11 : Ginevra dan Jean

2.5K 383 130
                                    

Seusai makan malam, Hermione masih harus memasuki satu kelas lagi, yakni meramal. Setelah kejadian pewarnaan rambut itu, Hermione menjadi sedikit lebih bersemangat ketika bertemu Professor Trelawney. Ia bahkan tersenyum ketika memandangi isi cangkir tehnya. Bahkan, ia tersenyum ketika Professor Trelawney memandanginya.

"Jadi, apa yang ada di cangkirku, Hermione?" tanya Harry.

"Aku―sepertinya ini awan dan―palu?" jawab Hermione. "Menurut buku ini, awan adalah simbol masalah sementara palu berarti menyelesaikan tantangan. Di masa yang akan datang, kau akan mendapat masalah. Tetapi kau bisa mengatasinya,"

Harry mengangguk-ngangguk dan melihat cangkir Hermione lebih dekat. Ia merasa bingung dengan polanya. Tiba-tiba saja Professor Trelawney datang dan mengambil cangkir milik Hermione dari tangan Harry. Ia menelitinya kemudian tersenyum lebar.

"Jelaskan―cangkir siapa ini?" tanyanya pada Harry. Harry menunjuk Hermione. Sementara Hermione menelan ludah, bersiap menerima pertanda buruk dari cangkirnya.

"Oh, nak!" ujar Professor Trelawney. "Cangkirmu penuh keberuntungan. Ada malaikat dan―dan―buket! Oh, sudah bertahun-tahun muridku tidak ada yang mendapatkan buket!"

Hermione kebingungan. Apa yang beruntung dari mendapat malaikat dan buket? Kedengarannya seperti mendapat mawar hitam dari malaikat maut.

"Ehm, Hermione. Malaikat berarti kabar baik yang berhubungan dengan cinta. Sementara buket bunga berarti keberuntungan yang amat baik," jelas Parvati. "Keberuntungan berupa teman, kesuksesan dan ekhmm.. kehidupan cinta yang membahagiakan,"

"Hermione akan mendapat kekasih baru tahun ini!" sorak Ernie Macmillan. Seisi kelas pun ikut menyorakinya. Hal itu membuat Hermione sedikit malu.

"Nak―aku merasakan aura bagus dalam kehidupan cintamu, oh―tiga anak! suami yang tampan dan kaya!" ujar Professor Trelawney sambil meraba-raba ke langit. Harry dan Ron menahan tawa.

"Suami yang tampan dan kaya? Apa―dia pintar?" Hermione sedikit ragu. Barangkali itu merujuk ke arah Cormac McLaggen yang menurut beberapa gadis cukup tampan dan kaya.

"Ya, nak, belahan jiwamu adalah suamimu!" Professor Trelawney mengelus pipi Hermione. "Baiklah, kita lanjutkan kelas lain kali,"

Hermione menutup buku dan memasukannya ke dalam tas. Pipinya memerah setelah mendengar ucapan Professor Trelawney. Apa benar, ia akan mendapat suami yang tampan, kaya dan pintar?

Hermione berjalan keluar dari kelas. Ia mulai mendata siapa saja lelaki yang cocok dengan kriteria itu semua. Rasanya mustahil mendapat pasangan hidup yang begitu sempurna.

"Hermione," Ginny memanggil gadis itu. Tangannya menepuk pundak.

"Apa?" tanya Hermione. Tetapi Ginny malah memberi isyarat melalui gerakan kepala. Hermione menengok dan terkejut ketika melihat Draco Malfoy berdiri di dekat tangga sambil menyilangkan lengan di dada. Rambut merahnya sedikit berantakan diterpa angin.

"Sudah kupanggil beberapa kali kenapa tidak menengok? Apa kau tuli?" tanya Draco.

"Sudahlah, Malfoy. Hermione sedang memikirkan suami di masa depannya yang begitu sempurna," ujar Ginny.

"Ginny!" panggil Hermione sedikit kesal. Ia tidak mau Draco mengejeknya dengan kata-kata Trelawney. "Dan ada keperluan apa kau kemari?" tanyanya pada Draco.

"McGonagall menugaskan aku dan kau untuk mengadakan rapat prefek setelah ini," ujar Draco.

"Memangnya ada apa?"

"Tidak tahu. Intinya jangan lambat," Draco berjalan menuruni tangga, menuju lantai yang lebih rendah Hermione pun menyusulnya.

Hermione mengangkat jubahnya yang terlalu panjang sambil menenteng tas berisi buku ramalan di tangan kanannya. Sepatunya yang terketuk dengan tangga berbunyi seirama dengan milik Draco.

Miss You Where stories live. Discover now