Chapter 3: Awal Bicara

1.8K 268 40
                                    

"Seperti jam dinding yang mencari asal detak, kau adalah sang pemilik rumah berdinding biru di sudut toko buku. Sedang aku, adalah tamu-tamumu yang tak dibukakan pintu."
- imadilettante via kumpulan puisi.





Ten mendapatkan tanda lahir itu sejak ia lahir, atau begitulah yang Ibunya katakan. Dan hampir seumur hidupnya, di samping statusnya sebagai omega, Ten juga merutuki tanda lahir tersebut.

Saat ia belum mengetahui bahwa dirinya adalah seorang omega, Ten begitu senang dan bangga akan tanda di pergelangan tangannya, penghubung ia dan belahan jiwanya yang belum ditakdirkan untuk bertemu.

Ten mensyukuri waktu yang menghitung mundur dengan lambat, detik demi detiknya ia nanti dengan penuh antusias. Ia seringkali membayangkan bahwa soulmate-nya adalah seorang gadis yang cantik, kuat, dan penyayang seperti sang Ibu. Dan kelak, mereka akan memiliki sebuah keluarga kecil yang bahagia. Hal itu selalu menjadi kebahagian tersendiri untuk Ten.

Tapi itu dulu.

Setelah ia mengetahui bahwa dirinya seorang omega, yang memiliki status terbawah, kasta terendah, atau apalah itu, Ten benar-benar tidak peduli dan berharap tidak pernah bertemu dengan belahan jiwanya.

Ia tidak mau jika harus tunduk pada alpha maupun beta. Egonya terlalu tinggi untuk itu.

"Huft."

Ten menghebuskan napasnya kasar. Ia tidak mau dan tidak pernah berharap ini akan terjadi. Jika kebanyakan orang berharap agar bisa bertemu dengan soulmate-nya, tidak dengan Ten. Ia benar-benar merutuki hidupnya saat ini.

Juga, ia memiliki firasat buruk tentang Qian Kun.

"Jadi ini soulmate-ku?"

Ten terlonjak ketika pria bernama Kun itu berdiri dengan jarak kurang dari lima meter di depannya. Kun berjalan dengan langkah yang begitu angkuh, tangan kanannya ia masukkan ke saku celana.

"Oh, tidak sesuai dengan harapanku. Ternyata seorang pria, huh?"

Bibir Ten tertekuk, matanya memicing, ia menatap Kun dengan benci.

Ia menaikkan dagunya, menatap Kun tak kalah angkuhnya, "Seperti aku sudi saja bertemu denganmu!"

"Oh, jangan begitu."

Kun mendekatkan wajahnya pada Ten. Ia tersenyum, atau lebih tepatnya menyeringai, ke arah Ten. Pemuda asal Fujian itu lalu mengangkat dagu Ten dengan jari telunjuknya, "Seharusnya seorang omega senang bertemu dengan alpha yang merupakan belahan jiwanya."

Detik itu juga Ten merasakan tubuhnya panas, amarahnya meledak. Dengan kasar ia menepis tangan Kun yang menyentuh wajahnya, "Mati saja sana!" desisnya kesal, "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi omega dari siapa pun!"

Tanpa sopan santun seperti yang biasanya Ten tunjukan pada orang lain, ia melangkah menjauh dari Kun yang masih menatapnya dengan seringaian yang tak pernah lepas dari bibirnya.

Sampai kapanpun ia tidak akan menjadi omega dari alpha atau beta manapun.

"Ya, aku tak akan pernah menjadi omega siapa pun," ucap Ten sembari mencoba untuk meredakan amarahnya.





[Remake] On My WayWhere stories live. Discover now