Chapter 2 - Memory

4K 333 44
                                    

"Kau mengingat sesuatu?" tanyaku. "Apa itu? Kenapa kau tidak cerita pada kami?"

Sean memperhatikan sekitar baru menjawabku. "Aku ingat bahwa aku harus melindungi seseorang, adik dari sahabatku."

"Siapa?"

"Aku tidak tahu! Entahlah, aku tidak ingat!" serunya. "Maka dari itu aku memintamu untuk melihat lebih jauh. Mungkin saja penglihatanmu dapat memberi petunjuk akan masa lalu kita---"

Aku berdecak. "Masa lalu apa? Gadis siapa? Sean, kau membuatku bingung," potongku. Kedua alisku pasti sudah bertautan menjadi satu karena berusaha keras memahami kata-kata pemuda di hadapanku ini.

Sean membuka mulut, matanya memejam. Alisku terangkat menunggu jawaban yang akan Sean utarakan, tetapi hingga semenit aku menunggu, Sean masih terdiam hingga kakiku mengetuk trotoar dengan tidak sabar. Ia malah menutup mulutnya lagi.

"Pulanglah," ucap Sean akhirnya, "aku akan mengambil tasmu di sekolah," Kemudian ia meninggalkanku sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan menggantung di kepala tanpa jawaban.

Aku kembali berdecak kesal. Sean selalu saja begitu, seakan ia memiliki rahasia besar tetapi enggan menceritakannya, bahkan padaku adiknya sendiri. Entah apa maksudnya tentang masa lalu itu. Kalau benar-benar ingin mengingat memori lama, mengapa tidak bertanya pada Papa dan Mama? Mereka pasti mau saja menceritakan masa kecil kami. Walau begitu, aku punya firasat bukan cerita masa lalu sepeti itu yang Sean maksud. Selama ini yang ia pedulikan hanya mencari siapa adik sahabatnya yang perlu ia lindungi itu.

Aku tidak bisa banyak membantu. Sudah kusentuh semua barang milik Sean, tetapi tidak ada petunjuk sama sekali tentang siapa gadis itu. Sean bahkan tidak ingat siapa sahabatnya. Dan itu sangat tidak masuk akal. Aku mungkin memang orang aneh karena memiliki kemampuan melihat masa lalu dengan menyentuh benda, tetapi menurutku Sean lebih aneh lagi karena ingin mencari seseorang yang bahkan tidak ia kenal.

Abangku masih tidak mau membahasnya hingga sekarang. Ia hanya diam sepanjang makan malam dan hanya membalas singkat pertanyaan Papa seperti biasa. Sepertinya ia sedang menganggapku tidak ada, jadi kumanfaatkan saja untuk mengatakan kalau aku akan mengikutsertakan Mr. Grecell dalam penyelidikan pribadiku. Mama sempat bertanya penyelidikan tentang apa, kujawab saja penyelidikan sejarah. Orang tuaku tidak bertanya lebih jauh, tetapi bukan berarti aku bisa lepas dari tatapan tajam Sean.

Saat akan kembali ke kamar, Sean menghalangi jalanku. "Apa kau tidak sadar bahwa tindakanmu bisa membawa kesulitan bagi kita berdua?" tanyanya.

"Kesulitan seperti apa yang kau maksud?" aku balik bertanya, terus berpura-pura bodoh sampai Sean mau menjelaskan apa yang ia sembunyikan.

Sean menarik napas dalam kemudian mengeluarkannya dengan kasar. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri seraya menggeram sengit. "Ann," panggilnya, napasnya terdengar karena menahan kesal, "mari kita luruskan masalah ini pelan-pelan agar tidak ada kesalahpahaman di antara kita."

Kulipat tanganku di depan dada, dagu naik menantang. "Baik. Silakan."

"Oke. Aturannya adalah aku menceritakan apa yang aku tahu dan kau menceritakan apa yang kau tahu. Setuju?"

"Setuju," ucapku cepat tanpa pikir panjang. Tangannya terulur menawarkan perjanjian. Kubalas uluran itu. "Kau duluan."

Ia melongok ke ruang keluarga di mana Papa dan Mama sedang bersantai. Keadaan aman, mereka masih di sana. Sean memulai.

"Kau memiliki kemampuan untuk melihat masa lalu dengan menyentuh sebuah objek---"

"Ya, disebut psikometri kata Mr. Grecell."

"---lalu kau mendapatkan visi-visi aneh dari kemampuanmu itu."

Sean mengangkat tangannya ketika aku hendak menyela, kemudian melanjutkan, "Setahun yang lalu dalam visi itu kau melihat seorang anak laki-laki sekitar seusiamu. Hari ini pun kau melihat hutan karena menyentuh sesuatu di stadion sekolah."

Hiraeth (COMPLETED)Where stories live. Discover now