13. What's Wrong

3K 360 50
                                    

Singto diam-diam tersenyum. Mengingat kenangan pada saat ia baru menjadi wakil komite disiplin siswa dengan Pang sebagai ketuanya. Singto ingat, ia sedang menjadi panitia orientasi siswa baru. Pada saat itu ia merasa tidak asing dengan sosok berkulit putih dengan mata bulatnya. Singto mengernyitkan dahi, mencoba mengingat sosok bermata bulat tersebut. Mungkin saja Singto pernah bertemu dengannya.

Ia tetap mencoba mengingat, hingga tanpa sadar mata tajamnya terus mengamati sosok bermata bulat terebut hingga matanya menangkap name tag yang mengalung dileher putihnya. Singto membaca nama tersebut dari dalam hati beberapa kali sembari bertanya dalam diam. Benar-benar merasa terusik, hingga suara Pang mengejutkan Singto untuk menyuruhnya memperkenalkan diri pada siswa baru.

“Jadi, kalian bersaudara?”

New meletakkan kaleng soda di depan meja Singto. Suka tidak suka manik tajamnya mengalihkan pandangan ke pria yang berdiri dihadapannya tersebut. “Ya?”

New menaikkan sebelah alisnya. “Apa kau sadar? Sejak tadi kau melamun! Mengabaikanku!”

Singto batuk beberapa kali, mencoba mencairkan suasana. Sadar bahwa ia sejak tadi sedang melamun. Ia tertawa dalam hati, lucu sekali.

“Ya? Maaf aku sedang tidak fokus.”

“Jadi, kalian bersaudara?” kali ini New mencari jawaban dari dalam mata Singto. Mereka saling bertatapan.

***

Chimon duduk diam di halaman belakang sekolah. Menatap kosong pada rumput yang ia lihat dibawahnya. Rasanya sangat kecewa. Hatinya seperti membengkak, sakit. Ingin sekali ia cabuti rumput tidak bersalah tersebut.

Rumput - rumput itu bergerak manja mengikuti arah angin yang bertiup pelan. Terlihat semakin mengejek Chimon. Jika ia tidak menghargai kerja keras tukang kebun sekolahnya, mungkin ia sudah menginjak - injak dan mencabuti rumput kecil yang sama sekali tidak bersalah tersebut.

Ia menarik nafas dalam - dalam sembari mendongak melihat awan yang berjalan diatasnya.

Sebuah kaleng soda dingin menyentuh pipinya. Ia terkejut, kemudian mendongak melihat pelakunya. Chimon kembali berbalik menghadap kedepan, lalu menyilangkan tangan didepan dada.

"Hei.."

"..."

"Chimon.."

Chimon dapat merasakan orang tersebut duduk disampingnya. "Bagaimana kabarmu?"

"Kau kemana saja selama ini, hah?" Ucap Chimon dingin. Ia kecewa, sungguh. Apakah keberadaan Chimon selama ini tidak pernah dianggap?

"Aku disini. Ak-"

"Kemana saja kau selama ini? Kau menghilang semenjak paman dan bibi meninggalkan rumah untuk selamanya." Mungkin ini pertama kalinya Chimon bereaksi seperti sekarang. Wajahnya sangat serius. Datar. Tidak seperti Chimon yang selalu berada disamping Krist.

Lawan bicaranya hanya terdiam. Membiarkan Chimon mengutarakan perasaannya.

"Apa kau sudah melupakanku, phi Singto?"

Chimon melihat Singto dengan tajam. Mereka saling bertatapan. Singto dapat melihat mata Chimon yang mengutarakan kekecewaan terhadapnya. Membuat Singto merasa bersalah. Lidahnya menjadi keluh.

"Tidak." Jawab Singto lirih. "Tidak. Bukan. Bukan seperti itu." Ulangnya.

"Lalu apa? Sekarang kau tinggal dimana? Aku selama ini mencuri - curi kabarmu. Meski kita satu sekolah tapi aku sangat sulit menjangkaumu. Kau semakin sulit aku jangkau semenjak saat itu." Mata Chimon berair. Ia mengerjapkan matanya pelan, berusaha agar air matanya tidak jatuh.

[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil SeniorWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu