Eskalasi

16 1 0
                                    

Bintang terbentang sejauh mata memandang. Bila rintang menghadang takkan mundur langkah walaupun sejengkal. Terdengar mudah tapi sulit dilakukan bila kau pikir dengan menggunakan akal. Cikal bakal dari semua ini adalah medan terjal tak berpandu kepastian yang dangkal.

Terpal tebal digelar diatas kepala kami malam itu. Hujan mengguyur, semangat itu sempat luntur, tapi hati terasa begitu tentram. Dalam sepersekian detik kami serentak menutup mata, kilat itu. Kami geram, karena entah dari mana kami mendapatkan ini, tapi kami selalu takut digertak oleh cahaya itu.

Hidup bagaikan kisah dongeng. Hanya saja, ini nyata dan kami pemeran utamanya. Aku tertawa kecil. Kalau begitu, semua orang memiliki versi dongeng mereka masing-masing. Tidak hanya itu, mereka memiliki kemampuan untuk melakukan apapun terhadap cerita mereka. Bila ingin sesuatu yang instan, datang saja ke penyihir. Bila kau baik, ibu peri akan mendatangimu. Bila kau putri, pangeranmu mungkin sekarang sedang berjuang mati-matian menjemputmu. Bila kau si laki-laki miskin buruk rupa di ceritamu, maka mungkin Shrek bisa jadi referensimu.

Pemikiran kacau. Suara parau. Rapalan dari mulut yang meracau. Buka Twitter, aku ingin berkicau:

"Kau adalah energi terbias yang pernah aku rasakan. Kau adalah perasaan terbuas yang tak dapat kukendalikan. Tapi, aku malah inginkan adanya eskalasi-mu disetiap jengkal ingatan."

Tidak ada alasan untuk keterbatasan. Hanya kuatnya keinginan yang mengukur seberapa besar kepantasan. Perjuangan tidak hanya hari ini. Konsistensi bermain peran kini hingga nanti.

What a shame!

Orang-orang yang mengemis dijalanan, tidak ada bedanya dengan koruptor di negara ini. Mereka sama-sama hina. Aku dengar ada suara dikepalaku yang menegasi pendapatku, mereka menyorakiku dengan sombong. Padahal, kesombongan adalah ciri terdangkal untuk menampilkan kebodohan.

Siapa yang peduli? Yang kutahu, lebih baik jadi kuli tapi memaksimalkan usaha dan potensi, daripada merendahkan diri.

Ginjalmu saja harganya puluhan juta. Jantungmu saja ratusan juta. Hal-hal yang tak ternilai, dihargai manusia dengan uang. Lalu, kenapa harga dirimu sia-sia kau buang?

Gerimis perlahan berhenti. Pikiran-pikiran itu perlahan menghilang, malu menunjukkan diri. Mereka pamit, lalu kudengar sebuah pertanyaan: bila kebencian yang terpendam dapat menghasilkan dendam, lalu sebesar apakah kekuatan yang dihasilkan atas kemauan yang teramat sangat untuk menjadi lebih baik lagi?

Pertanyaan itu, kutanyakan pada diriku seiring malam memekat.

***

Scrabble, Eskalasi. 9 Januari 2019. 15:42 WIB.

Hak cipta dilindungi.

ScrabbleWhere stories live. Discover now