9. Dreaming 21+ (2)

5.7K 442 65
                                    

Be aware! MATURE content!⚠️

Singto mengurung diri didalam kamarnya. Ia duduk dilantai, bersandar pada kaki ranjang dengan menekuk kedua kakinya. Mata tajamnya kini terlihat senduh. Menatap langit-langit kamar dengan kosong. Singto merasa hidupnya hancur begitu saja didalam genggamannya. Singto ingin berteriak. Berteriak marah dengan segala umpatan dan permohonan.

Kenapa tuhan tidak adil kepadanya? Kenapa tuhan mengambil orang yang paling ia sayangi di dunia ini? Kenapa tuhan begitu jahat menghancurkan dunia Singto? Sungguh, Singto tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia menarik kasar rambut hitamnya yang tak bersalah. Meremas kuat kepalanya.

Singto merasa bodoh dengan surat yang kedua orang tuanya tinggalkan untuknya. Singto masih berumur 17tahun! Apa orang tuanya sengaja bunuh diri hingga membuat jalan cerita seperti ini untuknya?

"ARGHHHHHHHHHHH!!"

Singto meremas kuat kepalanya. Singto benci dengan ini semua. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apa Singto harus melakukan yang kedua orang tuanya inginkan? Singto masih mudah! Jika Singto menolaknya, ia akan menyesal seumur hidupnya karena mengabaikan keinginan terkahir orang tuanya. Singto juga masih terlalu mudah mengurus perusahaan besar milik ayahnya. Singto yang masih mudah belum dapat mengelola emosinya dengan baik, karena emosinya belum stabil, hal itu akan sangat mempengaruhi perusahaan.

Singto menunduk, melihat foto kedua orang tuanya yang sedang tersenyum. Tanpa sadar, Singto menangis. Lagi - lagi Singto menangis. Tidak kuat melihat potret orang tuanya yang tersenyum, seakan Singto masih melihatnya dalam bentuk visual yang nyata dihadapannya. Singto tidak ingin membuat senyum kedua orang tuanya luntur dan berbalik memasang wajah kecewa.

Pandangan Singto kabur oleh air mata yang semakin banyak mengalir, hingga menutupi arah pandangnya. Kepalanya terasa berat. Tak lama, mata tajam yang membengkak itu tertutup secara perlahan. Singto tertidur.

Pintu kamar Singto terbuka. Krist diam-diam memasuki kamar Singto dengan kunci duplikasi dari kepala pelayan rumahnya. Hati Krist berdenyut sakit melihat Singto yang duduk di lantai dengan mendekap foto kedua orang tuanya.

Krist mengusap wajah Singto yang basah oleh air mata. Krist memandang lekat wajah Singto. Krist terisak pelan. Kenapa Krist dan Singto dipertemukan disaat semua sudah berubah? Krist merasa dunianya runtuh dalam sekejap mata. Krist bisa mengerti bagimana posisi Singto saat ini. Krist melingkarkan tangannya ke lengan milik Singto. Kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu kokoh milik Singto. Tangan kirinya menepuk pelan lengan Singto beberapa kali.

"Mari kita jalani alur permainan ini."

Krist menghembuskan nafasnya kasar.


***


Mata bulatnya menatap pria didepannya tanpa berkedip sedikitpun, sorot matanya menantang, tapi mata bulat itu tidak bisa berbohong, ada sedikit ketakutan disana. Pria didepannya itu tersenyum miring, sembari menghimpit jarak diantara mereka. Krist terus berjalan mundur secara perlahan tanpa melepaskan tatapannya.

Pria itu mengangkat kedua alisnya, mengejek. Jangan lupakan bibirnya yang sejak tadi tersenyum miring, dan mata tajamnya itu juga tidak pernah lepas dari mata bulat Krist.

"Apa yang kau mau, hah? Kenapa kau tiba-tiba berada disini? Ba-bagaimana bisa.." Krist mencoba sebisa mungkin agar suaranya tidak terdengar bergetar.

Sial! Kaki Krist sudah mencapai kaki ranjangnya. Ia tidak bisa bergerak kebelakang lagi. Pria didepannya semakin menunjukkan wajah kemenangan. Pria itu tersenyum, kali ini bukan senyuman menyeringai. Tapi tetap saja membuat tubuh Krist merinding.

[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil SeniorWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu