14. Desember

1.4K 228 30
                                    

(Revisi)

.
.
.

Sekarang tanggal 25 Desember, hari Natal yang paling Hyunjin tunggu.

Hyunjin pulang dari gereja dengan muka sulit diartikan, dia ngambil jaketnya yang ada di jok motornya lalu tancap gas tanpa tujuan.

Natal kali ini lebih buruk dari Natal sebelumnya. Padahal hari ini hari yang Hyunjin tunggu-tunggu, hari yang dimana Hyunjin berdoa agar hari ini setidaknya menjadi hari yang indah meski hanya sebentar.

Keinginan dan seluruh doa Hyunjin pupus seketika. Sekitar jam dua dini hari kebetulan Hyunjin udah bangun dan lagi baca al-kitab di kamarnya, dia dengar suara kunci yang diputar, tak lama suara pintu terbuka.

Dia mau nyambut sosok yang baru masuk rumah itu meski masih ada rasa kecewa dan benci tapi dia sisihkan perasaan itu jauh-jauh.

Kakinya baru saja menapa di lantai, alkitab baru ditutup dan diletakkan di rak buku. Suara pintu dibanting membuat Hyunjin kaget sejenak.

Dia punya keinginan menuju ke sumber suara namun kakinya tetap terpaku di tempatnya, mau tak mau dia menunggu apa yang terjadi selanjutnya dengan perasaan khawatir.

Kekhawatirannya berubah menjadi rasa marah. Tangannya dia kepal erat-erat saat suara teriakan saling bersahutan disusul dengan suara barang pecah belah yang menyapa tembok. Cek-cok lagi.

Hyunjin capek, dia cuma ingin satu hari saja dimana orang tuanya tidak bertengkar dan mau bersama-sama dengannya ke gereja pada saat Natal. Hanya itu setelah itu dia tidak masalah dengan segala ketidakakuran orang tuanya.

Bentakan ayah Hyunjin terdengar diiringin dengan suara cambukan. Ingat sekarang masih jam dua dini hari, suasana sekitar masih sepi, semua orang masih terlelap.

Hyunjin menuju kamar sebelahnya, dia memukul ayahnya hingga terjerembab. Ayahnya mengumpat dan menyumpahi Hyunjin segala macam. Hyunjin tidak peduli, dia menyamakan tingginya dengan ibunya yang sedang duduk tidak berdaya dengan air mata dan bekas pecutan.

Dipeluknya ibunya, meski dia juga terkadang benci dengan ibunya. Tidak ada kata penenang hanya sebuah pelukan dan elusan di punggung untuk ibunya padahal di dalam hati Hyunjin sudah mengatakan hal macam-macam untuk menenangkan ibunya, tapi lidahnya kelu saat ingin mengucapkannya.

"MAU JADI ANAK JAGOAN?!"

Ayah Hyunjin menyabetkan ikat pinggangnya ke punggung Hyunjin, tidak main-main rasa sakitnya tapi Hyunin hanya meringis tanpa suara.

"AYO TERIAK! GAK SAKIT?!"

Lagi.

Punggung Hyunjin rasanya sudah lebam gara-gara ikat pinggang sialan itu. isakan ibunya semakin menjadi saat ayah Hyunjin melayangkan ikat pinggangnya.

"DIAM JALANG! INI HUKUMAN BUAT ANAKMU YANG KAU DIDIK HINGGA BERANI MELAWANKU!"

Ayah Hyunjin memisahkan paksa pelukan mereka, dia hendak menendang ibu Hyunjin yang sudah tersungkur di lantai namun Hyunjin berdiri untuk memukul ulu hatinya.

Kejadian itu berlangsung cepat, baku hantam terjadi hingga pukul tiga. Ayah Hyunjin keluar rumah dengan segala umpatan disusul ibu Hyunjin yang ikut-ikutan menyalahkan Hyunjin.

Hyunjin saat itu ditinggal seorang diri di dalam dinginnya rumah. air matanya mengalir karena doanya tidak terkabulkan.

Tuhan Yesus, aku ingin ke gereja bersama orang tuaku sekali saja. apa itu hal yang sulit untuk dikabulkan?

Rasanya Hyunjin ingin menyalahkan Tuhan. Apa doa sesederhana itu sangat sulit untuk terjadi? tapi Hyunjin tepis semua itu. apapun yang Tuhan putuskan adalah yang terbaik baginya.

Keparat | Hyunjeong [GS] ✓Where stories live. Discover now