[17] Keputusan Zeno

3K 175 12
                                    

"Melet." Arga menjulurkan lidahnya malas dan Dara memotretnya asal. Meski begitu, Arga masih terlihat tampan dan malah semakin membuat Dara terperangah.

"Gimana si, kan udah gue bilang sejelek mungkin."

"Gue enggak bisa jelek beb." Dara mendengus mendengar ujaran Arga, membuat pemuda itu malah terkekeh. Dari tadi Dara meminta foto Arga yang sejelek mungkin untuk balas dendam. Sebab, di ponsel Arga banyak sekali foto Dara yang berbagai macam gaya. Dari yang cantiknya aduhai, sampai yang jeleknya tidak mau dilihat.

Kafe Pelangi nampak sepi, padahal biasa banyak sekali yang pergi kesini sampai-sampai memesan pun harus mengantri beberapa menit. Menyesap kopinya, Arga mengambil kunci motornya dan mengajak Dara pergi dari kafe untuk pulang karena hari sudah sore.

"Lewat sekolah ya,"

"Kenapa?"

"Ada janji sama kak Zeno." Arga berhenti dari jalannya ke parkiran. Dan Dara tersenyum lucu mengingat cemburunya Arga begitu. Tinggal tunggu, satu, dua, ti...

"Ngapain kesana hah? Mau balikan gitu sama dia?"

Dara tertawa, sejak kapan juga ia berpacaran dengan kak Zeno sampai Arga bilang balikan begitu? Ya ampun, menggemaskan sekali. Ingin Dara bawa pulang lalu lempar.

"Ada yang mau diomongin Ga, sebentar aja kok," ucap Dara. "Enggak bakal lama, janji deh."

"Yaudah, gue ambil motor di parkiran dulu, lo tunggu sini." Arga mengacak puncak kepalanya selepas itu meninggalkannya yang tersenyum kesenangan begitu. Mengapa dari dulu ia tidak bertemu dan dekat dengan Arga saja ya? Biar masalahnya tidak serumit ini, dan Dara juga tidak mengenal kak Zeno sampai suka begitu.

"Ayo naik." Arga datang dengan motor merahnya. Dan Dara hanya mengangguk, memakai helmnya dan mulai melaju. Melewati jalanan yang entah mengapa tengah lengang. Seakan mendukung Arga dan Dara jalan-jalan.

Sedikit mengobrol dan terkadang tertawa karena lawakan Arga. Dara merasakan angin menghembus menggerakan rambutnya. Tak sadar pula sudah sampai di depan sekolah. Mengapa harus di depan sekolah coba. Padahal hari libur begini masih saja ada sangkut pautnya kesini.

"Mana kakak kelas itu?"

"Sabar Arga." Turun dari motor Arga dan melepas helm. Dara celingak-celinguk ke kanan-kiri mencari keberadaan seorang Alzeno yang mendunia itu. Mendapati seorang pemuda berkemeja putih tersenyum menatapnya disana.

Zeno menghampirinya, membawakannya sebuket bunga. Untuk apa? Ya ampun, mana ada Arga disini. Dara melirik Arga sekilas, wajahnya sudah kelihatan mau marah begitu namun lewat kode matanya Dara menyuruh pemuda itu untuk tenang.

"Jangan salah sangka Ga, gue enggak mau ngerebut Dara," ujar Zeno. "Bunganya sebagai permintaan maaf gue, maaf udah jadiin lo pelampiasan dan maksa lo berulang-ulang, maaf juga udah ngebentak dan sia-siain rasa suka lo dulu."

"Enggak papa kak."

"Gue udah berpikir, kenapa gue harus ngelibatin lo dalam masalah gue sama Melly? Lo sama sekali enggak ada sangkut pautnya, dan gue malah sangkut-sangkutin lo kesitu." Dara terkekeh pelan. Meski sebenarnya Arga yang melihat itu sama sekali tidak senang. Kalau Dara masih suka dengan Zeno-Zeno itu bagaimana? Kalau dilihat-lihat lebih wow Zeno dibandingkan Arga.

"Bahagia sama si curut Arga ya? Yang natep gue seakan mau bunuh gue dari tadi." Zeno mengelus puncak kepala Dara. Dan oke, tahan Arga. Jangan marah. Pemuda itu meninggalkan Dara dan Arga yang sibuk pada pemikirannya masing-masing.

Pemikiran tentang mengapa cowok itu tiba-tiba sekali berubah begini?

Entahlah,

Intinya dia sudah pergi ini. Tidak usah dipikirkan.

-

"Udah?"

"Udah." Zeno duduk di samping gadis yang menanyakannya itu. Di halte bus dekat sekolah yang sepi. Dan gadis itu menggoyang-goyangkan kakinya. Seakan telah terbebas dari semua masalahnya.

"Kalo gitu tinggal gue yang minta maaf." Zeno menatapnya, mencubit pipi gadis itu. Dari dulu memang dia menyukainya 'kan? Tak peduli gadis ini hanya menjadikannya pelampiasan atau apapun, Zeno tak bisa mengelak lagi kalau ia mencintai gadis yang tengah ditatapnya ini.

"Gue bodohnya, enggak pernah dengerin apa kata Dara, enggak percaya Dara karena saking sukanya sama Angga." Melly menatap langit senja yang mulai berkata bahwa hari sudah mulai gelap ayo pulang. "Dari dulu Angga suka sama Dara, dan dia manfaatin gue, kenapa gue enggak pernah nyadar ya?"

"Udah Mel, lo enggak perlu semenyesal itu." Zeno menenangkannya namun Melly menggeleng. Tidak perlu menyesal bagaimana, dulu ia pernah bertengkar hebat dengan Dara hanya gara-gara Angga. Dan sekarang ia tahu kebusukan Angga setelah dia tidak mempercayai Dara.

"Gue menyesal, bukan aja sama Dara tapi sama lo, gue seakan bodoh banget sia-siain orang yang sayang sama gue."

"Setiap masalah punya manfaat Mel, lo cuman harus memandang masalah itu dari prespektif yang sedikit beda, iya 'kan." Zeno mengelus kepalanya, mengajaknya berdiri dan berjalan pulang. Dan Melly hanya mengikutinya, sembari tersenyum karena tahu pemuda di depannya ini mau memberinya kesempatan satu kali lagi.

Dan dia harap,

Dia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.

Dan mereka berempat berpikir mungkin masalah sudah selesai, padahal ini hanya awal.

Selamat menunggu masalah yang datang, terutama dari seseorang yang berambisi terlalu besar.


-
Selamat. Ehe.

DS : Be a Selebgram [END]Where stories live. Discover now