dua puluh sembilan // farewell

1.5K 387 61
                                    

Klub sinematografi mengadakan farewell party selepas UAS berakhir; didedikasikan untuk anggota kelas dua belas yang akan lepas tangan dari kegiatan dan jabatan di semester baru nanti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Klub sinematografi mengadakan farewell party selepas UAS berakhir; didedikasikan untuk anggota kelas dua belas yang akan lepas tangan dari kegiatan dan jabatan di semester baru nanti. Acara diselenggarakan di sebuah resto yang sudah kami pesan sebelumnya. Di suatu sore yang cerah, kami memenuhi halaman belakang resto yang sudah ditata seapik mungkin, dari susunan meja yang memanjang sampai hiasan lampu-lampu kecil yang menggantung di pohon dan dinding. Terdapat kursi taman yang berada di sudut-sudut--sasaran empuk untuk dijadikan spot berfoto-foto.

Dan sampai detik ini pun ... rasa itu masih ada. Mau seberapa lama ia absen dari pandanganku, tetap muncul sensasi seperti ada kelinci yang melompat-lompat kesenangan ketika aku melihatnya. Dari tempatku duduk, kurekam segala pergerakan dan raut wajahnya; bagaimana ia tertawa, menyimak dan menanggapi lawan bicara.

"Samperin, gih," celetukan Ratna yang tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku. "Jangan diliatin doang."

"Nggak bosen lo godain gue?"

Ratna tertawa. "Ya habis, lo nggak cerita-cerita ke gue. Sampe lumutan gue nunggunya."

Aku tersenyum kecut. "Maaf."

"Nggak papa. Gue ngerti, ada cerita yang emang mau lo simpan buat diri sendiri dan orang yang bersangkutan."

Sepercik rasa bersalah timbul, tapi di saat bersamaan aku merasa lega karena Ratna tidak memaksa. Semakin aku berpikir, seperti kata Ratna, aku ingin menyimpan segala memori tentang aku dan Kak Gadang di sebuah kotak yang tidak ingin kuperlihatkan pada orang lain. Kupikir begitulah yang terbaik sehingga nantinya, apabila aku ingin menguburnya, tidak ada yang menyisa di permukaan.

"Ke photobooth, yuk, Git."

Aku menggeleng. Di sana ada Kak Gadang.

"Yah, masa lo nggak mau foto, sih?"

"Gue nanti aja."

Ratna mendecak. "Nggak asik lo."

Ratna pun beranjak. Aku memperhatikan di tempat. Kemudian, aku menatap langit. Bulan sabit mungil samar-samar terlihat. Entah berapa lama aku menengadah, sampai ada suara yang menyadarkanku kembali untuk menegakkan kepala.

"Bulannya seindah apa sampe lo ngeliat dia terus?"

Aku tertegun.

Kak Gadang mengangkat sudut bibirnya, lalu menduduki ruang kosong bangku taman.

"Lo keliatan nggak semangat, padahal UAS udah lewat," ujarnya. "Acaranya bosenin?"

Sontak aku menggeleng.

"Terus, kenapa-" Kalimatnya terpotong oleh sesuatu di dalam sakunya, yang tidak lain adalah ponsel. Ia mengeceknya sejenak, kemudian kutemukan senyuman kecil yang terbentuk sebelum ia mengembalikan benda itu ke tempat semula. "Hari ini adek gue ulang tahun," katanya, seolah tahu aku bertanya-tanya asal senyumannya tersebut.

Aku mengerjap.

"Terus barusan dia nge-chat, ngancem gue kalau gue pulangnya telat, dia bakal ngabisin kue ultahnya dia."

Tanpa sadar, aku tersenyum. "Adek lo kelas berapa emangnya, Kak?"

"Kelas 7. Jauh ya jaraknya sama gue?"

Aku mengiakan. "Cewek?" tanyaku memastikan.

"Mm-hm. Tapi lo tahu nggak, meski dia jauh lebih muda daripada gue, kadang dia bisa bersikap lebih dewasa dari gue. Kadang orangtua gue aja bisa dibikin kicep sama dia."

Mendengar itu, aku tidak heran karena kakaknya pun seseorang seperti Kak Gadang. Pasti adiknya banyak mencontoh sang kakak, bukan?

"Terus ... kenapa lo nggak ngerayain ultah dia?"

"Kak Gadang, Gita, liat sini, dong!"

Baik aku dan Kak Gadang beralih kepada pemilik suara yang barusan menginterupsi. Dahiku mengerut saat melihat Ratna dengan kamera di depan wajahnya, siap memotret. Dia ngapain, sih!?

"Satu ... dua...."

Sensasi menyetrum itu kemudian merambati tubuhku saat jari kelingkingku bersentuhan dengan miliknya. Pergerakan Kak Gadang barusan sama sekali tidak kuduga. Dan, tentu saja, jantungku tidak siap.

"Git, liat ke kamera, dong," Ratna memprotes.

Aku melotot. Menurutinya, aku memaksakan seutas senyum.

"Btw pertanyaan lo tadi, jawabannya karena gue mau menghabiskan waktu sama orang yang nggak kalah spesial juga di sini," ucap Kak Gadang pelan.

Aku bergeming. Kemudian kutemukan kedua manik cokelatnya tengah mengarah padaku dengan senyum sabit yang membentang di bibirnya.

- - -

notes:

Ehe. Nungguin nggak? :)

crescent.Where stories live. Discover now