Bab 2: Whatsapp (Whats Happen?)

108 9 7
                                    

kamu boleh melihat ke atas tapi jadikan motivasimu untuk naik dan terus naik, kamu juga boleh sesekali melihat ke bawah untuk menjadikanmu bersyukur bahwa mereka yang dibawahmu pun masih berjuang

-Asmi-

Hari yang mengagumkan, seperti musim semi yang beberapa bulan ini menghiasi kota. Menunggu bus antarkota terasa tidak membosankan. Meski perkiraan perjalanan dari Terminal Ankara, menuju kota tujuanku datang masih setengah jam lagi. Lebih baik menunggu bukan dari pada harus tertinggal? Sambil menunggu aku mengerjakan kebiasaanku. Membaca. Buku memang sudah menjadi teman setiap perjalananku. Benda yang tak pernah aku lupakan setiap memulai perjalanan seorang diri. Meski lebih menyenangkan jika memiliki teman.

Sebenarnya aku datang ke kota ini tak sendiri tetapi bersama beberapa adik kelasku untuk memenuhi undangan agenda temu sapa tim redaksi Turknesia yang diselenggarakan tepat di Ibu kota Turki, sejak kemarin. Akan tetapi mereka ternyata masih memiliki agenda lain, sedang aku harus segera pulang untuk mempersiapkan agenda yang sudah lama aku tunggu-tunggu.

Rasanya waktu begitu cepat berlalu kini usia kehadiran majalah Turknesia sudah memasuki umur ke-3. Nama majalah adalah "Turknesia" yang maknanya Turki dan Indonesia ini untuk mempererat dua negara, berisi karya-karya mahasswa/i indonesia yang sedang menuntut ilmu di Turki. Isi kolomnya beraneka ragam, ada seluk beluk sejarah Turki, Kuliner Turki, cerpen, puisi, artikel dan sebagainya.

Teringat bagaimana dulu aku mengemban amanah menjadi pimpinan redaksi, pertama kalinya tim majalah ini dibentuk, penuh dengan kolam keringat dan air mata, melaksanakannya benar-benar dari nol, yang mana aku tidak memiliki basic dunia kepenulisan dan leadership skill.

Andai kata saat itu aku tidak mengenal Perintis Challenge, mungkin aku akan angkat tangan untuk menerima amanah itu. Sejak untuk pertama kalinya majalah ini diluncurkan, ada rasa haru yang tak bisa dirangkai kata-kata. Master piece ini juga terdapat campur tangan dari seorang sahabat jarak jauhku, yang mana ia memberikan ide-ide untuk kolom redaksi selanjutnya. Ia terus menyemangatiku untuk berkarya lebih baik lagi. Sedikitnya aku tahu ia memiliki pengalaman dalam menjalankan sebuah amanah menjadi redaktur majalah.

Kubuka lembaran majalah Turknesia edisi ke-9 yang baru saja kudapatkan saat acara temu sapa dan peluncurannya kemarin. Majalah yang diterbitkan setiap 3 bulan sekali ini dulunya hanya terbit 6 bulan sekali artinya setahun dua kali dan hanya berbentuk online. Namun kita semakin berevolusi majalah ini dicetak tiap ada agenda saja yang memungkinkan untuk para mahasiswa/i Indonesia yang berkuliah di Turki dapat bertemu. Baik di acara internal maupun external. Selainnya berbentuk online seperti biasa. Semoga semakin hari semakin berinovasi dan lebih ditingkatkan lagi. Tidak terasa juga sudah hampir 3 kali berganti kepengurusan.

Yang tak pernah kulewatkan adalah artikel di kolom sejarah yang tak pernah absen menghiasi majalah Turknesia ini. Artikel yang ditulis oleh seorang dengan nama pena Penakluk Literasi itu selalu membuatku kagum dengan tulisannya yang sangat berkarakter, mengalir apadanya dan menarik. Kata-kata yang digunakan sangat renyah untuk dibaca namun tetap bernilai. Sampai detik ini aku tidak tahu siapa sang penulis? Bagaimana mana rupanya?

"Merhaba Asmi," Sapa laki-laki bertubuh sedikit berisi menghampiriku.

"Merhaba, Ahsen." namanya Ahsen salah satu teman kelasku di Fakultas Pendidikan.

"Bugün mail'e gördün mü? Hakan Beyden bi süpriz var," Ahsen mengabarkan hal mengejutkan, membuatku menutup buku yang baru saja kubuka demi mengolah kata-kata yang begitu cepat Ia ucapkan.

Ahsen adalah sahabat Turkiku, ia memang sering bolak-balik Ankara - Adana. Karena rumah orang tuanya di sana, maka aku tak begitu terlalu menanyakan apa yang dilakukan disini.

JarakWhere stories live. Discover now