❄️ BAB 17 - Intermission

2.6K 594 60
                                    

Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)

Diunggah pada: 22 Juli 2019 (BAB 17)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).

Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

*Bantu temukan typo.

***
Bab 17 - Intermission

***

Prague, Czech Republic - Winter

[Sekarang - Astrid Pramesti]

.....
Sejak percakapan penuh emosi itu. Aku merasa ada jarak antara aku sama Sultan. Percakapan itu memang berakhir dengan sebuah kesepakatan untuk berdamai dan nggak ada ungkitan apa pun. Aku juga sudah bertekad untuk menjauhkan prasangka yang akan menarikku pada pusaran cemburu. Tapi sebentar, wajar kan ya aku cemburu seperti itu? Khawatir, demi Tuhan. Sekarang bukan cuma Sultan yang punya ketakutan dengan perempuan selain aku. Tapi aku pun punya perasaan yang sama. Ingin menjaga dia di jarak seaman mungkin dari perempuan-perempuan asing. Karena hematku semua masalah yang ada sekarang diawali dari terlalu mudahnya Sultan membuka diri pada orang yang belum dia kenal.

Sekarang sudah nyaris tengah malam. Tapi aku hanya berbaring berdua dengan Fathan di kamar. Sisi lain tempat tidur ini masih sepi dan dingin. Sultan menjelang petang memaksakan diri untuk pergi saat ada panggilan dari narasumber yang meminta jadwal ulang pertemuan. Dan dia baru pulang sekitar pukul sembilan malam.

Praha sedang membeku lagi. Salju turun tipis-tipis. Sementara itu sejak Sultan pulang makan malam yang sudah aku siapkan belum disentuh sama sekali. Bahkan sopnya sudah menjadi dingin. Harus dipanaskan lagi. Aku tidak berani menyolek makan malam sebelum dia. Atau mengajaknya makan bersama ketika dia sedang dalam sibuk-sibuknya atau fokus akan sesuatu. Karena pengalamanku dia akan menunda makan tanpa ingin dipaksa ketika sedang seperti itu. Apalagi saat ini, di tengah semua konflik yang harus kami sibak perlahan dan harus dibicarakan pelan-pelan.

Jelasnya Sultan sedang banyak berubah.

Aku beranjak dari tempat tidur dengan hati-hati agar tidak sampai membangunkan Fathan. Meraih mantel wol hangat milik Sultan di belakang pintu lalu memakainya. Kemudian pergi ke ruangan di mana Sultan sedang menyelesaikan pekerjaannya sendirian. Itu adalah ruang khusus milik Wisnu yang dikongsi dengan Sultan karena untuk sekarang tidak banyak pekerjaan yang bisa diurus Wisnu secara fokus. Wisnu sudah tidak buka praktik untuk umum lagi. Hanya pasien yang secara khusus ditangani olehnya saja.

Saat aku tiba di ruangan itu, pintu memang tidak ditutup. Terbuka beberapa senti sehingga Sultan tidak menyadari kehadiranku di sana. Kuperhatikan dia dari belakang. Yang terlihat hanya punggungnya yang sedikit membungkuk karena sedang membaca catatannya. Mungkin hasil wawancara petang tadi. Lalu kembali menegak untuk mengetik. Tapi sebentar saja dia sudah meraih sebuah buku yang dia batasi halamannya. Membaca. Menarik garis bawah dengan pensil pada halaman yang dibacanya. Dan mengetik lagi.

Pada situasi yang sekacau sekarang, aku heran kenapa dia kadang masih bisa menemukan fokus pada apa yang harus dia selesaikan. Selain setelah mandi, momen dimana dia terlihat cukup menarik bagiku ya ketika dia sedang fokus dan menulis. Ada banyak ekspresi langka yang aku temukan di saat seperti itu. Keningnya yang mengerut saat berpikir. Atau dia yang tiba-tiba menggumamkan sebuah nada jika sedang bosan. Namun sekarang rasanya aku tak berani begitu jauh mendekatinya. Tapi aku ingin. Dia perlu teman meski terlihat bisa melalui ini sendirian. Tak lama kemudian dia bersandar pada kursi dan memijit keningnya untuk sebuah jeda. Mengembuskan napas panjang dan berat. Baik, ada yang mengganggu fokusnya.

RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]Where stories live. Discover now