Fuduki Kai

231 23 0
                                    

"Kai kai," panggilmu.

Kai tidak menoleh, dirinya sibuk bermain dengan peralatan cafe dan kau tau apa penyebabnya. Kau menunduk lalu mengusap air mata yang mulai menggenangi pelupuk matamu.

Berusaha menyemangati diri sendiri. Lalu kembali memanggilnya lagi―hanya saja kali ini terlihat lebih ceria.

"Kai! Mou, jangan mengabaikanku, dong!"

Menyerah karena sifatmu yang keras kepala, Kai menoleh. "Kenapa, [Name]?" tanyanya dengan senyum yang agak dipaksakan.

Sontak saja kau menjitak kepalanya―yah, walau agak kesusahan karena masalah tinggi―dengan rasa tak bersalah. Lalu memasang wajah cemberut.

"Jangan perlihatkan senyuman seperti itu dong! Ayo, senyum lebih tulus lagi! Gimana mau melayani para pelanggan kalau begi――itte!"

Pemuda berkelahiran Juli itu balas menjitak kepalamu dengan mudahnya. Kau meringis, mengusap kepalamu yang menjadi korban. Hendak protes namun tak jadi karena mendengar gelak tawanya.

"Kau yang bagaimana, bertingkah seperti itu. Lucu sekali, haha." Kai menggelengkan kepalanya sembari menutup wajahnya dengan punggung tangannya.

"Hehe, kalau begitu, aku mau pesan sesuatu―"

"―tapi tidak boleh sembarangan, kau 'kan lagi sakit."

Kau menundukkan kepalamu, memainkan jemarimu sambil tersenyum kesal. "Tidak boleh, aku harus makan sesuatu yang aku inginkan..."

Kai menghela napas kemudian mengelus suraimu dengan kasar, tidak bisa melawan akan sifat keras kepalamu. Dirinya mempersilahkan dirimu untuk duduk di sebuah tempat yang agak di sudut cafe.

"Baiklah, kau mau pesan apa? Aku yang bayar." Tangan Kai sudah bersiap untuk mencatat pesanan.

"Strawberry shortcake, satu!"

Awalnya, Kai mendelik tidak suka. Namun, mengingat perkataannya yang sebelumnya, dirinya hanya mengikuti dan mulai memesan pesananmu. Ia membawanya menuju dapur―dalam proses akan disediakan.

Cukup lama kau menunggu, hingga sosok dengan rambut berwarna hitam menghampiri mejamu. Nampaknya ia berniat untuk menghibur dirimu. Yah, lagian kalian sudah saling kenal jadi tidak masalah.

"Mampir kesini lagi, [Name]?" tanya Hajime, berbasa-basi.

Kau mengangguk, mengiyakan kemudian tertawa hambar atas pertanyaan kenalanmu ini. Hajime tau, bahwa kalian berdua―Kai dan dirimu tengah berada di hubungan yang canggung.

"Turuti saja perkataan Kai. Dia ingin menjagamu selama waktu yang tersisa di hidupmu." Hajime berujar dengan pelan.

Setelah mengatakan hal tersebut, Hajime pergi meninggalkan meja yang disusul oleh kedatangan Kai dengan membawa pesananmu.

Kai melipat wajahnya, bingung sekaligus penasaran dengan percakapan dirimu dan Hajime yang menurutnya rahasia. Sembari meletakkan pesanan, ia bertanya.

"Bicara apa tadi, [Name]?" tanyanya lalu mengambil tempat duduk di depanmu.

Kau menatap pesananmu, hendak menjawab pertanyaan dari pemuda yang lebih tinggi darimu itu namun kau urungkan ketika melihat sebuah minuman tak bersahabat yang terletak di samping kue manis kesukaanmu.

Tanganmu bergerak, jari telunjukmu menunjuk minuman itu.

"Kai. Apa ini, huh?"

Kai mengangkat bahunya seraya tertawa tanpa rasa bersalah. "Seperti yang kau lihat, itu teh."

Oh tidak, minuman pahit ini sangat mengganggu indra pengecap rasamu. Tanganmu bergerak, berusaha menjauhkan minuman tersebut dari jangkauan pandanganmu.

Hanya saja, aksimu segera dihentikan oleh pelayan di depanmu ini. Tatapannya tak berubah walaupun dirinya menopang dagu dengan santai, memperhatikan dirimu.

"Tehnya diminum, [Name]." Kai meminta dengan santai.

Kau menggelengkan kepala pelan, memberi tanda bahwa kau tidak menginginkan minuman yang otakmu telah mencapnya sebagai minuman pahit kedua setelah kopi.

Kai mengacak rambutnya, sedikit frustasi dengan tingkahmu yang kekanakan.

"Ngomong-ngomong..." Kai mengalihkan topik, irisnya menjadi redup ketika mengatakan dua kata beriringan itu.

"Hm?"

"Soal berita semalam yang kudapat kalau kau mempunyai penyakit, apa itu benar? Maksudku, penyakit yang parah―bagaimana bisa?"

Nada tidak terima terdengar dengan sangat jelas di telingamu. Kau hanya mengulas senyum, lalu memakan strawberry cake yang kau pesan. Menikmati segala rasa manis yang belum tentu akan kau rasakan di esok hari.

Menunggu jawaban darimu, Kai terdiam, memperhatikan dengan seksama. Belum seperempat kau menghabiskannya, sendok telah ditaruh kembali di atas meja.

"Benar lho. Berita itu benar..." lirihmu.

Kai tau kenyataannya namun ia susah untuk menerimanya sehingga berusaha memastikannya. Mendengar sendiri perkataan itu keluar dari mulutmu, membuatnya sangat yakin. Yakin jikalau berita dirimu yang mempunyai penyakit parah bukanlah keisengan semata.

Kedua tanganmu Kai raih, digenggamnya dengan erat. Ia tidak ingin kehilangan sosok yang dicintainya lagi, tapi mau diapa jika tuhan berkata lain.

Kau mengerjapkan mata, sedikit tersentak kaget atas perlakuan Kai.

"Kalau begitu, sebelum waktumu habis. Aku akan menemanimu," ujarnya dengan senyum yang membuat relung dadamu sekaligus kedua pipimu menjadi hangat.

"Terimakasih Kai..."

Pletak!

Kepalamu kembali dijitak, membuatmu mengaduh kesakitan.

"Hei! Kenapa menjitakku lagi?!" protesmu tidak terima.

"Mana [Name] yang selalu terlihat tersenyum, huh? Dan habiskan tehmu atau akan kutarik kembali cake-nya!"

Irismu membulat, dengan cepat kau meminum teh tersebut. Menghabiskannya dengan sekali teguk―walau terasa pahit.

"Ah sial! Teh rooibos ini sungguh pahit!"

Melihatmu yang meminum teh dengan ekspresi seperti itu hanya menbuat sosok di hadapanmu tertawa.

Dan sepertinya kau lupa, bahwa teh tersebut dapat membantu melawan kanker. Oh, tentu Kai tidak akan tinggal diam saja, ia akan mencoba melawan kehendak tuhan sebisanya.

Tsukino Cafe! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang