Kannaduki Iku

175 26 2
                                    

Iku menegak salivanya. Menatap sosokmu yang sudah berapa kali meminta tambah untuk cake dan dessert lainnya. Ia tau kalau keinginan pelanggan harus dilayani juga dihormati tapi lain hal dengan ini.

Iku sangat tau, bahwa dirimu sangat menyukai makanan manis. Ya, karena kalian berdua adalah teman masa kecil jadi Iku sangat hafal tabiatmu seperti apa. Maniak gula, seringkali panggilan itu disebut karena sangat melekat di dirimu.

Ia ingin menghentikannya namun... Tidak tidak, lihat betapa girangnya kau lahap.

"Anak itu bisa sakit kalau begini terus, hah," keluh Iku yang memperhatikan dari dapur.

Kai yang kebetulan lewat menoleh ke arah Iku. Alisnya tertaut bingung seraya masih memasang senyum. Ia pun tak segan segera menepuk bahu Iku. "Ada apa ini? Kenapa kau terlihat murung?"

Iku menghela nafas lalu menunjuk dirimu dengan tidak semangat. Kai melihat dirimu dan langsung saja paham.

"Tegur dong, kalau ia begitu. Entar kalau sakit gimana?" celetuknya.

"Iya iya, ini lagi pikirin cara buat ditegur supaya dia tidak ngambek."

Kai tertawa melihat Iku yang pasrah dan tidak bersemangat seperti biasanya. Mengatakan sesuatu sebelum benar-benar pergi. "Semangat! Kalau begitu aku kembali bekerja yah, haha. Kau juga!"

Iku menghela nafas. Mengepalkan kedua tangannya lalu berjalan ke arah mejamu. Dirinya mengambil tempat dan duduk di hadapanmu. Sedangkan dirimu mengabaikan keberadaannya, malah sibuk dengan manisan yang tersaji di atas meja.

"Coba lihat makanmu," sahut Iku yang menatapmu sembari menopang dagunya.

Kau menoleh, balas menatapnya dengan tatapan bingung. Kedua alismu tertaut bingung ketika mendengar perkataannya. Sejenak, kau menghentikan acara makanmu.

"Kenapa, Ikkun? Kenapa makanku? Ada yang salah?" tanyamu yang langsung menghujam dengan banyak pertanyaan.

Iku hanya membalasnya dengan senyuman, lalu mendekatimu. Mengambil kursi yang terletak bersebelahan dengan dirimu. Duduk disana, lalu kembali menopang dagunya.

"Bagaimana kalau kau tiba-tiba jadi gemuk karena memakan semua dessert ini?" tanyanya mengintergoasi.

"Mudah, tinggal diet saja. Buu, memangnya kapan berat badanku pernah naik, Ikkun?" Kau balas bertanya, mengembungkan pipimu kesal dengan pertanyaan Iku yang mulai membahas soal berat badan. Padahal Iku sendiri tau bahwa itu adalah hal yang paling sensitif untuk kaum wanita.

Iku mengendikkan bahunya. "Tidak mau melihatnya di cermin belakang? Kau tambah gemuk lho―"

Hush

"―eh."

Belum sempat Iku menyelesaikan kalimatnya, kau sudah pergi ke staff area duluan. Berlari dengan tergesa-gesa lantas mendobrak pintu kemudian menuju cermin yang menangkap sampai area lutut.

Kau memperhatikan tubuhmu dari atas hingga bawah. Menepuk-nepuk pipi yang mulai terasa bertambah chubby. Oh, bukan. Kali ini sangat besar ukuran tubuhmu―ini bukanlah ukuran normal!

"Ti-tidak... aku gemuk...!"

Iku dari arah belakang menampakkan batang hidungnya. Menatap sedikit terkejut ke arahmu yang sudah duduk di lantai dengan keadaan pasrah.

"Yabai, itu 'kan memang cermin ajaib. Siapa yang menaruhnya disana? Perasaan tadi cermin biasa deh, hm." Iku bergumam pelan.

"Yah, siapa lagi kalau bukan dia...," sambung Iku dengan nada kecil.

Iku berjongkok, menyamakan tingginya denganmu. Dalam hati ia tertawa melihat dirimu yang pasrah seperti ini. Mungkin dia harus berterima kasih pada Shun nanti.

"Mau berhenti makan dessert sekarang, ojousama?" tanyanya dengan ramah.

Kau mengangguk, masih dalam keadaan suasana hati yang kurang baik. Lantas Iku menggenggam tanganmu, menarikmu kembali keluar dan membawamu untuk duduk di tempat tadi.

"Tunggu disini. Akan kuberikan kau sesuatu," ujar Iku lalu pergi kembali ke arah dapur, staff area.

Kau masih murung, menenggelamkan kepalamu di antara dua tangan yang terlipat di atas meja dengan rapi. Sungguh, bayangan dirimu tadi masih teringat jelas di pikiran.

Tak butuh waktu lama, pemuda bersurai cokelat itu membawa sesuatu, sebuah minuman hangat yang sering disebut-sebut dengan teh.

"Yo. Apa kabar? Masih buruk, juga?" tanyanya sembari mengulas senyum lebar.

"Uh..."

"Haha, kalau begitu ayo minum ini. Aku jamin kau akan merasa tenang dan lebih baik."

Ia menyodorkan teh tersebut. Kau mendelik tidak suka. "Rasanya manis tidak?"

"[Name]. Kalau kau ingin cepat baik, kau harus meminumnya. Lagian, teh oolong dapat membantu diet―"

Gluk!

"Selesai, tambah lagi!" pintamu.

Iku mengerjapkan matanya, lalu menggelengkan kepalanya. Ia mengambil gelas tersebut sembari berujar, "ini juga bagus untuk melawan kolesterol karena kebanyakan makan manis juga, haha."

"Uh, kalau begitu cepat selesaikan dietnya. Aku ingin makan manisan lagi."

"Tentu saja kau boleh makan manisan, tapi dengan syarat kau harus meminum teh ini setiap hari juga berolahraga."

Kau menggigit bibirmu, ingin protes dengannya tapi tidak bisa ketika bayangan itu kembali menghantui pikiranmu. Dengan terpaksa kau mengiyakan dirinya. "I-iya deh, biar dietku terkontrol nanti aku kunjungi cafe ini dan berolahraga dengan Ikkun tiap hari."

Dan tanpa sadar, Iku tersenyum senang karena akhirnya ia berhasil membuatmu tetap dalam pola hidup sehat.

Tsukino Cafe! [✓]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora