13: just be friends.

718 148 20
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

it's raining heavily in my mind
i'm stunned, i'm standing dead, and my vision is blurry
despite my determination, the pain is still penetrating
the bond between us has come apart and is dying away everyday

it's all over

(dixie flatline)

//

Adelia sudah tahu sejak awal. Ia tidak seharusnya berharap lebih.

Biasanya ia tahu batas. Biasanya ia mengambil langkah mundur dalam apapun yang kira-kira membahayakan. Dalam akademik, Adelia bukanlah orang yang menonjol karena aktif sekalipun nilai-nilainya cemerlang. Pun dalam ekstrakulikuler, gadis itu lebih memilih menjadi pihak di belakang layar. Di kacamatanya, semua dilihat dalam hitam dan putih. Bukan sepenuhnya salahnya, orang tua yang terlalu menekankan akan hitam dan putih pada hidupnya. Tipikal tiger parents orang tua Asia—mengambil kuasa tertinggi di dalam keluarga, mengatur tiap aspek kehidupan, membuat Adelia sejak kecil mengerti apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak agar dirinya tetap aman. Hidup Adelia sudah diatur sejak ia di dalam kandungan—sekolah, menjadi anak perempuan baik yang patuh dan penurut, menikah dengan seorang pemuda yang dijodohkan padanya, dan menjadi ibu rumah tangga setelahnya, mengabdi pada suaminya kelak. Sudah cukup kakak perempuanmu yang menjadi pembangkang dengan tidak pulang dari Jerman, kata ibunya, jadilah anak baik, Adelia. Turutilah kami. Bukankah itu termasuk ke dalam bakti kepada orang tua?

Itulah alasan mengapa Adelia teramat mencintai buku. Buku membuatnya terbang jauh tanpa perlu membuat orang tuanya menganggapnya durhaka.

Kali pertama Adelia mencoba keluar dari garis aman adalah ketika ia jatuh cinta dengan Fajar Yudhistira. Fajar yang di balik kelembutannya, menyimpan keteguhan dan mimpi-mimpinya. Fajar yang ingin menjadi dokter, ingin S2 dan S3 hingga ke luar negeri, ingin menjadi spesialis, ingin banyak menulis jurnal ilmiah dan menolong orang. Di saat itulah, ia memberanikan diri untuk mengejar. Ia memberanikan diri untuk berusaha hingga titik terakhir. Motivasinya kala itu adalah Fajar yang tidak didekati oleh gadis lain. Fajar yang berani bermimpi begitu tinggi—lihat, mengapa Adelia tidak mencoba untuk mengikuti? Jika Fajar berani, harusnya Adelia juga bisa berani, bukan?

Dan di saat itulah, Adelia menyesal keluar dari garis amannya.

Tidak pernah terlintas di benaknya jika konsekuensi keluar dari garis aman orang tuanya adalah hatinya yang dihancurkan.

.

.

.

Keesokan harinya setelah pengakuan Adelia, Fajar tidak masuk sekolah.

Tidak biasanya. Sekelas sejak kelas 10 membuat Adelia paham jika Fajar hanya tidak masuk sekolah jika ia benar-benar tidak bisa sekolah, misalnya seperti demam tinggi waktu silam. Biasanya akan ada Jingga yang datang, mengantarkan surat milik Fajar pada wali murid. Saat itu, tidak ada surat. Dan tidak ada apapun yang menyatakan bahwa Fajar benar sakit.

[2/3] day by day.Where stories live. Discover now