❄️ BAB 18 - Sandung

3K 695 87
                                    

Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)

Diunggah pada: 24 Juli 2019 (BAB 18)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).

Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

*Bantu temukan typo.

***
Bab 18 - Sandung

***

Prague, Czech Republic - Winter

[Sekarang - Astrid Pramesti]

Salah satu perubahan yang paling signifikan antara aku sama Sultan yaitu interaksi biologis kami berdua. Maksudku, kami berdua ini suami-istri. Tapi interaksi biologis yang seharusnya ada seperti ketika kami saling rindu di Turki dulu, itu belum terjadi sejak aku tiba di Praha.

Dulu, saat kami dibentang jarak dan waktu, jika pertemuan itu tiba, akan mudah bagi salah satu di antara kami meniup morse tanda ... ya, itu lah. Bahkan satu ciuman hangat yang barangkali tepat untuk melelehkan bekunya Praha pun tidak ada lagi. Dorongan seks pada laki-laki memang rentan anjlok pada saat dilanda stres dan depresi. Aku pernah membaca buku psikologi seks yang membahas tentang ini. Paling parah pengaruh depresi pada laki-laki bisa seperti efek kebiri temporer. Wal iyadzu billah. Musim dingin pada diri Sultan yang pengaruhnya seperti ini memang beberapa kali pernah terjadi. Terutama di musim ujian tengah atau akhir semester. Atau ketika ada pengerjaan proyek penting. Atau ketika dia memberi isyarat aku tak boleh ganggu saat fokusnya terkunci. Tapi kali ini aku khawatir. Dia menghindari interaksi biologis bukan karena itu saja. Melainkan ada semacam kecenderungan traumatik yang menariknya untuk menghindari persentuhan lebih jauh. Setidaknya dia masih tidak keberatan saat aku memberinya kecupan pipi. Aku khawatir.

Kami melewati beberapa hari berikutnya dengan lebih dingin lagi. Bukan cuaca alamnya yang dingin. Tapi cuaca hati kami berdua. Aku sudah memberi pilihan pada Dalilah untuk pulang atau tetap tinggal. Dia memilih opsi kedua karena ini kesempatan baginya untuk sedikit menjelajah Praha selagi sempat.

Sultan memadatkan jadwal risetnya. Yang tadinya satu hari satu narasumber, sekarang dirapatkan jadi tiga narasumber dalam sehari. Aku bingung aja karena dia maksain banget nerabas cuaca dingin seharian penuh. Belum lagi malamnya dia gunakan untuk mengetik, membaca, memeriksa catatan, berselancar di internet, atau semacamnya. Dan pada periode serius itu, aku sama dia nggak banyak bicara panjang. Beda urusannya kalau Sultan lagi jadi mode Ayah ke Fathan. Dia nggak ragu buat gendong Fathan selagi aku nyiapin makanan.

Hari-hari ketat itu berakhir. Aku sudah pesan tiket pesawat dua hari sebelum nurutin apa karepnya Sultan ke Istanbul dulu.

"Kunci rumah disimpan di mana? Kan Mas Wisnu belum balik, Mas," tanyaku saat membantu Sultan mengemas pakaian.

"Nanti kamu tunggu saja sama Dalilah. Sambil kemas barang-barangmu. Aku mau ke rumah keluarga Sergey. Kenalan terdekat Wisnu yang bisa aku titipi kunci."

"Sergey siapa?"

"Adiknya Helga," jawabnya, "Nggak usah mikir yang macam-macam. Cuma nitip kunci. Lagipula kemungkinan besar aku kembali ke Praha sebelum musim dingin berakhir."

Nah, kan, berubah lagi, "Bukannya kamu bilang mau minta dispensasi sidang angkatan sekarang? Kok balik lagi ke Praha?"

Dia tidak langsung menjawab. Menutup ritsleting kopernya, "Kalau memungkinkan."

RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]Where stories live. Discover now