🍁{Chapter 2}🍁

56.1K 2.5K 96
                                    

"Aku ingin merasakan mempunyai teman tapi sayangnya tidak ada yang mau berteman denganku karena mereka merasa jijik padaku."

Happy Reading ❤

🍁

Cowok itu terkekeh pelan. "Gak usah gugup gitu akh. Santai aja, gue gak gigit kok. Nama gue Alvaro, lo bisa manggil gue Al," ujar Alvaro tersenyum tipis.

"Kayanya kita satu sekolah tapi gue belum pernah lihat lo sebelumnya. Hmm... Lo murid baru ya?" tebak Alvaro karena ia melihat ada logo sekolahnya di seragam sekolah Aleta.

"Iya, aku murid baru. Aku dapet beasiswa sekolah di sana," jelas Aleta pelan.

"Wah, lo hebat banget bisa dapet beasiswa. Sebelumnya belum pernah ada loh orang yang bisa dapet beasiswa di sekolah gue, mungkin lo orang pertama yang bisa dapet beasiswa di sekolah gue," jelas Alvaro bersemangat.

"Kalau gitu lo bareng gue aja ke sekolahnya, kebetulan gue bawa motor dan belum ada yang dudukin jok belakang motor gue," ajak Alvaro sambil menunjuk motornya yang ada di sebrang mereka.

Aleta tersentak saat Alvaro mau mengajaknya berangkat bersama, apa Alvaro tidak merasa malu? Aleta tidak pernah membayangkan akan bertemu orang sebaik seperti Alvaro. Aleta merasa tidak pantas jika harus duduk di atas motor Alvaro. "Gak usah, aku jalan kaki aja," tolak Aleta.

"Jalan kaki tuh cape, kalau telat gimana? Mending bareng gue aja yuk. Tenang aja, gue bukan orang jahat kok. Gak usah khawatir, gue gak bakal macem-macem sama lo. Gue gak nerima penolakan, pokoknya lo harus berangkat bareng gue," titah Alvaro.

Tanpa aba-aba Alvaro langsung menarik tangan Aleta ke arah motornya. "Udah yuk jangan kebanyakan ngelamun nanti kita keburu telat," ucap Alvaro.

Aleta melirik tangannya yang masih digenggam oleh Alvaro. "Apa dia gak jijik ya megang tangan aku? Aku gak nyangka bisa ketemu orang sebaik dia," batin Aleta tanpa sadar ia tersenyum tipis.

Alvaro melepaskan genggaman tangannya dari tangan Aleta lalu ia mengambil helm yang ada di atas motornya. "Nih pake, gue cuma punya satu sih tapi lo aja yang pake. Gue takutnya pas di perjalanan terjadi sesuatu terus lo terluka kan gue gak enak," jelas Alvaro.

Aleta melongo, seketika bibirnya tidak mampu mengucapkan satu katapun. Jujur, dia sangat bahagia karena ada orang sebaik Alvaro. Baru kali ini ia diperlakukan dengan baik oleh seseorang yang baru ia kenal beberapa menit yang lalu.

Tanpa diduga Alvaro memasangkan helmnya di kepala Aleta. "Maaf gue jadi makein lo helm gini, gue kan udah bilang kalau gue gak mau lo terluka kalau terjadi sesuatu di jalan," Aleta hanya diam, ia tidak tahu harus mengucapkan apa.

"Ya Allah, terimakasih karena telah mempertemukanku dengan orang sebaik Alvaro. Aku selalu percaya bakal ada kebahagiaan setelah kesedihan. Apa kebahagian itu Alvaro? Aku harap begitu," batin Aleta.

"Aleta?" panggil Alvaro yang dapat membuyarkan lamunan Aleta.

"I-ya Al-varo," jawab Aleta masih terbata-bata.

"Lo masih aja gugup gitu, kan gue udah bilang santai aja bicara sama gue mah. Oh ya, tadi gue cuma ngajak lo kenalan doang, kalau gitu sekarang gue mau nawarin lo jadi temen gue. Lo Mau kan jadi temen gue?" tanya Alvaro sambil tersenyum.

"Hah," Aleta sedikit tercengang mendengar ucapan Alvaro, hatinya menghangat ketika Alvaro manwarkannya untuk berteman. Aleta tidak tahu harus menjawab apa. Dia berpikir apakah dia pantas berteman dengan Alvaro? Sepertinya tidak, karena dia hanya orang miskin.

"Kok diem aja Ta? Lo gak mau jadi temen gue ya," tebak Alvaro sambil memperlihatkan wajah sedihnya.

"Aku mau kok jadi temen kamu, mau banget malah," jawab Aleta tersenyum tipis.

Alvaro langsung tersenyum lebar. "Beneran lo mau jadi temen gue Ta? Lo gak terpaksa kan nerima pertemanan ini?" tanya Alvaro memastikan.

"Aku beneran mau jadi temen kamu Al. Tapi Al, apa kamu gak malu punya temen yang miskin kaya aku," ungkap Aleta.

Aleta menundukkan kepalanya karena ia tidak berani menatap Alvaro. Aleta takut kalau setelah Alvaro tahu kalau dia miskin Alvaro akan langsung menghina dan menyakitinya.

Alvaro menepuk pelan pucuk kepala Aleta. "Emang kenapa kalau lo miskin? Kita kan sama-sama manusia jadi gak masalah kalau berteman. Gue berteman bukan mandang seberapa kaya orang itu. Lo gak perlu ngerasa kalau gue bakal benci sama lo. Lo salah besar kalau ngira gue bakal benci dan bakal ngehina lo ataupun nyakitin lo. Gue gak ada sedikitpun niatan kaya gitu walaupun gue tau lo dari keluarga yang kurang mampu gue bakal tetap mau temenan sama lo, bahkan gue berharap bisa berteman baik sama lo," terang Alvaro panjang lebar.

Seketika jantung Aleta berpacu dengan sangat cepat, sungguh dia sangat tersentuh oleh ucapan Alvaro. Tidak pernah ada seseorang yang berkata seperti itu padanya, justru biasanya orang mengatakan jijik atau benci pada Aleta karena ia hanya orang miskin.

"Jangan diem kaya gini dong, kan gue jadi takut ngiranya lo kesurupan," ujar Alvaro.

Aleta tersenyum tipis. "Kalau aku beneran kesurupan gimana nih?" tanya Aleta terkekeh pelan.

Alvaro terpesona melihat Aleta tertawa karena menurutnya Aleta sangat cantik jika tertawa seperti ini. "Gampang. Kalau lo beneran kesurupan gue tinggal bacain ayat Al-Qur'an terus gue cium biar lo sadar," jawab Alvaro terkekeh pelan.

"Yyeehh... Enak di kamu itumah," sahut Aleta masih dengan kekehan.

Dia tidak tahu kenapa jadi terus ingin tertawa seperti sekarang padahal sebelumnya ia tidak pernah sekalipun tertawa. hanya senyum palsu yang selalu Aleta perlihatkan pada semua orang tapi kali ini Alvaro merubah segalanya. Alvaro berhasil membuat Aleta bahagia tanpa berpura-pura.

Alvaro mengulurkan jari kelingkingnya. "Sekarang... Kita teman kan?"

Aleta mengangguk lalu ia menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Alvaro. "Iya, kita sekarang teman Al," jawab Aleta yakin.

🍁


Jangan lupa tinggalkan jejak ❤

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang