3. Cowok Idaman Prissa

148 16 3
                                    

Mereka mulai mengatur rencana sendiri-sendiri untuk menarik perhatian David. Tidak ada yang boleh tahu apa taktik dari masing-masing orang. Mereka sepakat untuk menyembunyikan dan menjadikan kejutan akan aksi mereka. Mereka bertingkah seolah menjadi musuh yang sedang berperang. Padahal sebenarnya mereka hanya menganggap main-main saja.

“Gue pasti menang,” ucap Kayonna untuk menjatuhkan mental sahabatnya.

“Gue yang akan menang.” Evelyn tidak mau kalah.

“Orang yang nggak kepedean untuk menang itulah yang akan jadi pemenang.” Alanis menyunggingkan bibir sinis. Dan dibalas dengan cibiran dua sahabatnya yang kemudian berpaling ke depan.

Saat itu Adam datang dan langsung duduk menghadap Alanis. “Kenapa semalem nggak lo angkat telepon dari gue?” dari nada suaranya, Adam menuntut penjelasan.

“Sori, Dam. Semalem mereka lagi main ke rumah.” Alanis menunjuk dua sahabat yang duduk di depannya dengan dagunya, “nggak mungkin gue ngacangin mereka dengan terima telepon dari lo.”

Sebenarnya Alanis tidak begitu menyukai cowok yang terkesan posesif seperti Adam. Dalam bayangannya, kalau Adam jadi pacarnya, cowok itu pasti suka memaksanya untuk menerima telepon, untuk pergi bersama, atau tidak berbasa-basi dalam sebuah obrolan alias langsung ke pokok permasalahan. Dan itu sama sekali nggak ada seninya. Tapi untuk menjaga perasaan cowok yang sedang ada rasa padanya, Alanis berusaha bersikap sebaik mungkin. Dia tidak ingin menolak dengan cara kasar. Itu akan menciptakan dendam di hati Adam.

“Al, bisa nggak sih sedikit aja lo nggak nyuekin gue?”

“Dam, gue nggak pernah nyuekin lo,” kata Alanis berusaha tenang meski jantungnya berdetak lebih cepat. Saat ini Adam duduk menyamping menghadapnya. Di sebelahnya adalah tembok kelas. Di belakangnya ada meja lain. Dia seolah sedang terkurung. Posisinya ini membuatnya resah.

“Tapi lo nggak pernah terima perhatian dari gue. Harus berapa kali gue bilang kalau gue suka sama lo?”

Suasana kelas sedang ramai. Mereka sedang menyiapkan PR yang akan dibahas di jam pertama pelajaran. Tapi seramai apa pun kelas ini, Alanis khawatir kedua teman di depannya akan mendengar ucapan Adam meskipun Adam mengatakannya setengah berbisik.

“Dam, gue nggak suka cowok pemaksa,” ucap Alanis dengan suara bergetar. Ada kebencian yang mulai timbul dalam dirinya saat mengetahui Adam menunjukkan perasaan bukan dengan kelembutan. Tidak ada senyum apalagi obrolan manis. Sejak awal kenal, Adam adalah cowok yang dingin dan kaku. Kadang terlihat menyeramkan saat cowok itu memandang tajam menusuk dan saat kulitnya yang coklat basah karena keringat.

Adam menelan ludah. Sadar kalau perbuatannya bisa membuat Alanis takut dan berpikir buruk tentangnya. Dengan helaan napas berat dia berucap, “Sori, Al. Gue lagi kesel aja.”

Alanis tak menjawab. Gadis itu hanya memperbaiki posisi duduknya. Kemudian teralihkan pada gadis yang baru saja masuk. Gadis tercantik yang menjadi teman sekelasnya sejak kemarin. Prissa.

Seisi kelas langsung menyapa Prissa dengan ramai. Maklum, selain paling cantik di kelas ini, Prissa juga terkenal sebagai bintang iklan seperti Evelyn. Dia juga pernah ikut bermain film. Meskipun hanya figuran, itu sudah membuatnya terkenal karena keberaniannya menggunakan bikini yang menampilkan sembilan puluh persen tubuhnya. Gadis itu bahkan berani beradegan cium bibir yang panas menggelora.

Alanis masih ingat film yang diproduksi tahun lalu itu. Sungguh, dia mual melihat adegan yang dilakukan oleh teman SMAnya. Berbeda dengan para cowok di sekolah ini yang jadi sering menggoda Prissa. Bukan malah memandang iri seperti pandangan cewek lain di sekolah ini.

“Pagi semua,” ucap Prissa dengan jalan berlenggak-lenggok. Gadis itu yakin kalau kehadirannya menjadi pusat perhatian seisi kelas. Kelas menjadi semakin riuh. Lalu seorang cowok yang sejak semalam diperbincangkan oleh mereka bertiga, muncul di belakang Prissa.

The EleventhМесто, где живут истории. Откройте их для себя