dua puluh tujuh // kupu-kupu

1.5K 363 7
                                    

Berada di dekat Kak Gadang terasa seperti kembang api

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berada di dekat Kak Gadang terasa seperti kembang api. Ia membuatku berdebar tak karuan, tapi tak lama, ia menghapus segala debar itu dan menghanguskannya menjadi abu. Mungkin, ini karena perasaan yang kupunya. Kalau rasa ini tidak ada, mungkin debar itu tidak muncul karena tidak ada ekspetasi yang kususun.

Dengan itu, aku sudah memutuskan: aku akan mengikis perasaanku padanya perlahan-lahan. Aku tidak suka berlarut-larut memikirkan sesuatu yang abu-abu. Jadi, di mana pun aku berada—yang mempunyai kemungkinan ia akan muncul di tempat yang sama—aku berusaha menghindari kontak dengannya. Di sekolah, di bimbel, di pertemuan klub. Berminggu-minggu lamanya aku berhasil menjadikannya orang asing hingga tak terasa ujian akhir semester telah dekat.

"Git, soal ini gimana, sih, ngerjainnya? Gue nggak nemu terus jawabannya." Audri menyodorkan buku kerjanya ke depanku.

Aku memberinya buku tulisku. "Nih, lo lihat punya gue aja. Gue lagi ngerjain soal lain."

"Hm, oke." Audri hening sejenak. "Habis ini ke kantin, yuk, laper nih gue gara-gara matematika."

"Nggak, gue mau di kelas aja."

"Lo kenapa akhir-akhir ini mageran banget, sih?" Audri mendengus.

Aku terkekeh. "Sindrom bentar lagi ujian, mungkin," jawabku asal.

"Serah."

Barangkali, ini yang terbaik. Waktu SMA-ku masih panjang untuk mengurusi perihal rasa suka pada lawan jenis. Lagi pula, bukankah waktu Kak Gadang juga tak lama? Bagaimanapun, ia akan segera berpindah ke jenjang yang lebih tinggi. Aku juga tidak mau membebaninya dengan perasaan yang kupunya. Sebelum aku terlihat terlalu kentara atau ia yang sadar lebih dulu, aku mau mengakhiri segalanya.

Bel tanda sekolah usai pun berbunyi. Waktu benar-benar berjalan sangat cepat ketika yang kukerjakan di kelas adalah mengerjakan soal-soal latihan yang seolah tak pernah selesai. Aku segera membereskan barang, kemudian keluar kelas. Di samping pintu, Ratna menyambutku, yang mana adalah hal langka karena ia jarang berkunjung.

"Buru-buru banget? Ada bimbel lo?" ia bertanya.

"Iya. Lo ngapain? Nyari gue?"

Ratna mengangguk. "Gue punya sesuatu buat lo." Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat. "Nih."

"Apaan, nih?"

"Sesuatu yang mungkin pengin lo simpan," katanya. "Btw, lo masih utang cerita sama gue. Tapi, nggak perlu sekarang juga, sih. Ya udah, see you, Git! Semangat UAS!"

Aku membuka amplop di tangan. Ada dua lembar foto di dalamnya. Penasaran, kutarik keduanya dari dalam dan seketika kupu-kupu yang kupikir telah mati kini terbangun dan mengepakkan sayapnya.

— — —

crescent.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang