23 회

8.9K 1.5K 177
                                    

"Joy, apa Jaehyun ada di ruangannya?" Tanya Taeyong pada sang sekertaris perusahaan.

Wanita dengan senyum cerah itu mengangguk semangat, "Jaehyun ada di dalam. Masuklah," katanya lalu mencondongkan badan ke arah Taeyong yang lebih pendek darinya. Ia kemudian berbisik disamping telinga si lelaki mungil, "Kuharap kau bisa membuat suasana hatinya membaik Taeyong-ah."

"Memangnya ada apa?"

Joy kembali menegakkan badan lalu mengangkat bahu heran, "Entahlah, sudah satu Minggu anak itu terlihat tak bersemangat." Ucapnya lalu menautkan alis, "Kalian berdua baik-baik saja kan?"

Jawabannya tidak.

Taeyong tak habis pikir efek dari percekcokannya dengan Jaehyun di kantor Nakamoto Company seminggu yang lalu akan berefek seperti ini. Ia juga menyadari jika sang CEO tak lagi memperdulikannya bahkan untuk sekedar menatapnya. Interaksi mereka akhir-akhir ini sangat langka. Jika dipikir itulah yang Taeyong inginkan, namun entah mengapa hatinya merasa sangat hampa karena kelakuan mantan suaminya.

Dasar kekanakan, pikir Taeyong.

"Ya, kami baik-baik saja."

Maaf Joy, aku harus membohongimu.

"Kalau begitu aku masuk dulu, ada berkas yang harus ia baca dan tanda tangani."

Joy mengulas senyum tipis, "Hm, semoga berhasil." Ucapnya lalu mengepalkan tangan sebelum meninggalkan Taeyong berdiri didepan pintu sang CEO muda.

Tok!
Tok!

Jaehyun yang tengah menatap kosong kearah komputernya melirik pintu ruangans sejenak. Ia menghembuskan nafas kasar sebelum berteriak, "Masuk!"

"Selamat siang, Daepyeo-nim."

Tatapan CEO muda itu semakin datar saat melihat sosok yang kini berjalan ke arahnya. Mendelik tajam, Jaehyun menekan tombol panggilan cepat pada telepon ruangannya hingga tersambung dan terdengar suara wanita dari seberang sana.

"Halo?"

"Daepyeo-nim, aku ingin meminta tandaㅡ"

"Joy, beritahu sekertaris Nakamoto Company untuk menyerahkan berkas apapun itu padamu," ujar Jaehyun tanpa mendengar kalimat yang akan diucapkan Taeyong.

Sang sekretaris yang menerima teleponnya sontak memekik heran. Taeyong pun mendengar Joy mendumel karena Jaehyun menyalakan mode speaker teleponnya.

"Yak! Ada apa denganmu?! Bukankah Taeyong ada disitu?" Joy memekik kesal namun Jaehyun masih saja memandang telepon diatas mejanya datar.

"Cepat beritahu dia," ujarnya, "Aku ini pimpinanmu saat di kantor, Nuna."

Taeyong mengeraskan rahang. Dengan sigap ia menekan dan mematikan sambungan telepon ruangan Jaehyun dengan Joy lalu meletakkan berkas diatas meja CEO muda itu secara kasar.

"Kenapa kau sangat kekanakan Jung Jaehyun?"

Jaehyun mendesis, "Oh, aku mendengar suara tapi ada siapa-siapa." Ucapnya lalu berpura-pura bergidik ngeri.

Taeyong semakin dibuat kesal. Lelaki mungil itu menghela nafas pasrah sebelum berkata, "Aku hanya ingin meminta tanda tanganmu," ia menggeleng lemah, "Kau benar-benar pria yang gagal dewasa."

"Sebenarnya apa mau mu, Lee Taeyong?"

Jaehyun mengulas senyum hampa, "Bukankah kau ingin aku pergi dari kehidupanmu?" Tanyanya, "Salahmu sendiri kenapa kau masih bertahan disini. Sejak awal sudah kukatakan untuk membawa utusanmu kemari, bukan malah kau."

When We Meet | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang