

Aku salah lihat? Tapi masa sih...

Lia menimbang-nimbang sejenak, tapi kemudian memutuskan, memantau bukanlah pilihan buruk. Alexmaria toh tidak melarangnya, jadi, dia segera memejamkan mata.

Bagaikan sebuah kolam yang penuh ikan, Lia segera menangkap puluhan sinyal dari berbagai entitas di seluruh sekolah. Pemandangan biasa, dan Lia sudah belajar untuk tidak memprovokasi mereka. Cukup sadar ada apa di mana. Apalagi kali ini dia hanya ingin memantau satu wilayah kecil saja.

Mempersempit ruang pandangnya, Lia berhasil memfokuskan Terawang di lantai tempat mereka berada. Sekali lagi dia menekan rasa tidak nyaman akibat kekosongan di sini. Selain aura-aura familier dari Bang Indra dan teman-temannya, wilayah ini benar-benar steril. Apapun yang ada di dalam UKS itu tampaknya melakukan sesuatu sehingga semua yang ada di teritorinya tak terdeteksi. Bahkan Terawang Lia pun hanya menangkap UKS di hadapannya sebagai tempat kosong. Hawa keberadaan Alexmaria dan makhluk itu tidak terlihat sama sekali. Kalau diumpamakan, seperti lukisan yang dikotori oleh tinta hitam di satu sisinya.

Waktu masih kecil, nenek Lia pernah bercerita, yang tidak terlihat itu ada dua macam; Yang memang belum tertangkap oleh mata, dan satunya lagi, yang tidak mengizinkan orang lain melihat mereka. Ilmu Tembok Kasat adalah salah satunya. Tapi, yang setelahnya dipelajari Lia, ilmu-ilmu semacam itu masih meninggalkan jejak. Jadi, walau dia tidak bisa melacak, setidaknya masih bisa menemukan tanda-tanda bahwa ada sesuatu di lokasi yang bersangkutan.

"Hena Tora masih gelisah?" samar-samar telinga Lia menangkap percakapan Nic dan Kiri.

"Sepertinya... Terlalu baru, katanya. Nggak ada yang familier..."

"Baru, ya... Memang wajar sih, kita kan belum pernah berurusan sama... itu." Indra menghindari penggunaan kata Iblis.

"Tadi si Alex ngomong apa... Mereka terikat oleh aturan?"

"Bound by their own rules by the keys." Kiri mengangguk membenarkan.

"Kok rasanya dia udah tahu tipe apa yang di dalam sana, yah..." Nic menggaruk-garuk kepalanya.

Kiri mengangkat bahu. "Karena dia memang ahlinya, kan?"

"Maksud gua, kok kayaknya pede banget. Dia bahkan nggak baca dokumentasi kesaksian secara detail, kan? Malah gua yang keasyikan tadi."

"Paling nggak, dia masuk ke sana sendiri..." Indra mendesah. Memang kedengarannya agak jahat, tapi dalam situasi tidak dikenal, menekan jumlah korban sebanyak mungkin adalah tugas pimpinan. Dan Indra benar-benar akan memprotes atas tentang ini. Mengirim tim kecil seperti mereka untuk kasus Peti-es jelas melanggar regulasi Agen.

"Nic, kesaksiannya apaan aja memangnya?" tanya Lia, yang sudah menyerah untuk memantau lebih jauh. Tapi dia tetap memasang telinga.

"Yaa, kurang lebih yang gua bilang tadi, kok. Yang belum gua cerita palingan... Alasan pemanggilan, yang memang kurang jelas. Tapi indikasinya sih, anak-anak dogol itu kepingin jajal yang beda. Unik. Penyakit generasi milenial kali, ya? Semacam itu, deh. Jadi buat mereka, nyolong soal atau nyontek pas ujian itu nggak keren. Mesti coba yang gak mainstream."

"Jadi... Coba-coba manggil Iblis buat minta contekan, gitu?" Lia menyimpulkan.

"Versi kerennya sih, mau minta ramalan soal. Tapi ya, intinya... begitulah."

"Kok bego..." Kiri bergumam setengah putus asa.

"Makanya gua bilang begonya nggak ketolongan!" Nic menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal. "Bisa sekolah bagus, kok ya logikanya jeblok. Mending kalau karakter film horor yang emang masuk list mati, ini mah..."

Lia baru akan menanggapi selera Nic akan film-film horor barat ketika telinganya – yang masih berada di frekuensi Dunia Seberang menangkap percakapan dari dalam UKS.

"אני מכיר אותך?"

Eh?? Lia mengerjapkan mata. Suara itu seperti suara Alexmaria, tapi, dia bicara dalam bahasa yang sangat asing.

"אני אפילו לא מכיר אותך!"

Responnya datang dalam nada marah, masih dalam bahasa yang sama. Suara kedua ini membuat Lia sesaat merasakan mual hebat. Sontak, Terawang-nya berhenti bekerja. Bukan hal asing, sebenarnya. Ini semacam mekanisme pertahanan tubuh, untuk mencegah jiwa terkontaminasi sesuatu yang buruk – dulu, gurunya pernah mengatakan demikian. Tapi, sudah lama sekali Lia tidak mengalami yang seperti ini. Dan ketika kecemasan mulai merayapi, Hena Tora menggeram. Bukan geraman dan rengekan halus seperti tadi, tapi geraman keras, diiringi transformasi ke bentuk aslinya. Sesuatu yang takkan pernah dilakukan Hena Tora, kecuali dalam situasi sangat berbahaya.

"Ada apaan lagi, nih?"

Jawaban pertanyaan Nic adalah sebuah teriakan keras. Sangat keras, seolah bukan berasal dari dunia ini. Mengguncang bangunan sekolah bagaikan gempa kecil.

Dan semua yang mendengarnya mengartikan teriakan itu sebagai satu hal;

Ketakutan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 28, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PREDATORWhere stories live. Discover now