Selaksa Teror

240 14 1
                                    

Misteri Jembatan Suramadu
By: Fuka Hana

"Tolong! Tolong!"

Wanita itu dengan langkah terseret-seret, memaksakan diri untuk berlari. Dia lelah, tapi tak ada yang bisa diperbuat selain melarikan diri dari sosok hitam yang mengikutinya itu.
"Jangan lari, Ratmi! Mau lari ke mana pun, aku akan menemukanmu. Hihihi."

Wanita itu menggigil ketakutan. Suara mengerikan kembali terdengar, seiring sosok hitam yang semakin mendekat.
Perutnya berdenyut sakit. Kandungan yang memasuki usia tua pun memperburuk keadaannya saat ini. Tidak ada jalan lain. Dia berdiri di atas tebing curam. Di hadapannya, terbentang lautan luas. Di malam selarut ini, mustahil ada perahu yang bisa membantunya melarikan diri. Dihelanya napas panjang. Sebelum memutuskan satu-satunya jalan yang terlintas dalam benak.

***

Namanya Ratmi. Cantik, anggun, lemah lembut, pendek kata, tipe idaman semua pria. Ramah dan murah senyum. Siapa pun akan jatuh hati padanya.

Satu-satunya yang menghalanginya mendapat jodoh di usia menginjak kepala tiga adalah kemiskinan.

Desa tempatnya tinggal memang di bawah garis kemiskinan. Pekerjaan sebagian besar penduduknya adalah menangkap ikan lalu menjualnya di kota. Bukan pekerjaan yang menjanjikan masa depan. Para pemuda lebih memilih bekerja di kota. Menetap lalu membangun sebuah keluarga. Hanya sesekali menengok kerabat yang masih tinggal di sana.
Bekerja membantu orang menangkap ikan di laut, tak setiap hari bapak Ratmi mendapatkan pekerjaan. Jikapun ada, itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa hari. Selanjutnya, terpaksa sang istri menambal lubang-lubang yang tersisa dengan meminjam sana sini. Tidak ada perubahan, dari waktu ke waktu. Sementara Ratmi, putri semata wayang, tak kunjung mendapat jodoh. Bumi terasa makin sempit saja.

Suatu hari, Ratmi yang tengah asyik melipat baju di dalam kamar, mendengar pembicaraan bapak dan ibunya. Mereka berbisik-bisik. Dia hanya bisa mendengar sebagian.

"Tapi, Pak ...."

"Sudahlah, Bu. Kamu terima saja apa keputusanku ini. Anak kita, Ratmi, tidak akan jadi perawan tua. Juga, kehidupan kita bakalan berubah."

"Aku tidak yakin Ratmi akan setuju, Pak."

"Dia harus setuju, Bu. Ini sudah keputusan bulat."

Malam itu, Ratmi tidur dengan hati tak tenang. Bertanyatanya, hal apa gerangan yang dimaksud bapaknya? Mungkinkah seseorang datang melamar?

Rasa penasaran gadis itu terjawab keesokan harinya. Benar, seseorang datang bertamu dengan niat mempersunting dirinya. Tapi, jangan ditanya dia bahagia atau tidak. Ratmi justru merasa langit runtuh tepat di atasnya.

Siapa yang tidak kenal Ki Darko? Pria separuh baya yang terkenal sebagai dukun. Iya, dukun. Bahkan kasak-kusuk yang beredar, dia adalah dukun pesugihan! Berkali-kali lipat nasib buruk menimpa Ratmi. Sudah dilamar orang yang seumuran dengan bapaknya, dukun pula!

Namun, bapak Ratmi tak mau mendengar. Tidak acuh anak gadisnya merengek-rengek minta dibatalkan, hingga tangisan pilunya setiap malam. Bahkan sampai ijab kabul selesai dengan linangan air mata Ratmi, dia bergeming. Mungkin satu-satunya yang ada dalam pikirannya, dia jenuh hidup menderita. Usia sudah menjelang senja, tapi nasib tak kunjung berubah.
Benarlah perkiraannya. Semenjak pernikahan itu, kehidupan Ratmi dan keluarganya berubah. Gubuk reyot yang mereka tempati selama ini di salah satu desa nelayan, disulap menjadi bangunan mewah. Untuk menutupi keganjilan, bapak dan ibu Ratmi membuka warung dekat proyek pembangunan salah satu jembatan terpanjang di Asia Tenggara itu. Suramadu. Warung yang menjual makanan dan kerajinan tangan khas daerah.

Hamparan laut nan luas. Pemandangan puncak-puncak gedung pencakar langit dari kejauhan serta pasir pantai yang disapa ombak kecil setiap harinya, adalah saksi Ratmi menangisi nasibnya. Tidak ada yang tahu. Tidak ada yang mau mengerti.
Cap buruk melekat padanya semenjak menikah. Masyarakat menilai jelek dirinya dan keluarga. Menikah karena harta, kata mereka. Sudah risiko. Sudah nasib badan menerima suratan.
Hari berganti. Melipat minggu menjadi bulan. Ratmi hamil. Awal kehamilan, dia rasakan selayaknya wanita pada umumnya.

Mual, sakit kepala hingga muntah-muntah.
Meski tidak pernah ikhlas dengan pernikahannya, Ratmi tetap bahagia dengan kehadiran jabang bayi dalam perutnya. Dalam hati dia terus berdoa, semoga nanti sang janin terus sehat hingga lahir ke dunia.

Waktu demi waktu berlalu. Ratmi yang kini tinggal bersama suaminya, kerap merasakan keanehan. Setiap malam dihantui mimpi buruk. Tidak sekali dua dia melihat sosok tinggi besar, berbulu hitam, mengamatinya dari sudut ruangan. Hatinya berdebar tak nyaman. Tiap dia mengutarakan apa yang dirasa pada bapak dan ibunya, tidak pernah mendapat respon yang layak. Hanya kalimat-kalimat yang mengatakan, dia pasti berhalusinasi. Kelelahan, atau karena kondisi hamil tua.
Sampai suatu ketika, Ratmi terbangun tengah malam karena kehausan. Seperti biasa pula, saat melewati kamar yang terlarang dibuka, tidak ada sorot cahaya sama sekali dari sana. Gelap gulita.

Samar-samar, dia mendengar suara.

"Jangan lupakan perjanjianmu." Lalu helaan napas berat dan kasar terdengar.

"Tidak akan, Kanjeng." Suara suaminya. Ratmi mengerutkan kening, penasaran.

"Ingat sekali lagi! Anak yang dikandung istrimu itu akan menjadi santapanku. Nanti kekayaanmu akan semakin berlipat ganda." Suara kekehan yang mengerikan terdengar.
Tubuh Ratmi bergetar hebat.

Tidak! Bagaimanapun, dia akan mempertahankan bayi ini.
Seketika dia lupa rasa hausnya. Tergopoh-gopoh keluar rumah. Namun suara guci pecah yang tersenggol tanpa sengaja membuat pelariannya diketahui. Meski begitu, dia terus berlari. Tak berani berhenti, walau sekadar menengok ke belakang.
Tanpa terasa, dia berlari jauh dari rumahnya. Terus berlari dengan kepayahan yang luar biasa.

Laut di hadapannya membentang menghadang.
Menghalangi usaha pelariannya. Sementara di belakang, suara mengerikan dan sosok hitam itu semakin mendekat.
Ratmi terisak. Kalut. Tidak ada jalan lain. Batinnya bergejolak hebat. Diusapnya sekali lagi perutnya yang membuncit. "Kita akan pergi bersama-sama, Nak."

Lalu terdengar bunyi seperti benda jatuh ke dalam lautan. Ditelan ombak, hingga habis tak tampak lagi di permukaan.
Keesokan harinya, salah seorang nelayan menemukan mayatnya terapung-apung di lepas pantai. Anehnya, baru semalam dia tenggelam, jasadnya mengeluarkan bau busuk seperti tenggelam berhari-hari.

Segera saja berita itu cepat menyebar. Para warga berkumpul untuk menyaksikan kebenarannya. Mengerikan. Hanya satu kata itu yang tepat untuk menggambarkannya. Jasad Ratmi tak lagi utuh. Perutnya yang besar kini terlihat kempes seolah-olah tak pernah hamil tua. Punggungnya berlubang. Seperti habis dicabik-cabik hewan buas.

Banyak dugaan muncul tiba-tiba. Ratmi dijadikan tumbal pesugihan, hingga dia mati bunuh diri karena tidak tahan. Spekulasi itu terus menguar, sampai jasad wanita malang itu berbaring di bawah tanah.

Tapi rupanya tak berhenti sampai di situ. Kengerian tersebut berlanjut, justru semakin menjadi-jadi. Tidak satu dua, melainkan banyak orang yang menyaksikan sendiri. Sesosok wanita menyerupai Ratmi sering menampakkan diri. Dengan punggung berlubang dipenuhi belatung-belatung, mengeluarkan bau busuk. Biasanya, sosok wanita tadi menampakkan diri di warung milik ibunya pada malam hari.

Tidak ada yang tahu apa sebenarnya sosok itu. Benarkah Ratmi? Atau dendam dan rasa nestapanya yang mengundang setan menyerupainya untuk menakut-nakuti manusia?

Penasaran sama kelanjutannya?

Cerita selengkapnya ada di buku ini, Gaes!
Selain cerita di atas, masih ada cerita-cerita lain yang gak kalah seru. Dijamin, bikin jantung kamu berdegup kencang, ngeri tapi penasaran.

Yuk, ikutan open PO!

Cuma 63 ribu sampai tanggal 19 November nanti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cuma 63 ribu sampai tanggal 19 November nanti. Harga normal 68 ribu. Murah, kan?

Buruan! Bisa hubungi saya atau team marketer Hazerain yaa.

Creepypasta (Mix & Original) Where stories live. Discover now