22 : Tak Bisa Menahannya

1.9K 307 36
                                    

Sayangnya, tidak semua hal dapat berlangsung secara instan. Begitupun pembuktian saling mencintai satu sama lain, harus terhalang oleh penuhnya jam pelajaran Hari Kamis di Hogwarts. Karena dari pagi, hingga malam, Slytherin dan Gryffindor tidak mendapat satu pun mata pelajaran di kelas yang sama.

Hermione harus menghadapi Kelas Sejarah Sihir yang tiba-tiba saja terasa sangat membosankan setelah selesai sarapan. Sepanjang pelajaran, ia hanya mampu membayangkan dirinya berlari ke arah meja Slytherin dan meminta maaf pada Draco. Pikirannya tidak fokus, dan ia tidak memperhatikan Profesor Binns sama sekali. 

Sementara Draco harus bertahan di kelas Arithmancy bersama kawanan Slytherin dan Hufflepuff. Sialnya, Profesor Vector terlambat datang ke dalam kelas, lalu memaksa semuanya mengerjakan soal sampai melewati waktu makan siang. Ketika ia berlari ke Aula, meja Gryffindor sudah kosong. Hermione sudah masuk ke kelas selanjutnya. 

Kini, sudah lebih dari dua jam semenjak makan siang, dan Draco masih harus bertahan di kelas Ramalan. Ia sudah satu jam, memperhatikan Profesor Trelawney membacakan satu persatu garis tangan murid di dalam kelas.

"Kapan kelas ini akan selesai?" keluh Blaise. Ia baru menerima pembacaan garis tangan dan menerima hasil yang cukup buruk : kau sukses, tapi kehidupan percintaanmu akan selalu dibayangi oleh gadis yang kau cintai dari masa lalu. Akibat hal itu, kau tidak bisa maju. Selain itu, Blaise juga diramalkan tidak memiliki keturunan, mengalami kecelakaan fatal, dan perceraian dalam waktu pernikahan kurang dari lima tahun. "Aku tidak akan sanggup lagi menerima seluruh ramalan tentang keburukan nasibku selama sejam lagi ke depan,"

"Aku cukup senang dengan pelajaran ini," ucap Theo. Pemuda itu mendapatkan ramalan masa depan cerah : kehidupan layak, pernikahan jangka panjang, kesuksesan dalam berkarier di dunia muggle. Satu-satunya hal buruk yang ia terima adalah hanya memiliki satu orang anak. 

Draco belum mendapatkan bagian ramalannya. Tapi, jika ia mendapatkan sesuatu seperti milik Blaise, ia bersumpah akan keluar dari kelas ramalan saat itu juga dan jauh memilih untuk menerobos rumah kaca Profesor Sprout untuk bertemu Hermione. Dari kejauhan, Draco bisa melihat Profesor Trelawney mulai berjalan ke arahnya. 

"Astaga, nak, apa ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Profesor Trelawney sambil mengerutkan kening.

"Tidak," jawab Draco singkat. Tapi, ia tidak bisa menghentikan kakinya untuk berhenti bergerak naik dan turun di bawah meja. Ia tidak tahan untuk bertemu Hermione.

"Nak, aku bahkan bisa membacanya dari wajahmu. Kau ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting, bukan?" ucap Profesor Trelawney sambil menatap Draco. "Kemari, tunjukkan tanganmu,"

Entah mengapa, Draco mulai menjulurkan tangannya meskipun sedikit ragu. Membiarkan Trelawney menyentuh telapak tangannya, mengikuti garis tangannya.

"Kau mencintai seseorang yang akan pergi. Garis tanganmu mengatakan, kalian tidak akan bertemu dalam waktu yang lama," jelasnya. Blaise, Theo, dan Pansy mengernyit. "Tapi, kehidupanmu bagus. Ia bisa saja kembali, kau tidak mengalami perceraian, kau akan mengalami kesuksesan tanpa bayangan masa lalu,"

Draco menatap Trelawney. "Apa dia akan kembali?"

"Bisa saja kembali, nak," jawab Trelawney dengan sungguh-sungguh. "Kemungkinannya sama. Ia bisa kembali padamu atau kembali, tetapi pada orang lain," ucapnya. "Ada aura persaingan, kau bisa saja mendapatkan gadis itu, asal kau bersikap dewasa padanya,"

"Ya, Drake, bersikap dewasa-lah padanya!" koar Blaise.

"Atau bersiap saja pemuda berinisial DM lain merebutnya!" tambah Theo.  Membuat seisi kelas menjadi ramai karena siulan murid-murid.

Miss You Where stories live. Discover now