Nikushiba

128 12 2
                                    

~Nikushiba Versi 1-

Source: MandokuSa/Creepypasta Indonesia

( Cerita ini ada 2 versi. Jadi ini adalah versi pertaman, sebenarnya tidak jauh berbeda. Bedanya cuma di ending saja. Nanti saya posting versi lainnya juga)

**

Aku adalah seseorang  yang bekerja sebagai  analis makanan, aku sudah datang ke banyak tempat di negara-negara yang terkenal dengan sajian kulinernya.

Biasanya, aku datang berkunjung ke negara tertentu setelah mendapat rekomendasi dari seseorang.

Suatu hari, saat berada di Eropa, ada seseorang yang merekomendasikan sebuah tempat yang harus dikunjungi. Dia menjelaskan tempat ini sangat jarang terekspose, karena sajian kulinernya yang sudah sangat-sangat terkenal, tapi hanya orang-orang tertentu yang bisa mencicipinya.

Mendengar itu, aku menjadi sangat tertarik untuk mengunjunginya.

Pria itu menjelaskan kepadaku, “Pergilah ke Negara Jepang, kemudian singgahlah di parawisata menuju Gunung Fuji. Turunlah ketika kau sudah sampai di pemberhentian tepat di jalanan sebelum keluar dari area hutan lindung, kau akan menemukan sebuah jalan setapak untuk mendaki.
Masuklah, kemudian telusuri jalan itu. Bila beruntung, kau akan bertemu dengan seseorang. Siapa pun yang kau temui itu, dia tidak akan datang bertanya kepadamu, jadi, kau yang harus datang kepadanya. Katakan kepadanya “Nikushiba”, dan dia akan mengerti. Dia akan membawamu menuju sebuah restoran yang menyajikan sajian kuliner budaya yang sudah dijaga turun temurun oleh mereka yang mengelolanya.”

**

Musim panas, akhirnya memutuskan pergi ke Negara Jepang seperti apa yang dikatakan oleh kenalanku. Aku melakukan semua prosedur yang dia ceritakan.
Tanpa sadar, aku sudah berada di jalan setapak menuju Gunung Fuji, setidaknya aku sudah berjalan lebih dari 40 menit, tapi  belum menemukan tanda apa pun disini. Tempat ini sangat sunyi, tidak ada yang bisa kulihat selain pohon-pohon besar tua dengan sulur di mana-mana.

Aku mulai mempertanyakan apa yang kenalanku katakan. Apakah dia sedang mengerjaiku? Karena bila itu benar, maka ini adalah lelucon terburuk yang pernah dikatakan oleh seseorang.

Aku meneguk air putih, saat suara dari gerobak terdengar. Aku melihat seorang pria tua mendorong gerobak di tengah hutan. Melihat itu, aku menghampirinya.

Aku berusaha menyapa, dan berbicara kepadanya. Namun, pria itu sama sekali tidak mendengarkan. Dia masih sibuk mendorong gerobaknya di tengah-tengah hutan.

Aku teringat dengan pesan temanku, kemudian kuucapkan kepadanya, “Nikushiba."

Pria itu berhenti untuk beberapa saat. Kemudian tersenyum dan membungkuk kepadaku, seperti kebanyakan orang jepang saat menyapa seseorang.

Pria itu kembali mendorong gerobaknya, dan aku mulai mengikutinya.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, aku terkejut melihat sebuah paviliun tua yang masih sangat terawat. Tempatnya besar, dan masih sangat menjaga tradisi. Aku tidak menemukan listrik di mana pun, sepertinya. Kabar tentang orang Jepang yang sangat menghormati tradisi nenek moyang mereka  itu bukanlah isapan jempol. Pria itu merentangkan tangan, memintaku untuk mengikutinya.

Dia meminta untuk duduk di bantal kecil, kemudian meninggalkanku. Aku masih memikirkan apakah ini adalah tempat yang kenalanku maksud sebelumnya.

Tidak beberapa lama kemudian, banyak wanita masuk dan menyajikan berbagai olahan masakan di atas meja. Aku sangat terkejut, mereka melayaniku dengan sangat baik, layaknya aku adalah tamu kehormatan yang penting.

Aku mencoba bertanya beberapa hal, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab atau melihatku. Mungkin mereka tidak bisa menggunakan bahasa Inggris, aku mencoba mengerti. Setelah para wanita itu pergi, pria yang kutemui, berjalan masuk. Dia membungkuk, dan duduk di depanku. Kemudian mengatakan “Nikushiba.”

Mata memandang olahan makanan di depanku, semuanya terlihat menggiurkan, aku bisa melihat sushi berbagai bentuk, kemudian daging dan sake, banyak makanan yang ingin kucicipi. Aku mulai melahap makanan di depan, ketika menggigitnya, rasanya seolah lumer di mulut. Seperti mencelos masuk dengan lembut melewati kerongkongan, setiap gigitannya terasa kenyal, tapi sangat nikmat. Aromanya harum, kemudian rasanya yang sangat tidak masuk akal, membuatku geleng-geleng. Ini adalah makanan terlezat yang pernah kurasakan.

Aku tidak bisa berhenti memuji, setiap makanan itu masuk ke dalam perut.

Setelah jamuan itu selesai, aku bertanya pada pria di depanku, “Apakah anda mengerti dengan ucapanku?”

Dia hanya diam dan tersenyum menatapku. Aku pikir dia memang tidak mengerti. Namun, aku adalah seorang analis makanan, dunia harus tahu tempat ini. Setelah pulang, aku akan menulisnya dan membuat semua orang datang kesini.

Aku mencoba berinteraksi dengan pria tua itu kembali. Aku menunjuk makanan itu dan memintanya memberitahu resepnya, bagaimana sushi ini diolah, bagaimana daging ini disajikan, bagaimana makanan ini dibuat. Aku menjelaskanya secara detail menggunakan bahasa isyarat, dan sepertinya dia mengerti. Dia seolah memintaku beristirahat dan nanti dia akan menunjukkannya.

Setelah puas beristirahat, pria itu mengajakku. Dia kembali mendorong gerobaknya saat sore—hari kian gelap. Dan aku mencoba bertanya kenapa tidak pergi, saat pagi hari saja. Namun, dia hanya diam.

Dia membawa lampu pijar di atas gerobaknya. Mendorong menyusuri hutan yang gelap.

Saat kami berjalan cukup jauh, dia berbicara kepadaku, “Apakah Anda, Tuan, mau berjanji akan tetap menjaga rahasia tradisi kami?”

Aku bingung.

“Ini adalah tradisi kami, turun temurun sejak buyutnya buyutku menjalankannya. Restoran kami sudah berdiri lebih dari satu abad. Dan kami akan selalu menerima tamu dari mana pun yang ingin merasakan makanan para dewa.”

Aku cukup terkejut dia bisa berbicara menggunakan bahasa Inggris.

“Jadi, Tuan,” katanya,“ kau akan berjanji menjaga rahasia tradisi kami ini?”

Aku mengangguk dan mengatakan berjanji menjaga tradisinya.

Dia tersenyum, kemudian berhenti di bawah pohon yang besar. Aku menatap ke sekeliling, tetapi tidak ada apapun disini.

“Daging olahan yang Anda makan berasal dari sana.” Pria tua itu menunjuk ke atas pohon.

Aku mematung, menganga melihat apa yang ada di atas. Banyak mayat tergantung di atas kami, mungkin ada tujuh sampai sepuluh mayat.

“Jadi ... tadi saya memakan makanan dari daging ini?” Aku menelan ludah.

“Iya, Tuan. Itu adalah cara kami untuk menjaga tradisi di sini. Orang-orang yang bunuh diri, mereka tidak akan diterima di sisi dewa. Tapi, dengan memakan tubuh mereka, kita telah membantu untuk menuntun mereka saat kita meninggal nanti. Begitulah tradisi ini agar tetap terjaga. Apakah ada yang salah?” tanya pria itu menatapku.

Aku terdiam untuk beberapa saat. Kemudian tersenyum kepadanya. “Tentu saja, tidak!! Pantas saja. Daging yang aku makan tadi, rasanya aku pernah mencobanya saat ada di Afrika.”

End

Creepypasta (Mix & Original) Where stories live. Discover now