Part 3: Duel

9.2K 1.6K 148
                                    

Jarak antara istana tempat latihan militer dan bangunan utama istana tempat ruang belajar Pangeran Sejong itu cukup jauh, sebelumnya itu bukan masalah besar untuk Namjoon, dia pernah menghadapi medan yang jauh lebih buruk daripada ini. Namun kali ini, Namjoon merasa langkahnya memberat seiring tiap langkah yang diambilnya.

Penasihat Lee yang berjalan di sebelahnya belum mengatakan apapun sejak mereka meninggalkan cafeteria yang ada di barak prajurit. Namjoon menunggu sekiranya satu atau dua kata yang akan menjelaskan tujuan dari Pangeran Sejong ingin menemuinya namun Penasihat Lee tetap diam.

Mereka berjalan masuk ke istana dan beberapa pelayan serta penjaga istana yang berpapasan dengan mereka segera membungkuk sopan untuk menyapa. Namjoon membalas sapaan itu dengan sebuah anggukan sementara Penasihat Lee tersenyum ramah pada mereka, di antara semua penasihat pangeran, Penasihat Lee memang dikenal sebagai yang paling dewasa dan ramah.

Ketika mereka memasuki bangunan istana tengah, keramaian sudah semakin berkurang dan saat ini hanya mereka berdua yang berjalan di koridor itu.

"Jenderal Namjoon."

Namjoon sedikit tersentak saat Penasihat Lee tiba-tiba memanggilnya. Namjoon menoleh dan melihat Penasihat Lee Jaehwan itu sedang menoleh ke arahnya dengan senyum kecil di bibirnya.

"Pangeran Sejong dalam kondisi mood yang kurang baik. Tapi kurasa anda pastinya bisa mengatasi itu, bukan?" Jaehwan tersenyum pada Namjoon, "Saya mengenal Pangeran Sejong dengan terlampau baik dan satu-satunya hal yang bisa mengganggu ketenangan emosinya adalah keluarga kecilnya.. dan kedua adiknya."

Namjoon memejamkan matanya dan menarik napas dalam, dia sudah tahu pasti Pangeran Sejong adalah sosok pertama yang menentang keputusan pernikahan yang sangat mendadak dari Pangeran Seokjin. Namjoon menatap Jaehwan dan tersenyum tipis, "Ya, kurasa aku bisa mengerti itu."

Jaehwan tertawa pelan, "Jenderal, wajah anda memucat. Kuasumsikan berperang pasti lebih mudah dihadapi daripada ini, bukan?"

Namjoon mengangguk pelan, "Yah, kurasa begitu."

"Saya sudah mendengar semuanya dari Pangeran Sejong karena tentunya Pangeran Sejong membutuhkan pandangan dari orang lain untuk melihat masalah ini. Saya sendiri mengenal Pangeran Seokjin dan saya tahu bagaimana hubungan Pangeran Sejong dan Pangeran Seokjin." Jaehwan tersenyum jenaka pada Namjoon, "Sepertinya ini akan menyenangkan, bukan?"

Namjoon mendesah pelan, "Sepertinya semua yang telah mengetahui kabar ini sangat ingin melihatku dihajar oleh Pangeran Sejong ya?" ujarnya sarkastik.

Jaehwan tertawa, "Tidak, saya hanya tertarik dengan masalah ini, lagipula belakangan ini Pangeran Sejong sangat sibuk dan sepertinya dia stress setiap waktu, menyenangkan sekali melihat akhirnya Pangeran Sejong menunjukkan emosi yang lain."

Namjoon menyipitkan matanya, "Oh, ya, menyenangkan sekali, bukan?" ujarnya, masih dengan nada sarkas.

Jaehwan tersenyum, "Dan tentunya bukan itu saja, Jenderal. Saya juga senang anda terlihat lebih 'hidup' karena kabar ini. Sebelumnya tiap kali kita bertemu karena pekerjaan, anda terlihat sangat serius dan saya sendiri selalu bertanya-tanya bagaimana nantinya jika anda menampilkan sebuah emosi lainnya."

Namjoon tersenyum tipis, yah, jika kepalanya dipertaruhkan di tangan seorang pangeran paling berpengaruh di tempat tinggalnya, Namjoon jelas tidak bisa mempertahankan ekspresi datarnya. Ini berbeda dengan saat-saat berperang dimana Namjoon tidak perlu menunjukkan emosi dan bisa melawan sekuatnya, saat ini lawannya adalah pangeran, Namjoon tidak bisa bertindak seenaknya.

Jaehwan mengantar Namjoon hingga ke depan ruang belajar Pangeran Sejong dan membukakan pintu untuknya. Namjoon menarik napas dalam dan berjalan menuju ambang pintu, dia melihat Pangeran Sejong sedang berdiri di pinggir mejanya seraya membaca sebuah file.

Régalien Wedding [ ON HOLD ]Where stories live. Discover now