Chapter 5: Kecewa

1.6K 240 16
                                    

"Aku suka berlama-lama menatap matamu yang teduh karena di sana kesombongan diri dan keangkuhanku selalu runtuh." – mocoati via kumpulan puisi





Sebagai awal perkenalan yang baik, Ten mengajak Kun untuk makan malam bersama di restoran cepat saji yang berada tidak jauh dari rumah sakit, tempat Ten dan teman-teman kerjanya biasa melepas lapar dan juga penat.

"Aku kira kau membenciku," ucap Kun sembari menopangkan dagu pada tangan kanannya sembari menatap Ten yang masih asik dengan spaghetti yang ia pesan, "Atau kau sudah mulai jatuh cinta padaku?"

"Uhuk!"

Ten hampir saja tersedak makanan yang ada di mulutnya. Ia menepuk-nepuk dadanya kemudian meminum air mineralnya dalam sekali teguk. Lalu, matanya memicing tajam menatap Kun, "Maaf, aku masih membencimu."

Kun tersenyum miring, ia kembali meminum sodanya.

Jika diingat ketika mereka bersama dengan Jisung tadi, Ten benar-benar berbeda dari hari-hari sebelumnya.

Tidak.

Tidak hanya saat bersama Jisung. Setelah itu Ten mengajak Kun bertemu dengan salah satu pasien yang berada di ruang intermediate. Awalnya pasien itu begitu sulit diajak bicara. Tak peduli berapa kali Ten bertanya, pemuda itu tetap saja tak bersuara. Hingga akhirnya Ten mengeluarkan manisan berbentuk semangka yang berhasil membuat senyuman merekah lebar di bibir sang pasien. Setelahnya, mereka berdua berbicara beberapa hal, tak lupa Ten melibatkan Kun sebanyak mungkin di pembicaraan mereka. Dari sepengelihatan Kun, Ten berbicara pada pasiennya seakan mereka adalah teman lama. Bukan seperti seorang dokter kepada pasiennya. Tapi meski begitu, Ten tetap bersikap profesional karena apa yang ia tanyakan, sebagian besar adalah hal yang menyangkut keadaan sang pasien.

Mungkin kini Kun bisa membenarkan ucapan Jaehyun, Ten berbeda saat dalam mode kerja. Dokter asal Thailand itu dengan senang hati menjelaskan segala yang berhubungan dengan pasien dan rumah sakit, lengkap dengan senyuman manis yang tak pernah lepas dari wajahnya.

Tsk.

Kun mengumpat dalam hati ketika merasakan sesak di dadanya. Melihat Ten tersenyum ternyata bisa membuatnya menjadi tidak karuan seperti ini.

"Oh, ngomong-ngomong," Ten yang sudah selesai dengan spaghettinya lalu meminum jus jeruknya yang tinggal setengah gelas lagi, "Kau baru pertama kali menangani pasien?"

Kun mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa kau bisa bilang begitu?" lalu tersenyum menggoda, "Ah, kau sudah memiliki ikatan batin denganku ya?"

Ten hampir saja melempar Kun dengan minumannya, "Bukan!" sanggahnya, "Hanya saja, bagaimana ya, kau terlihat canggung?"

Kun terdiam.

Karena pada kenyataannya, apa Ten katakan benar adanya.

"Ya begitulah," Kun mengendikkan bahunya, "Rumah sakit di Shanghai, tempat sebelumnya aku bekerja, adalah milik ayahku," pemuda bermarga Qian itu mengambil jeda sejenak, "Benar-benar milik ayahku. Bukan karena ayahku kepala bagian atau apa."

Kali ini giliran Ten untuk terdiam. Matanya memancarkan tatapan yang sulit dibaca.

"Apa?"

"Apanya yang apa? Aku menunggu kelanjutan ceritamu," Ten menampakkan raut wajah bingung, "Kau cerita hanya setengah saja?"

Kun mengalihkan wajahnya, menutup mulut dengan punggung tangan, menahan tawa.

Baginya, ekspresi wajah Ten begitu menyenangkan untuk dilihat.

[Remake] On My WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang