3rd - Nightshift

1.8K 240 19
                                    

Hanya untuk satu kamera pengintai saja harus menahan sabar selama dua bulan, harus mengorbankan banyak korban, harus berani melawan atasan yang berjabat tinggi.

Syukur akhirnya sekarang ada secuil kemudahan untuk kami agar bisa menangkap pembunuh yang meneror warga terus-menerus.

Ah iya, setelah pembunuhan yang terakhir kali, akhirnya polisi kembali mengusir para gelandang disana. Mereka diungsikan ke tempat yang mungkin lebih layak ditempati untuk tuna wisma seperti mereka.

Jadi aku dan Jimin bisa dengan mudah melihat siapa saja yang lewat disana tanpa keliru bahwa itu gelandangan disana yang sedang jalan-jalan saja.

Tapi sayang, tiga hari kami tidak mendapat apapun di lorong itu. Sangat kosong, tidak ada yang lewat. Padahal kami sengaja melepas garis polisi agar bisa melihat siapa yang akan menyerang pelintas. Dan tentunya kami mengawasi dari dekat lorong agar bisa langsung menyergap si pembunuh saat itu juga.

Hari ke lima pun sama. Aku kekurangan istirahat, begitu juga Jimin. Setelah adanya kamera itu, kami banyak lembur dan bergadang.

Mungkin pembunuh itu tahu bahwa kami sudah memasang kamera disana, karena itu dia tidak beraksi.

"Bagaimana kalau dia tidak membunuh dilorong, melainkan di jalanan seperti yang terakhir?" aku membuka suara setrlah menguap lebar.

Jimin sama mengantuknya denganku, kami hanya bisa tidur dua jam sehari. "Kalau begitu pasti kitalah korbannya." jawabnya enteng dengan mata berat menatap layar Laptop. "Bagaimana waktu itu kau bisa terbaring disana?"

Aku kembali teringat malam itu. "Aku... Aku memeriksa sesuatu disana. Lalu aku bertemu dengan makhluk seperti asap hitam berbentuk manusia dan bermata merah. Dia tepat didepanku. Mengerikan, Jim."

"Kau memeriksa tulisan aneh itu?" Jimin menatapku dengan matanya yang berkantung hitam. Aku mengangguk pelan. "Kau memang cari mati." Jimin bangkit lalu merenggangkan tubuhnya. Sedari tadi kami duduk dibawah pohon besar dekat lorong dengan komputer dihadapan kami yang menampilkan keadaan lorong kosong.

"Aku beli kopi dulu. Kau telepon aku jika menemukan sesuatu, atau apapun yang terjadi denganmu. Hindari makhluk itu, lari jika bertemu." Jimin melangkahkan kakinya menjauh, merapatkan sweater kebesarannya.

Sunyi.

Suara jangkrik pun bisa dihitung, hanya berbunyi beberapa kali. Suara angin membuat suasana semakin mencekam. Aku merapatkan tubuhku pada pohon dan memeluk diriku dengan mantel tebal ikut merapat.

Udara dingin, suara angin, dan suara kereta yang satu-dua kali melintas membuat kesendiran makin terasa.

Jimin lama sekali, dimana dia membeli kopi memangnya?

Sesekali aku melirik layar komputer, lalu berganti melirik lorong. Tidak ada apapun.

Bosan, aku memilih melamun memandangi lorong kosong tanpa pelintas yang melewati lorong itu. Sedikit cemas jika sewaktu-waktu bayangan hitam itu menghampiriku disini dan membunuhku. Kemarin mungkin seharusnya aku mati, tapi entahlah, ada orang lain yang seberuntung aku atau tidak.

Hampir satu jam Jimin pergi, tidak ada tanda-tanda dia kembali. Dia juga tidak membawa mobil. Kemana sebenarnya Jim- Apa makhluk itu berhasil menangkap Jimin ditempat selain lorong?!

Aku bangkit, mengedarkan pandanganku, mencari Jimin ditempat-tempat selain lorong. Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini. Jika kulakukan, aku akan kehilangan pembunuhnya jika saat aku pergi mencari Jimin ada orang melewati lorong dan bertemu si pembunuh.

Aku memutuskan untuk menelepon Jimin. Setelah dua kali suara nada sambungan berbunyi, terdengar jawaban disana. "Kau dimana, sialan?! Kenapa lama sekali? Kukira kau dibunuh!"

Another [KookV] (On Hold Dulu Yaaa 😭😭😭)Where stories live. Discover now