11: if you could feel what i've felt.

745 159 45
                                    

"if you could feel what i've felt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"if you could feel what i've felt

even if you don't accept me at all."

(oner)

//

bagian ini dikerjakan keroyokan oleh saya dan @yeolbaeby

//

Berbulan-bulan lalu, ketika ada yang bertanya mengenai cita-cita, Dira akan mengatakan bahwa ia ingin menjadi arsitek seperti Papa. Ia ingin bekerja merancang bangunan megah nan kokoh dan diberi pujian karena buah pikirannya yang brilian. Atau seperti Mama yang merupakan seorang psikolog. Sejak kecil, Dira sudah memberitahu kedua orangtuanya mengenai pekerjaan masa depan yang diinginkannya ini. Orangtuanya pun mengarahkan Dira agar ia bisa menggapai hal itu dengan mudah. Mereka senang dengan hasil pencapaian Dira selama ini, meskipun Dira tidak selalu berada pada peringkat atas. Hasil pembelajaran yang ia dapat selalu memuaskan.

Namun tidak ada yang menduga bahwa di tengah jalan, Dira memutuskan untuk berubah pikiran.

Malam itu Papa menahan Dira dan Darius di meja makan setelah mereka selesai makan bersama. Mama mengambil tempat di samping Papa, raut wajah wanita itu terlihat muram. Ada selintas sorot tidak mengerti yang terarah pada Dira, membuat pemuda itu memutuskan untuk menundukkan wajah. Agaknya ia tahu alasan Papa dan Mama meminta mereka untuk berkumpul. Dari balik meja makan, Dira saling menautkan jemarinya yang mulai berkeringat.

"Jadi...kelas IPS, hm?"

Nada bicara Papa terdengar tenang. Namun Dira tahu bahwa di balik ketenangan itu tersembunyi sesuatu yang lain. Rasa takut mulai menyusup dalam hatinya, membuat Dira semakin gelisah. Kepalanya tertunduk semakin dalam.

"Papa yakin hasil psikotesmu menyarankan untuk masuk kelas IPA meskipun disana tertulis kamu bisa keduanya, Dira," pria itu menarik napas, "Wali kelasmu juga bilang, kemungkinan besar kamu akan masuk jurusan IPA dengan nilai-nilai pelajaran eksakta yang bagus. Apa kamu sudah memikirkan keputusan ini baik-baik sebelumnya?"

Orangtuanya memang sangat peduli dengan pendidikan kedua putra mereka. Selama ini tidak ada yang pernah absen mengikuti pengambilan raport Dira maupun Darius. Di sela-sela kesibukan, Papa dan Mamanya selalu menyempatkan diri untuk datang sehingga membuat teman-teman lain iri dengan perhatian kedua orangtua Dira. Mereka selalu mengawasi hal yang terjadi dengan anak-anak mereka di sekolah, seperti insiden Dira dengan beberapa kakak kelas tempo hari. Hal ini membuat mereka lebih cepatmengerti alasan di balik kejadian tersebut sehingga terhindar dari kesalahpahaman terhadap Dira. Kedua orangtuanya sangat peduli pada Dira meskipun anak lelaki itu bukan darah daging mereka sendiri.

Itulah yang membuat keduanya heran dengan keputusan Dira yang sama sekali di luar perkiraan ini.

Sementara yang ditanya hanya mengangguk pelan, belum berani untuk buka suara. Selama beberapa detik, tidak ada yang berbicara. Dira tahu kedua orangtuanya (juga Darius) menunggu penjelasannya.

[2/3] day by day.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang