Real

73 6 2
                                    

Episode yang lalu: Sang narator mengikuti ritual yang pernah diceritakan temannya, Ogawa, dan berujung pada penampakan hantu di apartemennya. Sang narator kembali ke rumah orang tuanya untuk meminta bantuan Miss Akagi, seorang biksuni untuk mengusir hantu itu. Namun dalam perjalanan, sang narator mengalami sesuatu yang aneh terhadap lehernya.

Dengan napas tersengal-sengal, aku segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu di belakang. Aku mendengar ibu menutup telepon dan begitu melihat wajahku, ia langsung berkata,

“Miss Akagi baru saja menelepon! Kau ingat beliau, kan, biksuni yang tinggal di Nagasaki? Beliau sangat mencemaskanmu. Beliau mengatakan bahwa ada hal yang buruk terjadi padamu dan ingin berbicara denganmu secepat mungkin. Apa kau baik-baik saja, Nak?” Mata ibuku langsung membelalak begitu melihat leherku, “Astaga! Apa yang terjadi dengan lehermu?”

Aku segera berlari ke cermin yang berada di lorong. Tadi aku sempat berpikir aman di sini, bahwa makhluk yang sebelumnya kulihat di apartemen takkan mengikutiku di sini. Namun aku segera menyadari bahwa aku salah begitu melihat garis merah yang melingkari leher. Luka itu terlihat seperti seutas tali yang tengah melilit. Aku mendekat ke cermin untuk melihatnya lebih jelas dan terlihat bagiku, luka aneh itu akan sulit hilang.

Aku mulai gemetar. Tak mampu berpikir lagi. Yang dapat kulakukan hanyalah naik ke kamar ibu, di mana ada sebuah patung Buddha kecil di sana. Aku berdoa di depannya terus-menerus.

“Apa yang terjadi?” Ayah yang tampaknya baru saja berbicara dengan ibu, menyerbu masuk ke dalam ruangan. Ibu sangat ketakutan, sehingga beliau memanggil nenek. Aku tak bisa menerka apa yang ibu bicarakan di telepon di tengah doaku, tapi aku bisa mengetahui bahwa beliau tengah menangis. Sesuatu mengenai ibu yang ketakutan membuatku tersadar betapa serius kondisi yang tengah kualami ini. Tak ada tempat yang aman. Makhluk itu akan terus mengikutiku hingga akhir hayat.

Setelah tiga hari, keadaanku hanya terus memburuk. Aku tak tahu apakah ini karena kondisi mental yang turun ataukah karena ulah makhluk yang terus mengikutiku ini, tapi aku menderita demam yang amat parah selama dua hari. Leher terus-menerus berkeringat dan pada hari kedua, darah mulai bercampur. Pendarahan mulai terhenti keesokan harinya setelah demam mulai turun. Aku akhirnya bisa menenangkan diriku sedikit.

Namun, leherku masih terasa gatal, bahkan terasa seperti disengat. Apa pun yang menyentuhnya, apakah itu handuk, kaos, selimut, semuanya memberikan rasa sakit di sekitar luka tersebut. aku berusaha untuk tidak menyentuhnya karena takut darah akan keluar kembali dari luka tersebut. Aku hanya berbaring sepanjang hari, memaksa diri sendiri untuk berhenti memikirkannya. Namun, tiap kali aku masuk ke kamar mandi, aku tak mampu menghindar untuk melihat ke arah cermin.

Apa yang kulihat di cermin benar-benar hampir membuatku jadi gila. Warna merah hampir sepenuhnya menghilang, tapi luka itu ... aku bisa mengatakan bahwa luka itu justru makin melebar. Benda itu benar-benar membuatku jijik. Aku akan mencoba menggambarkan seperti apa luka itu sekarang, maaf jika aku membuat kalian merasa mual.

Ketika pertama muncul, luka itu hanya berbentuk garis merah tipis sekitar 1 cm lebarnya. Garis itu melingkari leherku tanpa terputus. Kulitku cukup putih, sehingga warna merah itu sangat jelas terlihat, kontras dengan warna kulitku. Luka itu benar-benar tampak seperti tali merah yang tengah meliliti leher.

Namun setelah tiga hari, benda itu mulai berubah bentuk. Bentuknya benar-benar menjijikkan saat melihatnya di cermin. Tampak benjolan-benjolan di luka itu, letaknya sangat berdekatan hingga hampir tak ada jarak antara satu tonjolan dengan tonjolan yang lainnya. Ukurannya kecil-kecil, tapi yang membuatnya buruk, terlihat cairan nanah keluar dari benjolan-benjolan itu. Dan luka itu tampak semakin melebar dan melebar. Aku bahkan muntah begitu pertama melihatnya. Aku mencoba mencuci leherku dengan air, tetapi rasa sakit terus saja menyengat. Ibu bahkan mengoleskan obat ke luka tersebut, meski aku tahu itu takkan membantu. Aku kembali berbaring di atas kasur dan menangis sepanjang malam.

Creepypasta (Mix & Original) Where stories live. Discover now