Akhirnya Ku Menemukanmu (Bab 6)

55 4 0
                                    

                      BAB 6
                BENIH CINTA

     Usai menidurkan zia anakku. Aku melanjutkan tugasku membuka laptop untuk menyiapkan materi mengajar besok. Sesekali sambil aku mempelajari buku agama yang baru saja ku beli sore tadi. Ilmu ku dalam mengenal islam masihlah minim, aku berharap secara perlahan bisa memperdalam ilmu agama yang baru ku anut ini. Tiba tiba aku teringat kejadian tadi pagi. Saat aku lagi lagi berpapasan dengan mahasiswi bernama vey itu. Ntah Kenapa fikiranku jadi sering terhubung kontak dengannya. Mulai dari awal masuk mengajar. Lalu mendengar dia bernyanyi. Dan tadi pagi dia membuka toilet  dimana aku sedang berada di dalamnya. Anak itu menjengkelkan tapi ada kunikan tersendiri dalam dirinya yang aku temukan. Tanpa sadar aku kembali dan tersenyum mengingat kejadian lucu tadi pagi itu.
“kenapa aku mikirin tuh anak? Ah... nggak penting banget (lirihku)
Lalu aku menuju kamar, dan tidur.
                                                              ****
Di tempat yang berbeda, vey melaksakanakan tahajud pada sepertiga malam. Ia merenung dan masih mengingat kejadian saat ia bertemu aris. Kenapa sudah beberapa hari ini harus bermasalah dengannya. Usai teringat kejadian tadi pagi tiba tiba timbul Perasaan galau dan gundah menyelimuti hatinya. Seperti biasa  ia berdoa agar suatu saat bisa di pertemukan kembali dengan sang ibu yang telah meninggalkannya.
Ke’esokan harinya.
“Vey..”
“ya ayah?
“kamu nanti pulang kuliah mampir ambil roti di rumah makan kemarin ya. Punya pak rey”
Seketika aku terdiam mendengar nama itu. Tapi segera ku tepis, oh mungkin hanya mirip di nama. Tapi orangnya berbeda. Lalu aku segera beranjak menuju motor untuk berangkat kuliah.
“oke yah... vey berangkat ya”
Tak lupa aku memeluk sang nenek, tanda pamit ku padanya. Ezi yang saat itu sedang membaca buku di teras segera mendekatiku dengan kursi rodanya untuk mencium tanganku.
“kakak pergi ya dek”
“hati hati kak.
“ayah..vey pergi (pamitku)
Sesampai di kampus saat hendak jalan menuju kantin menitipkan keranjang roti, aku melihat bu silvi sedang asik berbincang dengan sir rey. Ternyata aku baru tau, bahwa mereka masih ada ikatan keluarga. Usai aku menitipkan roti, aku tak sadar bu silvi menyapaku ketika matanya tak sengaja tertuju melihatku.
“vey...,kemari sini”
“iya bu
Lalu aku mendekat. Ibu silvi memperkenalkan ku pada sir rey. Lalu ku jawab bahwa aku telah mengenalnya. Pandangan sir rey terlihat begitu dingin padaku, seperti masih dongkol kepadaku gara gara kemarin.
“sir..aku minta maaf atas kejadian kemarin”
Ia hanya diam sambil mengangguk’kan kepala seperti tak ikhlas memaafkan. Tapi tidak dengan expresi bu silvi. Beliau malah tertawa, seakan telah memahami kepribadianku dan sir rey. Lalu aku menuju ke kelas. Disana   aku melihat teman teman sedang asik berselfie ria. Usai meletakkan tas, segera aku mendekati edo, erik dan kris yang sedang asik bercanda duduk di bawah pohon.
“mana yang lain?? Kiki sama riska?
“belum liat vey (jawab edo)
“kiki belum datang (sambung kris)
Tiba tiba mata kami tertuju pada mahasiswi baru. Cantik, berambut panjang, memakai rok sedengkul. Aku heran, kenapa masih banyak perempuan yang tak malu memamerkan auratnya. Dengan geleng geleng kepala aku memandang ke arah anak baru yang melewati kami itu. Tapi tidak dengan mata kris dan edo. Sebagai lelaki normal, sepertinya mereka mendapat durian runtuh.
“do....mata lu kenapa? (ledekku)
“nggak papa. Cantik ya..
“cakep do.. samperin gih (ledek erik)
Lalu tanpa basa basi kris mengikuti si mahasiswi dan dengan PD mengajak kenalan.
“aku kris,kamu siapa?
erik menyusul dan berkata
“nggak usah di tanggepi, dia udah punya pacar”
Seketika itu pula si mahasiswi baru pergi meninggalkan kris yang sudah mengulurkan tangan.
“gila lu kris, udah punya kiki masih mau yang lain. Haha” (sahut edo)
“Cuma kenalan doang do”
“aduh begini ya otak laki laki kalo liat yang bening” (ucapku)
“normal vey. emangnya erik? (ledek kris)
“ bener itu..” (sambung edo)
Aku Cuma bisa menggelengkan kepalaku sambil tertawa kecil. Tak lama kemudian riska dan kiki menghampiri, Kris pun mendekati kiki.
“yank aku punya sesuatu buat kamu, kita naik kelantai 2 yok. Kan pelajaran pertama masih lama masuknya. “ (rayu kris)
“oke “ (jawab kiki dengan manja)
Lalu kiki dan kris ke lantai atas. Aku yang mencium gelagat tak beres kris, mengikuti mereka.
“mau kemana vey? (tanya erik)
“ke atas jadi obat nyamuk”
Lalu ku lihat mereka Duduk di depan kelas kosong. Ternyata kris memberikan kalung pada kiki. Aku terus memandang mereka dari kejauhan, kulihat mereka begitu serius berbicara layaknya sepasang kekasih yang memang lagi di mabuk asmara. Tiba tiba kris mendekatkan pandangannya pada wajah kiki. Kulihat dia seperti ingin mencium kiki, kiki pun hanya tersenyum merespon reaksi kris. Aku yang memperhatikan mereka sejak tadi semakin mendekati kursi mereka. Tak akan kubiarkan kiki sahabat baikku seenaknya di pegang oleh laki laki yang belum tentu menjadi suaminya kelak. Ku lepaskan sepatu di kakiku, lalu ku tempelkan di pipi kris yang saat itu hendak mencium kiki. Sambil berkata
“kriss...lu pikir mangga apa? Bisa lu cium cium si kiki.
“yak ella vey.. lu ganggu aja (ucapnya sambil garuk kepala)
“nggak vey, kita nggak ngapa ngapain kok”
“iya..karna ada gue. Coba gue nggak ngintilin. Haduhh”
Lalu kris dan kiki tersenyum malu. Dan aku membawa kiki menuju kelas. sambil mencibirkan bibir ke arah kris.  Sepanjang jalan menuju kelas aku menceramahi kiki. Dengan mengeluarkan beberapa hadist. Kiki hanya meng iya iya kan sambil tersenyum menatap ke arahku. Ia tau aku sebagai sahabat begitu menyanyanginya. Tak ingin ia terjun ke lembah dosa. Tiba tiba Hp ku berbunyi. Ternyata ayah menelponku, dan mengingatkanku kembali agar  tak lupa mengambil keranjang beserta uang roti diruko bapak rey. Aku yang tak mengetahui siapa bapak rey saat itu  yang ternyata merupakan ayah dari anak yang ku tolong beberapa waktu lalu. Usai kuliah, aku mampir keruko rumah makan sesuai permintaan ayah. Sesampai disana anak kecil yang pernah ku tolong itu menyapaku dengan ramah.
“tante....”
“hai..,kamu. Siapa namamu?tante lupa
“zia tante. Tante yang tolong zia waktu itukan.
“iya, kamu masih ingat ya “ (ucapku dengan senyum manis)
Lalu zia berteriak memanggil sang ayah. Sungguh aku tak percaya, sang ayah merupakan dosen bahasa inggrisku. Sir rey, ya ia merupakan ayah dari zia pemilik rumah makan ini
“papii..., sini pi”
Sir rey yang juga kaget langsung memandang ke arahku. Lagi lagi aku kembali dipertemukan dengan pria ini. Aku tak mengerti, mengapa selalu ada kejadian yang menghubungkan aku dengan dirinya.
“zia..., apa nak? (ucap nya sambil terdiam melihatku)
“ini papi, tante yang nolong zia dari tangga waktu itu”
Seketika aku diam, sambil melepas kacamataku. Dan memakainya kembali
“kamu kenapa? Seperti melihat hantu (ucap rey)
“nggak, aku Cuma bingung sir. Kok bisa kita ketemu disini. Ternyata sir yang punya rumah makan ini”
“kenapa memangnya? Ada masalah?
“nggak. “
Lalu obrolan berlanjut saat zia menarik tangan sang ayah ke arahku
“papi..kenalan dulu sama tante ini”
Aku hanya tersenyum dan menjawab
“iya zia, tante udah kenal,hehe..
“tante siapa namanya?
“vey”
“papi...nama tante ini mirip papi. Beda di depan aja hurufnya”
Ucap gadis kecil itu. Aku dan rey hanya tersenyum.
“sir, aku kesini mau ambil keranjang roti dan uang hari ini sama pegawai sir”
“iya silakan (ucapnya dengan datar)
“tante vey.. zia lagi ngerjain tugas gambar. Tante bisa bantuin nggak? Soalnya gambaran papi jelek jadi zia bingung mau minta gambarin siapa.  Tante bisa gambar nggak? 
Seketika aku melirik ke arah sir rey. Dia hanya tersenyum mendengar celoteh sang anak.
“mau ya..., soalnya tante tante karyawan papi  disini pada sibuk semua”
“boleh...mana yang mau tante bantu” (ucapku sambil mengelus kepalanya)
“ya udah ajak aja tante vey ke atas, papi mau ke dapur bawah dulu mengecek lauk pauk”
“oke papi”
“ini nggak papa naik kelantai atas sir?
“nggak papa. Naik aja”
Lalu aku dan zia naik kelantai atas. Disana aku melihat beberapa kertas dan alat pewarna. Sebelum memulai menggambar, aku melihat suasana ruangan ini. Beberapa tanda salib ku lihat disana. Dan ada foto bertiga zia dan kedua orang tuanya. Aku baru tau, ternyata sir rey sudah memiliki istri dan anak. Saat aku asik memandangi foto foto tersebut, sir rey mengagetkan ku.
“kamu kenapa?
“nggak sir. Aku baru tau sir udah punya istri dan anak. Istrinya cantik ya
“iya cantik, tapi cantik tidak selalu menjamin kebahagiaan” (jawabnya)
“itu mami ku tante. Tapi sekarang mami udah nggak sayang lagi sama zia kayak waktu dulu. Mami udah punya papi baru” (ucap zia dengan nada polos)
Aku mengerti maksud dari kata zia. Saat itu juga sir rey hanya diam, seakan tak ingin memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
“bik...tolong buatin  minum untuk temennya zia”
“hah? Kok temen zia? Aku kan mahasiswimu sir”
“nggak. Kamu lebih cocok jadi temen zia. Mahasiswi buat dongkol melulu”
Sepertinya dia masih dongkol padaku.
“sir...aku kan udah minta maaf. Kok masih kesel sih?
“iya udah di maafin. Tapi masih aja keinget”
“maaf deh maaf”
“kamu ngintip kan kemarin?
“nggak... aku nggak liat, sumpah”
“bener?
“iya sir sumpah”
Zia hanya menatap kami dengan raut bingung.
“tante sama papi kenapa sih? Zia kan mau minta ajarin gambar disini. Bukan nontoni berantem
“nggak berantem sayang..., tante ada sedikit selisih paham sam papimu”
“ya udah sana tolong ajarin anak saya”
“iya sir... okey”
Setelah mengajari zia menggambar dan mewarnai obrolan sedikit cair. Saat aku membaca sebuah buku di atas meja tentang cara belajar solat. Aku baru tau, sir rey seorang mualaf. Dan ia sedang memperdalam agama. Tak lama itu aku berpamitan pulang.
“tante... nanti kesini lagi ya”
“iyaa...insya allah.
Zia seperti begitu akrab denganku. Aku merasa ada magnet yang menarik hatiku dan hatinya.
“sir aku pamit”
“okey” (sambil menyodorkan tangannya)
“bukan muhrim sir, nggak perlu ulur tangan” (ucapku sambil tertawa kecil sambil cengar cengir)
Lalu ia mencibirkan bibirnya. Ia terlihat seperti laki laki cool. Mungkin kalau perempuan yang  jatuh hati padanya, bisa semakin penasaran padanya. Tapi aku, hanya biasa saja terhadapnya. Tak ada dag dig dug atau apa sedikitpun. Sesampai dirumah malam harinya menjelang tidur aku menatap hp ku. Biasanya aku mendapatkan pesan singkat dari kak aris. Tetapi 2 malam ini tidak ku dapat. Aku semakin yakin bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan.
Di tempat yang berbeda
Malam ini aku disibukkan dengan tugasku sebagai dosen. Lalu Mataku tertuju dengan hasil gambaran vey tadi sore. Ku tatap hasil karya dia mewarnai dan menggambar bersama zia. Tiba tiba aku kembali teringat tentangnya. Aku juga bingung, kenapa tadi siang  saat bertemu dengannya tiba tiba jantungku berdebar. Aku sudah mati rasa dengan perempuan, lalu kenapa aku sedikit dag dig dug saat bertemu vey. aku tak yakin ini cinta. Bisa saja hanya perasaan biasa. Lalu zia menghampiriku
“papi..temeni zia bobok dong. Pi...zia pengen punya mami kayak temen temen zia.
“kamu kan udah punya mami nak. Mami karin.
“nggak mau, zia mau papi kasih mami baru aja”
“nggak semudah itu sayang”
“minggu depan zia mau ada acara, siapa mau temeni zia? semua bawa mami”
“nanti papi yang datang”
“Ada lomba nyanyi sama ibu pi”
Tiba tiba Aku teringat vey yang  bisa bernyanyi.
“kalau papi yang nyanyi gimana?sama kamu”
“nggak usah pi. Semua sama ibu.
Aku berencana meminta tolong vey untuk menemani anakku. Keesokan harinya aku mengajar seperti biasa. Dan berencana meminta bantuan vey untuk menemani zia lomba bernyanyi duet ibu dan anak. Ku pikir vey bisa memainkan gitarnya untuk pertunjukan nanti. Tapi aku gengsi untuk meminta tolong padanya. Hingga aku belum berani berbicara. Sesampai di kantor, Aku baru teringat ayuk silvi sedang berulang tahun hari ini. Tak lupa aku mengucapkan selamat hari lahir padanya saat bertemu ia di kantor. Saat itu juga semua dosen memberi ucapan dan kue untuknya. Usai ikut merayakan moment kecil penuh makna itu, aku kembali menuju kelas. Dimana aku mengajar di kelas vey. disana aku mendengar bahwa vey dan kawan kawan sedang merencanakan makan malam pesta kecil untuk bu silvi yang akan mereka persiapkan di cafe (wilayah BKB Ampera). 
“sir rey.. mau ikut nggak kita mau dinner malam ini di BKB buat ngerayain hari lahir bu silvi” (tawar erik)
“boleh...
“nanti malam sir, ikut ya biar seru” (sambung riska)
Vey yang saat itu belum terlihat, kembali kutanyakan pada para sahabatnya
“where is vey? “
“belum datang sir”
Tak lama aku bertanya, tiba tiba vey datang dengan wajah tertunduk lesu tak seperti biasa dia ceria. Lalu aku melanjutkan pelajaranku. Sesekali aku mencuri pandangan ke arah vey yang terlihat kurang fokus di hari ini. Usai mengajar mereka kembali mengingatkanku untuk ikut acara malam nanti di cafe dekat BKB. Saat malam harinya aku mempersiapkan diriku untuk datang ke cafe, tiba tiba hp ku berbunyi. Kulihat karin mantan istriku menelpon
“hallo
“mas, aku mau ketemu kamu. Kamu tanda tangani surat pembagian harta gono gini”
“buat apa? Aku kan sudah kasih bagian kamu. Lagian pacarmu kan kaya. Kenapa kamu masih kurang harta?
“itu bukan urusanmu, yang penting tanda tangani hak ku ini”
“aku nggak ada waktu, aku mau pergi malam ini.
“kamu mau kemana?
Lalu segera ku tutup hp ku. Dan segera beranjak ke bawah untuk pergi menuju cafe.
“bik titip zia ya.
“papi jangan lama lama ya”
“iya sayang bentar kok. Kamu bobok kalau udah belajar ya”
Usai rey berangkat, 1 jam kemudian ternyata karin menyusul ke rumah makan rey. Dia bertanya kepada para pegawai, kemana rey. Lalu salah satu memberitahu bahwa rey pergi ke kafe dekat Bkb ampera. Usai bertanya, karin berniat menemui zia. Tapi ternyata zia telah terlelap tidur.

AKHIRNYA KU MENEMUKANMU Donde viven las historias. Descúbrelo ahora