F i r s t M e e t

346 54 41
                                    

A/n: Sudut pandang beralih menjadi sudut pandang Ben.
-

"Hei, Ben." tampaknya Jane memanggilku. Aku yang memang sedang tiduran di sofa, merubah posisiku menjadi posisi duduk. Tunggu, untuk apa Jane membawa nampan dengan air putih diatasnya.

"Ada apa, Jane?" tanyaku sembari melihat nampan dengan air diatasnya.

"Bisa kau bawakan ini kepada gadis baru itu?" pinta Jane, tanpa basa-basi aku langsung mengambil nampan yang dipegang olehnya. Lagipula aku memang sedang tidak ada kerjaan juga.

"Terimakasih, Ben.." ucap Jane lalu pergi dan tentu saja aku tidak menjawabnya. Aku berjalan menyusuri lorong yang sedikit gelap, dan mulai mencari nama gadis itu.

"[F/n][L/n], pasti yang ini." gumamku, aku pun mengetuk pintunya sambil menunggu balasan darinya. Aku mulai mengetuk untuk kedua kalinya, dan barulah ia menjawab.

"Masuk.."

Suaranya terdengar sangat datar, apakah separah itu? Sebenarnya, aku merasa penasaran, mengapa Slendy merekrut gadis tanpa emosi ini.

"Um, [F/n] kan?" tanyaku membuka percakapan. Ia hanya menatapku dengan tatapan kosong miliknya laly mengangguk.

"Um, ini airnya.." ucapku lalu memberikannya air. Jika dilihat baik-baik tubuhnya tampak berkeringat. Tapi kurasa ruangan ini tidak begitu panas.

"[F/n], apakah kamu demam?" Oh, sh*t! Mengapa aku bertanya seperti itu kepadanya?!

"Tidak, aku bermimpi buruk" jawabnya datar, aku hanya melihatnya meneguk habis air yang berada didalam gelas kaca tersebut. Tunggu, mimpi buruk?

"Mimpi apa?" entah mengapa aku merasa penasaran, kemudian [F/n] kembali menatapku. Dan berkata,

"Aku bermimpi kalau aku membunuh orangtuaku, dan kemudian ditembak oleh seseorang yang tidak kukenali" jujur, suaranya sangat datar! Oh, iya aku melupakan sesuatu yang cukup penting.

"Um.. Tampaknya aku belum memperkenalkan diri." gumamku, lalu aku menatap [F/n] sembari tersenyum ramah. "Hai, namaku Ben." ucapku dan dibalas anggukan dari [F/n].

"[F/n][L/n]" tanpa diberitahu aku sudah tahu namamu. Kemudian, kemudian mendapatkan ide yang sangat cemerlang.

"[F/n] bagaimana kalau aku mengajarimu tentang emosi?" tanyaku. Namun, [F/n] hanya menatapku dengan tatapan tidak mengerti. "Emosi itu apa?" tanyanya, ah aku ingat dia kan emotionless. Jadi, ia tidak tahu apa itu emosi. Jadi, aku menjelaskan semuannya kepada [F/n].

Tok tok tok

"Masuk." ucap [Name] dengan nada datarnya seperti biasa. Lalu, pintu dibuka dan aku bisa melihat Dr. Smiley sedang berdiri di depan pintu.
"Halo, [F/n] aku Dr. Smiley!" ujar Dr. Smiley, tampaknya [F/n] akan diperiksa. Lalu, Dr. Smiley menatapku setelah itu berkata,

"Ben, bisakah kau keluar?" tanya Dr. Smiley. Aku, hanya mengangguk. Namun, sebelum keluar aku bertanya, "Dr. Smiley, apakah emotionless dapat disembuhkan?"

Keheningan, melanda kamar [F/n]. Apakah Dr. Smiley sedang memikirkannya?

"Aku akan menjawabnya jika sudah selesai." jawaban yang kurang memuaskan, yah.. Mungkin aku akan menunggu diluar hingga [F/n] selesai diperiksa.

--

"Emotionless tidak dapat disembuhkan."

Empat kata yang dikeluarkan dari mulut Dr. Smiley sukses membuat harapanku menghilang. Lalu, apa yang harus kulakukan? Dr. Smiley, langsung pergi dari hadapanku sambil membawa koper berisi peralatan kesehatan miliknya.

Aku masuk kedalam kamar [F/n]. Tampaknya, ia sudah menungguku. Lalu, ia menatapku, "Bagaimana?" tanyanya. Aku hanya menunduk, "Tidak bisa.." jawabku lesu. [Name], hanya menghembuskan nafasnya.

"Hey, [F/n] kau dipanggil Slenderman di kantornya.." kata seseorang didepan pintu. Tentu, saja itu membuatku kaget.

"Baik." jawab [F/n] datar lalu berjalan keluar, tunggu apakah ia tahu dimana kantor Slenderman?

"[F/n] mau diantar?" tanyaku lembut, "Tidak, aku sudah ditugaskan untuk mengantar [F/n]." jelas Eyeless Jack, padahal aku bertanya kepada [F/n]. [F/n] berdiri disebelah EJ, lalu EJ mengatakan hal yang membuatku marah,

"Lagipula kau pasti tidak akan dapat menahannya."

"Jangan samakan aku dengan maniak nuttela itu!" teriakku. Karena kesal, aku teleport ke ruang keluarga dan disana terdapat Madness dan Virus yang sedang makan setoples nuttela.

"Yo." sapaku malas. Mad menatapku, lalu tersenyum miring. Aku hanya mendengus karena sangat malas. Jujur, aku sedang malan bermain video game.

"Hey, Ben." panggil Mad.

"What?"

"Guess what?" dia malah bertanya kembali kepadaku, entah mengapa aku ingin memukulnya. "What?! I don't know?"

"I'm gay.." oke, kali ini aku memukul kepalanya dengan bantal sofa karena kesal. "Stop! Aku hanya bercanda!" teriak Mad sambil mengelus kepalanya. Aku mendengus sebal, dan pergi keluar. Kau tahu Mad, leluconmu sangat jelek.

Aku, ingin pergi ke hutan menenangkan sedikit pikiranku. Kapan, aku memiliki teman yang normal?

"Hey.." siapa lagi yang memanggilku?! Aku menoleh ke kanan, kiri, bawah, dan atas, ternyata tidak ada siapapun.

"Aku dibelakangmu.." ucap orang itu, aku berbalik dan menemukan seorang wanita. Rambutnya sangat putih seperti salju, kulitnya sangat pucat, matanya berwarna biru langit dengan tatapan hangat di dalamnya.

"Halo, nak Ben." sebenarnya dia siapa?

--

"Kau harus bergabung dengan kami, jika kamu ingin orangtuamu tetap hidup." jelas Slenderman.

"Tunggu, orang tuaku masih hidup?" tanya gadis bersurai [H/c].

"Iya, mereka akan kami bebaskan jika kau ingin bergabung.. Bagaimana pendapatmu?"

-- TBC --

Jangan lupa untuk menekan tombol bintang dan memberikan komentar jika menyukai cerita ini :)

Maaf, jika masih ada kekurangan :)










EMOTION (Ben Drowned x Reader)Where stories live. Discover now