encode

342 25 2
                                    


Fiuuuuh, aneh
seharusya cerita ini sudah selesai, tapi ternyata chapter terakhirnya terhapus sendiri dan saat aku tahu kalau part teakhirnya menghilang aku sendiri sejujurnya sudah lupa sama jalan cerita akhirnya.
Tapi aku akan coba tulis ulang, dan semoga masih sama atau bisa lebih baik lagi dari yang kemarin aku tulis. Aku akan bagi jadi 2 chapter, jadi aku masih punya hutang satu chapter lagi sebagai epilog :D

Terima kasih untuk yang sudah baca cerita ini.



*

Tae kembali memacu mobilnya ke rumah Tee, dia bahkan tidak memperdulikan teriakan Ibunya yang ternyata sudah ada di rumah.

Dadanya masih bergemuruh, ia menghembuskan nafas panjangnya.
Saat ketukan ketiga, Ibu Tee membukakan pintu untuk Tae.

" Tae? belum ada 30 menit tapi kamu sudah kembali lagi" ucap ibu Tee sambil menggelengkan kepalanya
" Ada sesuatu yang harus aku ambil tadi, bolehkah aku menemui Tee"

Ibunda Tee hanya mengangguk, memberikan tanda kalau Tae diperbolehkan masuk. Tae pun bergegas menaiki anak tangga dan berhenti di depan kamar Tee. Rasanya untuk mengetuk pintu saja sangat susah, hingga akhirnya ia memberanikan diri, menguji keberuntungan diri sendiri. Ia kemudian berjongkok dan menyandarkan kepalanya di pintu kamar Tee.

" Ada sebuah kisah tentang seorang pemuda yang jatuh cinta pada seorang gadis bisu. Sang pemuda menunjukkan rasa sukanya pada sang gadis, tapi ia tidak pernah mengungkapkannya pada sang gadis. Ia awalnya bertanya kenapa sang gadis tidak pernah berbicara padanya, padahal ia sangat yakin kalau sang gadis juga menyukainya" 

Tae menghela nafasya berat.

" Hingga suatu saat sang pemuda pun berhenti mempertanyakan kenapa sang gadis tidak berbicara padanya, sang pemuda tidak perduli lagi jikalau gadis itu tidak mau berbicara padanya, ia merasa takut jika ia terus mengusik gadis itu untuk membuka suara, akhirnyaa sang gadis akan membencinya dan meninggalkannya. Baginya yang terpenting adalah mereka bisa menunjukkan perhatiannya pada satu sama lain tanpa harus mengucapkan sepatah kata."

" Hingga suatu hari, sang pemuda harus pergi meninggalkan kota itu, sang pemuda yang selama ini tidak pernha bertukar kata dengan sang gadis akhirnya memberanikan dirinya untuk menyapa gadis itu untuk yang terakhir kalinya. Namun gadis itu masih saja diam, sang pemuda pun akhirnya pergi dengan hati yang luka, dan meninggalkan sang gadis dengan pesan yang tidak pernah tersampaikan"

" Tee..." Tae memanggil Tee, namun tidak ada respon dari Tee, Tae pun kembali melanjutkan ceritanya

" Beberapa bulan kemudian, sang pemuda menerima sebuah panggilan, tapi sang penelepon tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun, kejadian itu terulang selama satu minggu. Di hari ke delapan, sang pemuda berkata, jika sang gadis adalah orang yang meneleponnya, gadis itu bisa mengetuk 2 kali sebagai jawaban ia, dan 1 kali untuk tidak. Dan ternyata yang menelpon pemuda itu adalah sang gadis. Tidak ada percakapan lebih jauh antara mereka. Dan itu adalah satu- satunya percapakan yang mereka berdua miliki"

" Ia tahu sang gadis bisu. rasa salah menyelimuti pemuda itu, karena ia tidak pernah berusaha membangun komunikasi dengan sang gadis, dan mencari cara agar mereka bisa berkomunikasi. Diapun kehilangan gadis yang ia cintai"

Tae mengelus pintu kamar Tee seakan yang ada di hadapannya adalah Tee " Tee...." ucapnya lirih " Aku tidak mau berakhir seperti pemuda itu"

Tee yang sedari tadi mendengarkan perkataan Tee kembali mengusap air matanya yang meleleh.

" Aku tidak mau kehilangan orang yang aku sayangi hanya karena ketakutan ku. Aku akui aku sangat pengecut. Aku sudah mempermainkan mu, aku tidak mau jadi seperti pemuda itu, tapi aku melakukan apa yang dia lakukan, Aku melakukan pembiaran"

" Aku kini mengerti kenapa sang gadis itu merespon sang pemuda, ia hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan pilihan dan cara bagaimana agar sang gadis mau mengatakan sesuatu padanya, ia hanya fokus dengan apa yang ia bisa lakukan tanpa memikiran apa yang harus orang lain korbankan agar bisa melakukan sesuatu dengan cara sang pemuda"

" Aku menunjukkan rasa sayangku dengan cara ku, tanpa memperdulikan apakah kamu bisa menerima dan mengerti apa yang coba aku sampaikan"

" Aku fikir setelah ibuku memberitahu mu mengenai bagaimana aku bersikap, kamu bisa langsung memahamiku" ucap Tae lagi

Tee pun akhirnya membuka kan pintunya untuk Tae. 

Tee menghela nafasnya, ia pun akhirnya membuka suara " Kamu punya banyak hal yang harus dijelaskan padaku"

*

flashback

Tepat setelah Tizzy meninggalkan meja Ram, Ben, August, dan Tae sambil membawa buku catatan Tae, sejujurnya hanya tinggal buku ekonomi Ram saja yang tertinggal disana. 

" Aku menunggu seorang yang akan menukarkan benda kesayangannya dengan buku ini" ucap Ram pada temen- temannya yang lain.

Ucapan Ram itu hanya dibalas anggukan oleh teman- temannya.

" Ai Tae, ngomong- ngomong kenapa kamu malah memberikan bukumu pada Tizzy?" tanya August penasaran
" Memangnya kenapa jika aku memberikan buku ku padanya?" tanya Tae balik
" Au aku kira kau akan memberikannya pada Tee, nong tetanggamu yang manis itu. Aku tidak sengaja mendengar percakapan mu dengan dia saat kita menemui Nancy kemarin" sahut August
" Ayolahitu hanya sebuah buku" kilah Tae
Ben yang mendengar ucapan Tae terkekeh " Bagimu itu hanya sebuah buku Ai Tae, tapi mungkin tidak untuknya. Kamu tahu kan dia menyukai mu?"
Belum sempat Tee menjawab, Ram kembali membuka mulutnya " Dan saat kau menyukai seseorang kamu tentunya ingin membagikan sesuatu yang personal dengan orang yang kamu sukai kan. Berbagi kepingan dirimu pada orang yang kamu sayang"

Tae lagi- lagi hanya diam

" Ah sudahlah, orang yang hatinya dingin seperti mu tidak akan mengerti" kelakar Ram " Ah tapi omong- omong soal Tee, aku merasa dia sempat datang ke meja kita"

Tae dan August mengerutkan dahi mereka

" Aaaah, aku rasa hanya aku saja yang merasa seperti itu. Saat aku dan Ram membeli minuman aku sempat memperatikan meja kita dari booth bibi penjual minuman itu. Aku seperti melihat Tee, tapi kemudia dia menghilang" Ben menambahi keterangan Ram

Pada saat mereka akan menginggalkan meja mereka, Tae melihat sebuah amplop berwarna cokelat bertuliskan Tae Darvid, beserta sebuah badge di samping wadah permen. Ia pun langsung meraih dan memasukan kedua benda itu ke tasnya, dan bergegas menyusul teman- temannya.

Setelah ia mandi dan beranti pakaian, ia teringat dengan surat dan badge yang ia dapatkan. Ia pun mengambil da benda itu dan membukanya.

Alis Tae berkerut karena isi dari amplop yang ia terima hanyalah kertas yang bertulikan titik- titik danh garis yang ia tidak tau artinya apa, kemudia ia memperhatikan badge yang bertuliskan " best leader" itu. Ia tidak mengetauhi apa maksud semua ini. Andai saja ia mengetahui siapa pengirim kedua benda itu padanya, pastinya ia sudah menanyakannya pada orang tersebut.

Tidak tahu mengapa tapi ia terpikirkan ucapan Ram dan Ben tentang Tee.

" Tee kan anggota pramuka..." gumamnya, ia pun kembali memperhatikan surat yang ia terima " bukankah anak pramuka diajarkan untuk berkomunikasi menggunaka kode?' pikirnya. Ia pun mulai mencari tahu tentang kode- kode yang harus dikuasai oleh anak pramuka, dan menemukan titik terang.

" Got you!" ucapnya lagi

In The BackyardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang