Akhirnya Ku Menemukanmu (Bab 10)

40 3 0
                                    

                              BAB 10
               SEMUA TENTANG KITA

Hari ini ultah zia, acara jam 14.00 akan segera dimulai. Kebetulan hari ini aku kuliah seperti biasa, waktu zuhur pun tiba. Ku ambil air wudhu tak jauh dari kelasku, lalu aku menuju musholah.
“bentar ya ka..., gue zuhur an dulu.
“beres vey. kita tunggu lu di kantin deket parkiran motor aja ya” (jawab riska)
“oke..
Riska, erik,deni, dan feri pun menuju kantin. Aku tidak pernah memaksa mereka untuk ikut melaksanakan kewajiban solat. Bagiku,cukuplah aku mengingatkan. Kurasa mereka tau tanggung jawab terhadap allah. Usai melaksanakan solat zuhur, aku menyusul mereka. Kami berencana menghadiri ultah anak sir rey. Kebetulan bukan hanya aku di undang zia dan sir rey, tapi juga para sahabatku. Karna kedekatan kami dengan sir rey. Sejujurnya, aku tak ingin bertemu sir rey, tapi zia menjadi alasanku untuk datang. Karna gadis mungil itu begitu mengharap kehadiranku. Sesampai di acara ultah, kehangatanpun terlihat. Disana aku tak lupa menyumbangkan sebuah lagu anak di iringi gitar bersama veri dan erik yang mengiringi piano dan gitar. Suasana begitu hangat. Hingga tiba saat pemotongan kue aku begitu kaget ketika zia memanggil ku untuk diberi sebuah potongan kue, setelah papinya sir rey. Lalu kami bertiga berfoto, layaknya seperti keluarga kecil, para sahabatku ikut begitu bahagia. Tak henti hentinya mereka membuat ku salah tingkah dihadapan rey. Dan aku baru tau, saat riska memberitahuku bahwa sejak pertengahan acara karin mantan istri rey begitu sinis memandangku. Usai acara berlangsung, seperti biasa, aku yang sudah akrab dengan zia bercanda sambil memberi gelitikan kecil di pinggangnya. Aku berpamitan pulang, tapi zia belum mengizinkan. Sedangkan para sahabatku sudah pulang terlebih dahulu. Yang tak kulihat hanya kiki dan kris, kudengar dari edo dan feri, kiki dan kris sedang bertengkar kembali. Yahh begitulah orang pacaran, lebih banyak pahitnya ketimbang manisnya. Pikirku dalam hati.
“zia..ini udah jam 16.00 bunda pulang ya..
“jangan dulu....zia masih mau main sama bunda”
“eh kuenya bungkus ya buat bunda..bawa pulang semuanya” (candaku)
“iya dikit aja”
“semuanya..” (ucapku sambil tertawa dan membawa kue tart seloyang 3 tingkat itu)
“jangan... (tolak manja zia sambil merengek tertawa)
“bawa...biarin bagi bagi ke anak kucing”
“haha..jangan bun”
Sedang asyik bercanda inilah aku tak sadar ada rey dibelakangku dan brukkkk. Seketika kue tart terlempar berbalik arah mengenai wajahku dan bajunya  rey. Dan spontan saja, untuk pertama kalinya aku melihat pria jutek dan dingin ini tertawa terbahak bahak menatap wajahku yang berlumuran kue. Melihatnya tertawa girang, ide usil ku muncul. Ku ambil potongan kue itu lalu ku usap ke wajahnya. Dan menertawakannya
“satu sama dong.. “ (seruku)
“eh saya dosenmu,nggak sopan banget’ (jawab rey sambil tertawa)
Dan kami saling mengotori wajah dengan kue tart, Zia hanya tertawa melihat kelakuan kami berdua seperti anak kecil. Begitu pula beberapa pegawai rumah makan. Mungkin baru kali inilah mereka melihat sang bos tertawa lepas. Usai kejadian itu, ntah kenapa aku dikamar sering tertawa geli sendiri. Malam ini, aku menghela nafas. Besok aku dan teman teman satu angkatan sudah bisa mengajukan judul skripsi. Aku sudah mempersiapkan judul skripsiku. Dan targetku, 4 bulan aku harus bisa menyelesaikan skripsiku dengan baik.
Keesokan harinya
Tak disangka, Pagi ini ternyata karin mengikuti perjalanan vey, dia sudah membuntuti vey sejak beberapa hari lalu hanya untuk mengetahui alamat rumah vey. dan hari ini adalah moment dimana karin berencana untuk menghardik vey dengan memberi sedikit pelajaran. Benar saja, dipertengahan jalan karin memberhentikan motor vey. lalu melemparkan keranjang roti yang vey bawa itu kejalan. Sambil memberi peringatan untuk tidak terlalu dekat dengan zia. Lalu roti roti tersebut ia lemparkan ke tengah jalan, sengaja agar terinjak oleh kendaraan yang berlalu lalang.  saat inilah  aku yang baru saja mengantar zia ke TK nya, dan hendak menuju universitas tempatku mengajar, sontak berhenti. Aku melihat vey sedang memunguti rotinya yang masih layak makan. 
“vey.. what happen?
“nothing sir, aku bisa sendiri memunguti roti ini, sir duluan aja ke kampus”
Beberapa orang kulihat membantunya. Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku begitu yakin, roti roti ini sengaja dilempar oleh orang. Bukan vey terjatuh dari motor. Segera aku membantunya. Usai mengucapkan terimakasih, vey segera menuju pulang kerumah. Sesampai dikampus kulihat vey belum juga datang. Sepertinya ia tak akan datang hari ini. Lalu ku telpon ayahnya, ayahnya Cuma bilang bahwa ada perempuan bermobil silver yang menghentikan motor vey dan menghambur hamburkan rotinya. Aku hanya diam, dan yakin bahwa perempuan itu adalah karin. Siapa lagi jika bukan karin. Aku percaya gadis seperti vey tak akan memiliki musuh. Tanpa berfikir ulang segera ku telpon karin. Benar saja, karin mengakui perbuatannya. Dia bilang itu kekesalannya karna vey berani mendekati diri dengan zia.
“aku tuh heran ya mas, selera kamu rendah banget gitu. Mau maunya sama anak ingusan gitu. Yang Cuma penjual roti” (ucap karin dengan nada tinggi)
“dia jauh lebih tehormat dari pada kamu karin” (jawabku lalu menutup hp)
Aku tak ingin menambah perdebatan dengan matan istriku, karna sudah terlalu banyak masalah yang sudah memicu pertengkaran kami. Hari ini aku seperti merasa hampa, biasanya aku melihat kehadiran vey dan keceriaannya di dalam kelas. Bahkan saat aku mengajar dikelas sebelah pun terkadang aku masih bisa melihatnya dari kejauhan. Ntah kenapa sudah berapa hari ini vey memang seperti menjaga jarak padaku sejak kejadian di pantai itu. Kulihat anak anak sedang sibuk membuat  antrian panjang di prodi, ternyata hari ini semua sibuk mengajukan judul skripsi.  Sejenak ku berfikir, jika sudah skripsi, mereka akan wisuda dan akhirnya keluar dari universitas ini lalu bagaimana aku bisa melihat vey lagi? Aku tak mengerti dengan perasaan ku, yang aku tau vey gadis unik yang baru kali ini ku temui. Ke’esokan harinya, sebuah koran kabar berita ku baca. Aku melihat informasi seorang bandar narkoba buron. Ku tatap foto tersebut, dan tak salah lagi. Pria buron itu adalah kekasih mantan istriku. Yang saat ini masih menjalin hubungan dekat dengan karin. Pria yang sudah memporak porandakan rumah tanggaku.  Sedikit kaget tak percaya, apakah benar seorang pemgusaha kaya raya yang sering karin banggakan itu ternyata bandar narkoba. Berkali kali ku ulang lagi bacaan berita ini.
Ke’esokan harinya
Aku kuliah kembali, karna rasa teromaku, hari ini membuat ku tak membawa sekeranjang roti seperti biasa. Aku langsung menuju kelasku dan menyapa bu silvi dan teman teman.
“vey....lu sehari nggak masuk sepi tauk” (celetuh erik)
“biasa aja gitu orang cantik emang selalu ngangeni”
Tiba tiba hp ku bergetar. Kulihat ada pesan singkat dari bu farida (mama kiki) yang bertanya alamat lengkapku.
“vey, ini tante. Mamanya kiki. Tante boleh minta alamat lengkapmu nak?”
“buat apa tante?”
“nggak..ini tante mau bagi nasi kotak untuk orang orang yang dikenal”
“boleh tante, ini alamatnya. Tapi vey lagi nggak dirumah ya. Ini dikampus”
“iya sayang, makasih ya”
“sama sama tante”
(tutup percakapan dari obrolan chat kami)
Lalu aku kembali fokus kepelajaran mata kuliah bu silvi.
Di tempat yang berbeda..
Dengan keberanian, bu farida memberanikan diri menuju kerumah vey, di dampingi sang  ajudan suami, ia melaju ke alamat rumah vey. hanya untuk bertemu kembali dengan mantan suami, ezi dan ibunda pak hendra (mantan mertuanya).
“arif..kamu jangan bilang sama bapak dan kiki kalau kamu temeni ibu kesini. Kamu bisa jaga rahasia saya ya. Seandainya bapak tanya dan kiki tanya bilang saja kerumah teman lama saya “ (ucap bu farida mengancam)
“baik bu”
Sesampai dikediaman rumah vey, bu farida segera turun dari mobilnya. Dengan memakai kacamata hitam ia memandang sebentar ke arah rumah vey. lalu melangkahkan kakinya menuju teras rumah vey. sesampai di depan pintu, dengan pelan bu farida mengetuk pintu sambil mengucap salam. Dengan terbata bata salam itu terucap. Lalu nenek vey menjawab salam tersebut sambil membukakan pintu. Sulit di percaya, siapa yang berdiri dihadapan sang nenek. Segera bu farida membuka kacamatanya. Dan mata sang mertua pun tak berkedip menatap ke arahnya. sang menantu yang dulu tega meninggalkan anak dan cucunya. Perempuan yang telah menggoreskan luka begitu dalam dihatinya. Kini berada di depan matanya. Menyentuh tangannya, dengan derai air mata. Nenek yang masih tak percaya hanya terdiam. Dan tak kuasa menahan air mata luka. Saat itu juga ayah vey yang berada di dapur segera menghampiri. Dan melihat sebuah pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ayah terdiam, memandang ke arah bu farida sambil mengingat luka lama.
“mau apa lagi kamu? Tau dari mana kamu rumah ini? Silakan angkat kaki dari sini”
“mas...aku mau ketemu ezi. Darah dagingku, izinkan aku ketemu ezi, sebentar saja”
Ezi yang saat itu tertidur dikamar tak mengetahui kejadian ini. Suasana di ruang tamu pun masih berlanjut. Tak cukup hanya mencium tangan sang mertua, bu farida segera bersujud meminta maaf di kaki sang mertua.
“ibu...maaf, maafkan aku dan kesalahan ku dimasa lalu” (ucap bu farida dengan berlinang air mata)
“ibu sudah memaafkanmu farida. Ibu tau batin mu dan anak anakmu memang tidak akan pernah terpisah, tapi yang namanya luka sulit untuk dilupakan.
“maafin farida bu..., izinkan aku menebus kesalahanku”
“pergilah dari sini” (usir ayah vey dengan pelan)
“oke aku pergi mas. Tapi satu hal, seburuk buruk diriku, aku tetap ibunya vey dan ezi)
“aku harap kamu nggak akan pernah kembali lagi kesini. Pergilah, dan jangan pernah kembali lagi” (lirih pak hendra dengan nada datar)
“aku tau kesalahanku mas, tapi apakah salah jika aku sebagai ibu tetap ingin bertemu anak anakku”
“anak anak mu?? Setelah kamu tega menelantarkan mereka, kamu bilang anak anak mu?
Tanpa sepatah kata Dengan berat bu farida meninggalkan kediaman vey. ternyata usai pertemuan dirumah sakit lalu membuat hati bu farida ingin menebus kesalahannya. Dan di sisi lain, ternyata ayah vey tidak menceritakan kejadian ini kepada sang ibu (nenek vey) bahwa bu farida adalah ibu tiri kiki. Dimana kiki adalah sahabat karib vey, sang cucu. Ayah vey menganggap bahwa ini tak begitu penting untuk diketahui sang ibu. Justru hanya akan menambah beban pikiran sang ibu yang sudah tu. Ia tak ingin membebaninya.
Sesampai dirumah, kembali bu farida masuk kedalam rumahnya. Dengan air mata yang ia tutupi dengan kacamatanya ia menuju ke kamar. Belum sempat masuk ke kamar sebuah sapaan dari sang suami terlontar
“dari mana ma?
“ya pa...
“mama dari mana?
“oh tadi mama keluar bentar ketemu temen lama pa
“mama itu jangan capek capek. Inget sakit mama.
“iya pa, eh papa tumben cepet pulang hari ini
“iya, papa pengen istrirahat aja ma untuk hari ini. Sekalian nanti sore kita mau ke dokter kan? Mau mencocok kan ginjal pendonor buat ginjal mama.
“iya pa. Papa udah makan?
“belum, papa nunggu mama. Kita makan bareng aja”
“oke, mama ke atas dulu ya. Ke kamar ganti baju”
                                                            ***
Di tempat yang berbeda. Usai kejadian yang terjadi tadi, segera ayah vey menelpon vey.
“vey..kamu dimana?
“vey masih di kampus, kenapa ayah?
“kamu sampe jam berapa di kampus?
“bentar lagi pulang yah. Tapi vey mau ke toko buku dulu. Ada buku yang mau di cari”
“iya kalau sudah, kamu langsunglah pulang”
“baik yah”
Aku menutup telpon dari ayah. Terdengar suara agak panik dari telepon. Sepertinya ada yang ingin ayahku ceritakan. Usai pelajaran hari ini, aku merapikan buku ku kedalam tas. Ku lihat riska menikmati sebotol teh, lalu ia menawarkanku
“mau?? Haus kan?
“boleh” (ucapku sambil menggambil teh botol yang ia minum)
Aku, riska dan kiki sudah terbiasa secangkir dan sepiring bersama. Bagiku mereka sudah seperti saudara. Lebih dari sekedar sahabat.
“nih... thank you” (ucapku sambil mengembalikan botol dalam keadaan kosong)
“wah..gilak lu puasa nih vey? minum udah mirip orang kehausan bener..haha “ (ledek riska)
“belum minum dari pagi”
“wkwkkwk”
“eh gue mau ketoko buku, mau ikut nggak?”
“nggak deh kayaknya, gue ada janji vey sama feri. Sama kriss juga. Katanya ada yang mau dia ceritain gitu ama gue dan feri”
“oh curhat”
“iya...”
“tau tuh galau melulu tuh playboy”
Tiba tiba edo dan erik menghampiri.
“galau kenapa kris? Berantem lagi ama kiki?
“kepo banget sih lu rik” (sahut riska)
“haha... makanya nggak usah pacaran “ (sambung edo sambi mengajak vey Tos)
“oke aku pulang duluan ya... “ (sahut ku)
“vey...lu nggak rindu ama sir rey apa? “ (canda erik)
“haha..jangan gilakk donk ah”  (jawabku)
Lalu melempar mainan ular ke arah erik. Aku tau dia begitu takut dengan hewan melata ini. Ku lihat erik melompat sambil menjerit dengan gaya kemayu nya.
“wkwkkwkwk “
Riska, edo dan aku pun tak sanggup menahan tawa.
“pulang ya... assalamualaikum”
“walaikumsalam”

AKHIRNYA KU MENEMUKANMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang