Chapter 3

346 48 7
                                    

Hotel tempat One Ok Rock menginap seolah damai-damai saja tanpa masalah. Namun, keadaan sebenarnya adalah kebalikannya.

Seperti kaca-kaca yang tertanam di dinding hotel--satu arah, hotel itu mampu menutupi bagian dalamnya yang hiruk pikuk. Di balik gedung yang menjulang tinggi itu, tersembunyi dari pandangan pejalan kaki dan pengunjung, mobil-mobil polisi tanpa bunyi sirine terparkir di parkiran khusus. Pengemudinya sudah meninggalkan mobil mereka semenjak rem diinjak dan kunci ditarik.

Siang itu, sebuah operasi dilangsungkan di hotel itu. Operasi yang bersifat rahasia, yang hanya polisi dan staf hotel tertentu yang mengetahuinya, karena korban kali ini adalah superstar dunia yang akan membuat heboh internet dalam kurung waktu kurang dari semalam, korban yang tentunya akan menjadi kerugian yang sangat besar bila operasi ini bocor ke publik.

Beberapa menit lalu, setelah sadar dari keterkejutannya, Toru bergerak cepat dan rasional--seorang leader. Ia segera menarik selimut dari salah satu kasur dan menutupi semua permukaan barang-barang pemberian si laba-laba, berjaga-jaga bilamana kamera tersembunyi itu dipasang di salah satu bingkisan. Ia lalu menelepon agensi yang sempat terabaikan, memotong ucapan marah penerima, dan melaporkan segalanya. Kali ini, bukan penyusupan ke ruang ganti dan bocornya nomor kamar yang menjadi inti permasalahan. Semuanya melebar menjadi skala yang jauh lebih besar, sudah meningkat, dan berganti nama menjadi ancaman yang bukan lagi membuat keberlangsung tur mereka yang menjadi taruhan, melainkan keselamatan empat anggota One Ok Rock.

Empat pemusik itu hanya duduk diam dengan kepala tertunduk, berjajar, ketika beberapa polisi mulai mencari jejak-jejak si laba-laba. Hasilnya jauh lebih mengejutkan dari cepatnya foto rangkulan Taka terhadap Toru yang tersebar: penyadap suara ditemukan di setiap gagang pintu di lantai yang mereka sewa; lima kamera pengintai berukuran mikro serta empat penyadap suara di kamar Taka dan Toru; dua kamera di kamar Ryota dan Tomoya; sebuah penyadap dan kamera di masing-masing barang pemberian si pelaku; dan yang paling mengejutkan, sebuah penyadap dan kamera di jaket Taka. Hati keempatnya tidak bisa lebih mencelos lagi mendengar hasil temuan itu, Taka bahkan sampai memuntahkan semua isi perutnya ketika mendengar hal itu.

Tidak dapat dipungkiri lagi, tur akhirnya dihentikan paksa dan para anggota dipulangkan ke Jepang dengan pengawalan ekstra.

***

"Dia tidak boleh sendirian," bisik Toru, kekeraskepalaannya memuncak.

Mereka berempat sudah berada di angkasa, terbang menggunakan burung besi menuju Jepang. Segera setelah penemuan barang-barang tak senonoh itu, agensi langsung memulangkan mereka--itulah yang diinginkan semuanya. Namun, persiapan untuk pulang yang memakan waktu seharian dan jadwal penerbangan yang mereka pilih--tanpa transit--membuat mereka baru lepas landas pagi tadi, sehari setelah penemuan barang-barang itu.

Seharusnya, hati mereka dapat bertenang diri kala mereka dibawa terbang meninggalkan negeri dimana semua teror itu berawal. Sayangnya, dengan kalimat si pelaku yang berjata bahwa dia akan terus mengawasi, bahkan dalam kurungan besi itu, mata mereka harus tetap awas mengawasi.

"Lagipula Toru... kau hanya punya satu kamar," kilah Tomoya.

"Aku punya sofa, ingat? Aku bisa tidur di sana."

"Tapi Toru..." Tomoya menghela berat,
kepalanya maju sedikit, menantang Toru yang ada di sebelahnya.  "Kau hanya akan membuatnya makin cemburu!" tegasnya.

"Sshh, pelan-pelan!" hardik Ryota dengan berbisik dari belakang keduanya, "Mori-chan baru saja tidur."

Tomoya segera mengecilkan suaranya. Sejak semua kamera dan penyadap itu ditemukan, mereka semua kesusahan tidur, dan yang paling parah tentu saja Taka, ia tidak bisa memejamkan matanya lebih dari dua menit karena mimpi buruk akan membangunkannya dengan kasar. Baru kali ini sejak kejadian itu, Taka akhirnya bisa terlelap lebih dari dua menit.

Toruka: Pulling Back [COMPLETED]Where stories live. Discover now