"DIJUAL! Bayangin aja, DIJUAL, Gem!" seru Shane berapi-api.
Gemma yang duduk di sebelahnya sementara kakinya sedang di-pedicure hanya bisa tertawa terbahak-bahak.
"Emang bener-bener ya si Tepung Cakra, tuh. Ngambek, jual! Gak pake ngomong-ngomong dulu. Kebiasaan! Dia tuh kenapa, sih? Kehabisan duit? Jual butuh?" tambah Shane masih dengan nada emosi tegangan tinggi. Tangannya bergerak-gerak menyulitkan Mbak yang sedang memijat jari-jarinya.
Tawa Gemma semakin kencang. "Ya kali Pramudya keabisan duit. Asal loe tau, Shane. Tahun lalu, laba bersih di kantor gue dan keuntungan sendiri buat si Cakra udah cukup untuk beliin loe rumah kayak gitu tiga biji. Belum kalau ditambah usaha-usaha lainnya. Saham dia di kantor gue kan cuma 35%."
Shane mendengkus kencang. "Belum lihat laporan harta. Belum dikasih tau juga," semburnya.
"Dikasih jatah berapa loe tiap bulan? Ngambek sana kalau cuma dikirimin 200 juta," ledek Gemma.
Shane diam seribu bahasa. Rasanya agak segan mengaku ke Gemma kalau Cakra mengirimkan uang jauh lebih banyak dari nominal yang disebut Gemma setiap bulannya.
"Trus, sekarang loe ngambek gara-gara rumah dijual?" ledek Gemma lagi.
"Gak sempet ngambek, udah keburu syok. Lagipula rasanya sia-sia tenaga kalau gue harus berantem gara-gara rumah lagi. Udah males lah gue. Maunya tuh tenang-tenang aja sampai lahiran nanti."
Masih tertawa, Gemma berusaha mengalihkan pembicaraan. "Mau baby shower di mana? Apartemen loe gak akan muat kan."
"Kayaknya ke rumah Mama Maya. Udah excited banget Mama sama calon cucunya," jawab Shane.
Kehadiran calon cucu membuat hubungan Shane dan mertuanya semakin dekat. Setidaknya mama akan sering-sering menelepon, sekedar mengecek keadaannya. Kadang mengirimkan makanan atau meminta Shane untuk menginap walau sebetulnya Shane agak segan. Namun, berdasarkan saran yang mereka dapat sepanjang konsultasi, dia dan Cakra jadi menyempatkan diri untuk berkunjung minimal sebulan dua kali.
Hari ini sebetulnya adalah jadwal Shane dan Cakra untuk berkunjung. Tapi, sayang saja Cakra ada kesibukan mendadak sampai sore hari. Itu sebabnya Shane memanggil Gemma untuk menemani. Saat datang, Gemma malah mengajak dia pergi perawatan. Shane pasrah saja diajak meni-pedi sekaligus hair spa. Sepertinya bagus untuk mengurangi pegal dan pusing yang masih sering menyapa.
Shane pulang bersama supirnya setelah mengantar Gemma pulang ke rumahnya. Cakra membuat keputusan yang tidak bisa diganggu gugat soal siapa yang mengantar Shane ke mana-mana sejak dia hamil. Cakra menyediakan supir yang harus stand by saat dia pergi bekerja. Dan kali ini Shane tak punya alasan lagi untuk membantah karena dia sendiri tak diizinkan menyetir lagi.
Ketika Shane membuka pintu apartemen, ternyata Cakra sudah tiba duluan.
"Kok kamu gak bilang kalau udah pulang?" tegur Shane setelah mengecup pipinya.
"Belum lama, kok. Baru aku mau telepon kamu."
Shane bergegas ke dapur, menyiapkan teh hangat. Saat dia membawakan cangkir teh ke Cakra yang duduk di ruang keluarga dan sedang sibuk dengan ponselnya, dia malah dimarahi. "Kamu, tuh, kenapa repot-repot? Aku lihat kamu jalan aja kayaknya udah susah banget!"
Bibir Shane mencebik tak terima. "Iya emang, aku sama baby whale gak ada bedanya."
Memasuki trimester akhir, berat badannya memang membengkak sampai ke tahap Shane malas menimbang badan kecuali pada saat pemeriksaan ke dokter kandungan.
Tidak ada satu pun celana yang dimilikinya bisa muat. Bahkan legging hamil ukuran S yang dia beli di awal kehamilan sudah tidak sanggup lagi untuk menampung pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Kaki Langit
RomanceShane berpikir jatuh cinta hanya akan terjadi satu kali, menikah hanya satu kali. Namun, saat dia memutuskan untuk menikah dengan sahabat baiknya, tampaknya pikiran 'serba sekali seumur hidup' harus dia pertimbangkan ulang. Cakra tak percaya cinta...