PENGINTAI ( part 1.)

1.2K 43 0
                                    

   Air mata Mad jo tak kuasa lagi tertahan, begitu dia sampai di depan rumah nya. Dia turun dari mobil nya. Kaki nya kembali menginjak tanah kelahiran nya, tempat dia di besarkan dengan penuh cinta keluarga.

    Rumah joglo itu sudah terlihat di depan nya. Masih seperti dulu, hanya pohon-pohon buah nya saja yang terlihat sudah lebih besar dari terakhir dia tinggalkan.

   Kembali teringat saat Ayah, Bunda, dan Diana, mengantar nya sampai ke ujung halaman. Dengan segala petuah dan nasihat nya, sebelum mobil jemputan dari departemen pendidikan membawa nya ke jakarta.

   "Baik-baik kamu di sana menjaga diri, nak! di situ bumi di pijak, di situ langit di junjung" kata Ayah.

   "Jangan nakal, jangan telat makan, yang terpenting, lima waktu jangan di tinggal!" ucap Bunda.

   "Mas jo! keep contac, oke!? cepet kelar kuliah nya, biar bisa kumpul bareng lagi!" ucap Diana.

   "Iya Ayah, Bunda, Diana akan ku ingat kata-kata kalian semua!" kata nya sedikit sedih, meninggalkan mereka semua.

   "Jangan lupa, pulang ke sini bawa calon nya!" kata Diana meledek.

   "Huh! apa sih anak kecil!?" dumel nya pada Diana, yang saat itu masih tertawa dengan kejailan nya.
***

   Nita yang melihat Mad jo, menangis walau tanpa suara, segera mengelus lembut punggung nya, mencoba memberikan sebuah ketenangan. Walau tangisan itu adalah tangis bahagia nya.

   "Akhir nya aku kembali, inilah tempat aku lahir dan di besarkan,Nit ...! desa kecil yang ku cinta!" desis nya pelan sambil lekat memandang rumah nya.

   "Yaa cepatlah, mas! bawa masuk mobil nya! kata nya sudah kangen berat." ini malah Nita yang terlihat sangat bernafsu ingin cepat bertemu keluarga nya.

   Sebelum Mad jo membawa masuk mobil nya, dari dalam rumah tampak keluar seorang perempuan tua yang tergopoh-gopoh karena bangun tidur di saat menjelang subuh itu. Menyambut nya.

   "Ehem! mbok Daaar, aku pulang!"

   "Aaah ..., ohhh ...! Ss-setaaannn!" teriak nya kencang, lalu tubuh gemuk nya lunglai jatuh pingsan.

   Mendengar teriakan mbok Darsih, di halaman depan. semua penghuni rumah segera tebangun, di pagi buta menjelang subuh itu. Semua bergegas menuju ke depan rumah.

   Semua penghuni rumah itu, tak percaya dengan teriakan mbok Darsih tentang setan, mereka pikir mungkin hanya orang jahat yang menyamar jadi setan. Tapi saat tiba di beranda, jadi kaget dan tidak percaya. Di hadapan mereka mbok Darsih sudah terkulai pingsan. Di depan tubuh nya ada dua orang sedang berusaha menyadarkan nya.

   Bukan hal itu yang membuat mereka terkejut. Tapi wajah salah seorang yang sedang berusaha menyadarkan mbok Darsih. Wajah yang sangat mereka kenal. Wajah seseorang yang selama ini mereka rindukan. Wajah orang yang mereka semua kira sudah meninggal tengelam dengan bangkai pesawat, yang sampai kini belum juga di ketemukan.

    Saat ini  tampak nyata, terlihat di depan mereka sedang jongkok di depan tubuh pingsan mbok Darsih. Beberapa kali mereka semua mengucak mata nya. Meyakinkan diri bahwa apa yang mereka saksikan sekarang itu bukan mimpi.

   "Lee! Kamu pulang, tolee!? Kamu masih hidup? Subhanallah, segala puji bagi nama mu ya Allah!" seru seorang wanita setengah baya, sambil menangis. Walau tampak kurus tapi masih memperlihatkan kencatikan nya. Dia adalah bunda Fatimah. Lalu dia berlari menubruk dan memeluk lelaki itu. Dengan tubuh yang berguncang sesenggukan menangis haru.

   "Iya, bun! aku pulang, alhamdulillah aku selamat dari tragedi pesawat naas itu!" jawab nya terbata-bata dengan derai air mata yang juga mengalir dari mata nya. Tangan nya memeluk sang Bunda, melepas semua kerinduan yang terpendam. Kemudian tangan nya membelai lembut kepala yang di lapisi kerudung itu, seraya menciumi kening nya.

Mad jo si manusia ajaibDonde viven las historias. Descúbrelo ahora