sembilan // kebetulan

2K 448 13
                                    

Kukira peristiwa ban bocor adalah awal dari segalanya, namun ternyata aku salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kukira peristiwa ban bocor adalah awal dari segalanya, namun ternyata aku salah. Kalau dipikir lagi, pertemuan klublah akar dari segala kejadian yang tidak pernah gagal membuatku bertanya-tanya. Maksudku, kenapa aku selalu kebetulan bertemu dengannya, bahkan di tempat bimbingan belajar?

Orangtuaku memang memutuskan untuk mendaftarkanku ke sebuah bimbel, tentu saja aku juga menyetujuinya karena aku harus mendongkrak nilai sedari kelas sepuluh. Semuanya sudah berjalan selama beberapa minggu dan aku baru menyadari keberadaannya entah di minggu keberapa. Mengingat sebentar lagi UTS ... wah, sudah keterlaluan lamanya.

Aku memang lebih suka berdiam diri di kelas, keluar pun jika kondisinya memaksakan. Dan saat itu, ketika aku hendak pergi ke kamar mandi, sosoknya yang tiba-tiba ada, tengah melintas sambil bercakap, memperlambat langkahku yang tengah menuruni tangga.

Ngapain dia di sini?

Ngapain ngapain ngapain...

Hanya butuh beberapa detik hingga ia menemukan keberadaanku.

Aku menahan napas. Saat itu pula salah satu kakiku kehilangan pijakan, bersamaan dengan seruan 'ah!' kecil yang keluar dari mulutku. Untungnya tanganku sigap mencengkeram pegangan. Kalau tidak ... aku tidak mau membayangkannya.

"Eh, lo nggak papa?"

Ya Tuhan.

Perlahan, aku mengangkat muka. "Nggak papa, Kak," jawabku masih dengan berdebar—kini semuanya bercampur; kelegaan tidak terjatuh, juga keberadaannya.

Wajah Kak Gadang tampak lega. Milisekon kemudian, ia terkekeh. "Kok bisa sih? Belum makan, ya?"

"Udah kok...."

"Lah, kenapa bisa—"

"Kak?" potongku cepat dan agak keras—aku bahkan terkejut dengan nada suaraku sendiri. Tenggorokanku seperti tersumbat sesuatu. "Ngg ... boleh minggir sebentar? Gue mau ke kamar mandi," ucapku pelan, berusaha keras supaya tidak tergagap, yang membuat kami terdiam selama beberapa saat.

"Oh, oke, pelan-pelan aja jalannya."

Berkebalikan dengan sarannya, aku berlari kecil meninggalkan Kak Gadang dengan benak yang tiada hentinya mengutuk.

ㅡ ㅡ ㅡ

notes:

Saking soft-nya aku kadang lupa mereka ngomong pake gue-lo... jadi kalau kalian nemu aku nulis pake aku-kamu mohon diingatkan ya. Hix.

crescent.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang