6. Jealousy Singto

4.5K 469 72
                                    

Singto sempat mendengar pembicaraan Krist dengan Tay kemarin, ia kemudian bertanya. “Apa Tay akan mengikuti pertandingan besok?”

Singto mengetuk jarinya di meja. Melihat New penuh tanya. “Sepertinya iya.” Jawab New. Bagaimana Singto tahu?

“Jangan bilang kau juga ingin ikut?” New menatap Singto curiga.

Singto mengangkat bahunya, tak menjawab.

“Kalian seharusnya tahu. Bahwa kita tidak boleh ikut serta! Bagaimana jika kekurangan anggota pengurus?” New berdiri bersedekap di depan Singto.

Singto melirik kumpulan orang di pojok ruangan tersebut. “Mereka masih ada banyak!” Singto menunjuk dengan dagunya.

New hanya menghela nafas pasrah.

***

Krist membuka lembar perlembar halaman buku. Beberapa kali ia menguap lebar. Melirik jam yang bertengger didinding sekilas, kemudian kembali membaca tiap halaman dan mengetik dilaptopnya. Meskipun Singto sangat menyebalkan hingga menciumnya paksa, Krist masih ingat akan tugas yang diberikan Singto. Tidak ingin Singto memberikan Hukuman yang lebih berat dari ini.

“Sedang apa?” Sebuah suara mengejutkan Krist. Ia nyaris terjatuh dari kursinya jika tidak berpegangan pada meja belajarnya. Pria itu tanpa mengetuk pintu dan masuk begitu saja ke kamarnya. Oh sepertinya Krist harus membangun benteng pertahanan yang lebih kuat.

“P-phi? Sed-dang Ap-a?” Krist dengan mencicit takut mengintip wajah kakaknya. Matanya datar dan gelap. Astaga. Apakah pria ini tidak memiliki ekspresi? Mungkin sedang dalam suasana buruk.

“Memberimu ini..” Pria itu menaruh segelas susu putih hangat di meja belajar Krist. “Minumlah. Kau terlihat semakin kurus!”

Krist mengangguk patuh. Ia menahan jantungnya yang berdetak nakal. Sama sekali tak berani menatap mata kakaknya. Pipinya mendadak bersemu kemerahan mengingat moment ajaibnya. “T-terima kasih phi!” Krist menunduk dalam.

Ia bisa melihat bahwa kakaknya mengangguk, berjalan keluar kamar. Kemudian tiba-tiba berbalik. “Apa kau suka kue stoberi?”

“Tentu saja!” Krist menjawab dengan lancar. Sebuah kata terlontar begitu spontan ketika kue kesukaannya disebut. Krist melihat kakaknya sedang tersenyum miring. Krist menjadi malu dan menggaruk belakang kepalanya.

“Aku akan kembali untuk membawakannya. Em, besok kau jangan ikut pertandingan basket!”

Krist hanya mengerjapkan matanya sembari memperhatikan punggung lebar kakaknya yang tertelan pintu.

***

Krist berjalan menuju ruang kelasnya dengan berbagai pikiran yang berkecamuk. Kemarin Singto menciumnya dengan paksa. Memagutnya kasar hingga bibir Krist membengkak. Krist lagi-lagi tidak tahu apa alasan Singto melakukan itu. Bagaimana bisa Singto berkata jika ciuman itu berasal dari tindakan yang tanpa alasan? Lalu, bagaimana bisa Singto berkata tidak suka, jika melihat Krist berdekatan dengan orang lain?

Jantung Krist berdentam ngilu. Apa maksudnya ini? Jelas pasti ada alasannya, bukan.

Krist duduk dibangkunya, pandangannya lurus menghadap papan berwana putih di depan kelasnya, pandangannya kosong. Pikirannya pergi melayang tidak pada tempatnya.

Chimon datang dengan wajah cerah bak matahari yang hari ini sedang baik hati menyinari bumi. Yah, semoga hari ini cerah tanpa ada awan mendung. “Hei!” Chimon menyapa Krist, ia duduk manis di samping Krist yang kini hanya diam tak merespon.

Chimon hanya melirik Krist sekilas kemudian bercerita panjang lebar jika hari ini ada pertandingan bola basket antar kelas yang diadakan oleh kepala sekolah. Bercerita dengan bangga bahwa Boom akan ikut masuk kedalam tim basket kelasnya. Chimon bersyukur ia tidak jadi mengerjakan tugas matematikanya dan dapat memotret laki-laki tampan di pertandingan nanti.

[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil SeniorWhere stories live. Discover now