Mobil

405 46 14
                                    

Tae tidak menunjukkan ekspresi apapun saat mendengar cerita Kim tentang Tee

" Aku jamin, jika kamu tidak cepat bergerak, maka....Top lah yang akan mendapatkan Tee"
" Aku tahu Kim, terima kasih atas bantuannya, sampaikan juga terima kasih pada Copter"

Setelah menepuk pundak Tae beberapa kali, kemudian Kim pergi menuju rumah Copter. Sekarang malam sabtu, saat Tee masih menjadi tetangganya, jika tidak keluar rumah bersama Ibu dan Ayahnya, Tee akan bermain piano, dan Tae akan duduk di jendela kamarnya, mendengarkan permainan piano Tee.

Sekarang tidak ada lagi suara piano, atau teriakan Tee yang biasanya terdengar. Tae merasa kesepian. Ia akhirnya mengambil sepatu larinya. Ia perlu memikirkan bagaimana caranya mendekati Tee

Tanpa disadari Tae berlari ke arah rumah baru Tee, ya sebenarnya jarak rumah Tee yang baru dan yang lama tidak terlalu jauh, hanya 10 kilo. Dan lari 10 km bukanlah hal yang sulit dilakukan oleh Tae. Ia memperlambat larinya, tidak lebih tepatnya berhenti berlari dan berjalan saat ia sampai di dekat rumah Tee. Sayup- sayup, Ia bisa mendengar suara yang sudah lama tidak ia dengar, suara permainan piano Tee.

Ia tahu lagu yang Tee mainkan, ia merasa bersalah karena selama ini telah menyakiti perasaan Tee.

“ Maaf” gumamnya

*

Minggu ini adalah minggu terakhir bimbingan belajar diadakan, 3 hari kemudian simulasi Ujian akan diadakan, dan dua minggu setelahnya Ujian masuk yang sebenarnya akan dilakukan. Sebagai salah satu kampus yang banyak peminatnya, Kasetsart membuka ujian lebih dulu dibandingkan dengan kampus lain, bahkan lebih dulu daripada Ujian kelulusan sekolah sendiri.

Tae sedang mencari cara bagaimana ia bisa mendekati Tee.

Tee terlihat sangat berkonsentrasi dengan lembar latihannya. Ada beberapa kerutan di dahinya. Tae yang diam- diam memperhatikan Tee dari sebarang ruangan sambil tersenyum tiba- tiba menampakkan muka tidak suka. Iya, karena ada Top.

Top tiba- tiba datang dan menghimpit kedua pipi Tee dengan tangannya dari belakang, yang dibalas dengan pukulan di bahu Top. Mereka terlihat menutup mulut dan menahan tawa mereka, ya bagaimana pun mereka ada di perpustakaan dan tidak seharusnya berisik.
Tee kemudian terlihat menunjuk ke lembaran yang ada di hadapannya, dan Top segara duduk dan memegang pensil, menuliskan sesuatu disana, dan Tee terlihat sangat bahagia. Sepertinya Top berhasil memecahkan pertanyaan yang sulit untuk Tee jawab.

Tae merasa iri, ia ingat beberapa waktu lalu saat ia membantu Tee memecahkan soal matematika, Tee akan terkagum- kagum dan memperhatikan dengan serius setiap Tae menerangkan padanya mengenai rumus dan formula apa yang harus ia gunakan untuk soal tersebut. Tee bisa dengan cepat mengerti apa yang Tae jelaskan. Tee akan berterima kasih dan memberikan pujian untuk nya.

“ Baiklah Tae, mari kita coba lagi nanti sore” gumamnya sebelum bangkit dari tempat duduknya

Waktu menunjukkan pukul 4 sore, dan Tee masih pada posisi yang sama pada saat Tae meninggalkannya tadi pagi. Kali ini tidak ada Top, Ya, setiap hari selasa, Top harus mengikuti kegiatan Klub, jadi Tae memiliki kesempatan untuk mendekati Tee.

Tae mengetuk- ngetuk meja Tee. Tee yang merasa tidak asing dengan pola ketukan meja itu pun mengalihkan pandangannya dari tumpukan soal di hadapannya. Orang itu menggunakan pola kode morse saat mengetuk- ngetuk mejanya tadi, yeah, begitu mudah untuk seorang anggota pramuka seperti Tee untuk memahami kode morse.  

Ia sangat terkejut, karena yang berdiri dihadapannya itu adalah Tae, seorang yang mati- matian ia hindari. Kenapa ia harus menggunakan pola kode morse saat mengetuk- ngetuk mejanya tadi, terlebih pesan yang disampaikannya tadi adalah permintaan maaf.

Rasanya saat ini Tee ingin menguasai ilmu menghilangkan diri atau memiliki jubah menghilang Harry Potter. Tee berusaha sekuat tenaga agar tetap tenang, dan memandang Tae dengan biasa.

" Bolehkah aku duduk disini?" ucap Tae

Tee hanya mengangguk dan kembali fokus ke tumpukan kertas di hadapannya. Tae melipat tangannya di meja dan memperhatikan Tee. Membiarkan suara goresan pensil Tee mengisi kesunyian diantara mereka.

" Aku minta maaf" ucap Tae dengan suara yang sangat kecil, seperti sebuah bisikan

" Kenapa harus minta maaf? P' Tidak pernah berbuat salah padaku" Tae terkejut, Tee masih bisa mendengar suaranya

" Soal buku catatan ku...Maaf seharusnya aku memberikan nya pada.." Belum selesai Tae berbicara Tee sudah memotongnya " Ada orang lain yang lebih membutuhkan buku P' daripada aku..." Tee mengecek jam tangannya " Sudah sore, aku harus segera pulang"

Tee kemudian membereskan semua barang bawannya secepat kilat dan meninggalkan Tae

Tae mengacak rambutnya frustasi. Tae tidak tahu kalau sangatlah susah menghadapi sikap dingin Tee. sesuatu yang sebelumnya ia belum pernah rasakan. Tae buru- buru berlari dan menyusul Tee.

" Kita bisa pulang bersama" ucap Tae
" Terima kasih, tapi aku bisa pulang sendiri"
" Ayolah, pulang bersama ku ya? Kamu lihat sangat banyak orang yang mengantri bis hari ini" ucap Tae lagi sambil menunjuk ke arah halte bis

Belom sempat Tee menjawab, Tae sudah menarik tangannya dan masuk ke dalam Mobil.  

Tee hanya bisa pasrah, ia sudah terlalu lelah hari ini, semua tenaganya terkuras untuk belajar.

Saat melewati lingkungan Tee tinggal dulu, Tae memperlampat laju mobilnya

" Kamu ingat tidak, kamu pernah menangis karena P' New tidak mengajak mu main bola"

Tee hanya memutar bola matanya malas

" Dulu Kamu sangat senang lewat sini karena bisa menyapa anak anjing milik P'Pan..."
" Kamu akan berhenti dan memberikan makanan pada kucing yang biasanya diam di belokan depan"
" Ingat waktu aku menyuruhmu membawakan tas ku saat pulang sekolah karena Merk tas kita sama?"

Tae terkekeh, Tee membenci situasi ini

Tee ingat betul semua kejadian yang Tae ucapkan. Disisi lain, Tee tidak menyangka Tae akan mengingat semua kejadian itu, waktu Sekolah Menengah Pertama, Tae selalu berjalan di depan Tee saat pulang sekolah.  Walaupun tidak pernah benar- benar berjalan beriringan dengan Tae, Tee merasa senang, Ia bisa menghabiskan dan memperhatikan orang ia sukai.
" Kenapa dulu kita tidak pernah berjalan bersama saat pulang sekolah?" ucap Tae lagi

Tee merasa dadanya sesak, matanya terasa panas.

Ia tidak ingin mengingat masa- masa itu lagi, dimana Tee banyak membuang waktunya untuk Tae, untuk orang yang sama sekali tidak pernah menyadari adanya bayangannya sekalipun.

Tee menarik nafas dalam- dalam.

" Itu karena P' selalu ada di depan ku, P’terlalu sulit untuk aku kejar, P' tidak pernah berhenti walaupun sebentar, atau memperlambat langkah P' sehingga aku bisa menyamakan langkah atau menyusul P' "

Tee tidak tahu darimana ia memiliki keberanian untuk mengatakan itu pada Tae, tapi setidaknya Ia lega, Tae bisa mengetahui apa yang Tee rasakan sekarang.

“ P' tidak pernah ada dalam jangakauan ku”

In The BackyardWhere stories live. Discover now