Bagian 6

2.1K 71 0
                                    

Terima kasih ya teman-teman yang sudah membaca, silahkan tinggalkan like, vote dan komennya, agar lebih baik ceritanya.

Hari ini Bu Dian memulai hari mengajarnya dengan salam tanya kabar dan game roda kendaraan.
Anak-anak berkelompok sesuai jumlah roda kendaraan yang disebutkan. Semua bercampur dengan teman tanpa membedakan jenis kelamin tapi tetap menjaga jarak. Anak-anak bergembira dan lumayan mengeluarkan tenaga dan adrenali.

Ruang kelas yang dibuat leter U membuat tengahnya luas dan leluasa untuk belajar.
Setelah diberi waktu untuk minum, Bu Dian kembali membuat kelompok tapi bukan berdasarkan roda kendaraan, kelompuk kali ini dibuat untuk berdiskusi. Masing-masing anak dibebaskan untuk memilih kelompoknya sendiri sebanya 4 orang.

Ketegangan terjadi, karena kelompok Nida dan Faqih jadi rebutan, kelompok mereka libih dari 4 orang sementara Furqan, Dafin, dan Dio masih diam ditempatnya masing-masing. Wajahnya tegang saling pandang, sementara kelompok Nida dan Faqih saling dorong agar keluar satu orang dari mereka.

Bu Dian memperhatikan mereka, membiarkannya terlebih dahulu agar bisa mencari solusi sendiri."Ibu akan mulai jika kalian sudah berkelompok dengan benar ya, ibu mintanya 4 orang perkelompok.Kalian anak pintar dan shaleh pasti ada yang mau mengalah, dan harus bisa berteman dengan siapa saja."

"Tapi Dio susah kalau diduruh kerja sama Bu, Mila males sama dia."

"Bohong Bu, Mila saja yang nggak mau kalau Dio bantu, takut salah katanya."

"Soalnya kamu asal-asalan kalau mengerjakan."

Anak-anak terus ribut, Bu Dian sesekali menimpali mereka memberikan pengertian. Furqan yang biasanya dengan mudah mendapatkan kelompok, sekarang tidak. Dia hanya diam menunggu, tepat ketika dia akan berdiri, Nida berjalan mendekatinya." Aku kelompok Furqan, Dafin, Dio gabung sini?" Semua mata menatap ke arahnya.

Nida memang ibarat magnet di kelas 3 SDIT itu, anaknya kalem, pandai bergaul, cerdas, shaleh, pintar dan cantik. Hampir semua kategori di sandangnya, tapi dalam peringkat dia tetap tidak bisa mengalahkan Furqan. Kecerdasan Furqan memang diatas rata-rata, begitu juga sikap mandiri dan dewasanya.

"Kamu nggak malu satu kelompok sama aku Nid?" Tanya Furqan.

"Nggak, kenapa aku harus malu, Dio angkat kursimu ke sini, Dafin kamu juga ya." Nida memberi perintah, kedua anak itu menurut saja, walaupun wajahnya masih terlihat kaku.

"Maaf Bu, anaknya memang lebih kalau haru 4, kita semua kan 25 orang." Kata Faqih.

"Baik kalau begitu, berarti kelompok Faqih 5 orang ya, terima kasih Nida kamu sudah membantu jadinya kita bisa belajar dengan cepat."

Nida hanya mengangguk, Bu Dian mulai pelajarannya dengan mengajak siswanya mengamati tumbuhan yang ada di kebun sekolah kemudian mereka berdiskusi mengisi lembar kerja.

"Furqan maaf ya." Kata Faqih saat mereka dekat dengan Furqan di tanaman yang sedang diamatinya.

"Iya...Maaf, aku juga salah sama kamu." Kata Dio yang tak jauh dari tempat mereka.

Mereka bersalaman, sepasang mata indah dan lentik memperhatikannya, dia tersenyum melihat temannya saling memaafkan.

"Astaghfirullah....Auw..." Nida berteriak, Furqan, Dafin dan Dio mendekatinya.

"Kenapa Nida?" Tanya Furqan

"Aku pegang ulat Fur...hiii....geli...." Nida jingkrak-jingkrak sambil mengelus tangannya, ekspresinya lucu sekali.

"Mana....?" Tanya Dafin.

Nida menunjuk, ke salah satu daun, Dafin memotek daun yang ada ulatnya dan mengarahkan ke Furqan, diluar dugaan Furqan berteriak dan berlari, Dafin malah mengejarnya dengan membawa daun yang ada ulatnya. Teman-teman yang lain melihat tingkah mereka dan tertawa melihat mereka kejar-kejaran.

Ketika Keikhlasan Cinta DiujiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang