Chapter 115

6.7K 454 662
                                    

Malam minggu keluar-keluar sana dah kalian ini. Mantengin si oranye mulu😂

Yang ini panjang banget. Buat kalian para jones yang lebih suka menjaga diri di rumah😆

Eitss.. Mau bonus? 500 komentar dongs😝😝

Happy reading😍

"Kita harus turun sekarang. Mereka sudah menunggu, Morgan."
Morgan mencekal tangan Anne yang hampir membuka pintu mobil, membuat Anne menoleh padanya heran.
"Ada apa?"

"Ibuku..." Morgan menggantungkan ucapannya hingga Anne menatapnya penasaran. Kenapa tiba-tiba Morgan menyebut ibunya?

Tatapan pria itu lurus ke depan seakan menerawang masa lalu.
"Ibuku pernah mengatakan padaku jika cinta sama halnya dengan bermain api."
Anne terkejut mendengar ucapan Morgan. "Apa maksudmu?" Satu tangan Anne yang bebas ikut menggenggam jemari Morgan yang masih mencekal pergelangan tangannya.

"Semakin kencang angin itu bertiup, baranya akan semakin besar." Morgan menoleh, menatap Anne tepat di lavender kuncupnya yang terlihat bingung. "Atau angin itu bisa juga membuat api padam." Morgan tersenyum tipis. "Ibu menasehatiku agar aku berhati-hati pada wanita. Wanita yang kucintai kelak. Karena cinta itu seperti bermain dengan api. Aku bisa saja terluka. Dan, Anne, ibuku ternyata benar. Setiap aku menatapmu seperti ini rasanya hatiku menghangat."

Anne meledakkan tawanya mendengar ucapan manis Morgan. "Hahaha... demi Tuhan aku mulai mual jika kau terus mengatakan hal memuakkan seperti itu, Morgan!" Anne masih tertawa dengan memukuli punggung tangan Morgan yang menggenggam jemarinya.

Morgan menyentil dahi Anne kesal hingga wanita itu menghentikan tawanya.
"Tertawa sepuasmu, Ann."

"Ahaha... maafkan aku. Tapi sungguh kau tak cocok mengatakan hal-hal seperti itu. Aduhh, perutku. Haha...."

"Tetap di sini." Morgan melepaskan tautan jemarinya dengan Anne dan keluar begitu saja sebelum Anne sempat melemparkan protesnya.

"Morgan." Anne tentu tak menurut begitu saja. Wanita itu dengan kesal ikut keluar dari mobil.

Morgan menyambar paper bag yang dibawa anak buahnya yang berdiri sedikit jauh dari mobilnya dan berlari kecil menghampiri Anne yang menutup pintu mobil dengan keras.

"Jangan meninggalkanku!" protes Anne jengkel. "Huahhh! Dingin sekali di sini." Anne langsung memeluk tubuhnya sendiri seraya mengusap lengannya.

Morgan mengambil sebuah mantel coklat dengan bulu tebal dari dalam paper bag itu lantas memakaikannya pada Anne. "Sudah kubilang jangan keluar dulu, bodoh!" Morgan sempat menyentil dahi istrinya sebelum ia mengambil satu mantel lagi untuknya.

"Kukira kau akan meninggalkanku di dalam mobil," balas Anne dengan mengusap dahinya yang masih meninggalkan sedikit rasa sakit saat Morgan menyentilnya.

"Hahh!!" Anne menyuap udara dari mulutnya hingga uapnya terlihat jelas karena perbedaan suhu udara dari mulutnya dengan udara bebas yang sangat dingin. "Wahh..., Aku merasa seperti sedang ada di London," ucap Anne girang dan lagi-lagi bermain dengan udara. Di setiap hembusan napasnya meninggalkan jejak mengembun menerobos partikel udara. Dan Anne sangat senang melihatnya.

"Berhentilah bersikap kampungan," tukas Morgan dengan nada sinis.
"Hey! Perhatikan ucapanmu, Tuan Winata! Aku tidak kampungan. Aku hanya merindukan London, tahu?"

Morgan tak menanggapinya, pria itu memilih langsung bergabung dengan rombongan daripada berdebat dengan wanita cerewet ini.
Anne melihat orang-orang juga sudah memakai mantel tebal. Sepertinya mereka tadi cukup lama menunggu ia dan Morgan keluar.

PSYCHOPATH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang