Chapter 7

251 44 16
                                    

[12 Desember, jam 9 pagi]

BRAK!

Dengan wajah memerah karena marah, Toru menggebrak meja yang menjadi pemisah antara dirinya dan seorang polisi yang kini berwajah gugup. Pagi tadi, setelah mengetahui Taka pergi begitu saja, ia segera menghubungi agensi dan juga anggota lainnya. Mereka langsung memutuskan untuk pergi ke kantor kepolisian terdekat. Namun, hukum mengatakan laporan orang hilang hanya diterima jika sudah hilang kontak selama 24 jam. Itulah yang membuat kesabaran Toru hilang.

"Temanku sudah menerima ancaman berulang kali sejak beberapa hari lalu," katanya dengan napas memburu, di balik giginya yang menggertak tak sabar, "apa itu tidak cukup untuk membuat laporan pencariannya sah?!"

"Toru, tenanglah," saran Tomoya, meski ia pun khawatir setengah mati. Akan tetapi, ia tahu, tidak akan ada yang sesuai ekspektasi jika tidak dengan kepala dingin.

"Aturannya sudah seperti itu, apalagi dengan Taka-san yang meninggalkan catatan bahwa ialah yang pergi, dan bukan diculik dari tempat tidurnya. Kami juga tidak bisa melakukan apapun," jelas polisi itu kewalahan.

Sebagai ungkapan rasa kekesalannya, Toru menenang meja dan berbalik meninggalkan polisi itu. Tomoya dan Ryota segera mengikutinya, sementara pekerja dari agensi tepat di dekat polisi itu dan berusaha membujuknya. Toru terus berjalan dan baru berhenti di debuah taman dekat kantor polisi. Badannya yang lelah langsung ambruk, terduduk di bangku taman.

"Toru... kau baik-baik saja?" Ryota menghempaskan tubuhnya di samping Toru. "Apa kau tidur semalam?"

"Ya... Mori memberiku obat tidur dalam air minum. Karena itu dia bisa pergi. Kalau saja..."

"Hentikan," potong Tomoya tegas. Ia baru bergabung dengan tiga kaleng kopi di tangannya yang ia beli dan memberikan mereka masing-masing satu. "Jangan berandai-andai, itu akan semakin sakit."

Toru menggerung di dalam tangannya yang menutupi wajahnya, dan mengacak-acak rambut pirangnya. Tanpa ada polisi yang membantu, ia tidak bisa apa-apa. Taka kini entah dimana keberadaannya, distrik apa, kota apa, negara apa... entah apa yang sedang dilakukan vokalis itu, hanya berdiam diri, atau melakukan sesuatu... pun apa statusnya, baik-baik saja, terluka, atau...

Cepat-cepat Toru menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan membuka kaleng kopi dengan bunyi desis halus, lalu menegaknya. Ia sangat membutuhkan kafein sekarang. Meski tidurnya pulas akibat pengaruh obat, tidur semalam adalah tidur yang melelahkan baginya, dengan mimpi buruk yang mengunjunginya.

Ketiganya terus berdiam dengan kopi masing-masing, tenggelam dalam pikiran mereka yang mencoba mencari jalan sepositif mungkin. Ryota-lah yang memecahkan keheningan pertama kali.

"Tapi, pikirkan, mungkin saja Mori-chan tidak ada pada penguntit itu, ia hanya tidak bisa dihubungi--"

"Ponselnya mati, bukan tidak menjawab," sergah Toru kasar.

"Baterainya mungkin--"

"Takahiro tidak pernah kehabisan baterai, ia selalu bawa power bank." Tomoya ikut menimpali, membuat Ryota menutup mulutnya.

Tak lama, seseorang dari agensi tergopoh-gopog menghampiri mereka. Wajahnya tak cerah, cukup untuk memberi tahu hasil perdebatan antara dirinya dan si polisi. "Tak ada gunanya, protokol harus dilaksanakan. Besok laporannya baru akan diterima, sekaligus meminta kesaksian dari kalian semua."

"Ah, begitu," Tomoya yang menjawab, "terima kasih, Goto-san."

"Kalian kembalilah, besok kita bertemu kembali."

***

Atas saran dari agensi yang menghawatirkan Toru, Ryota dan Tomoya diminta mengantar Toru hingga kamar apartemennya dan memastikan Toru tidak akan bertindak gegabah. Keduanya memang melakukannya, mereka berdiri di depan pintu apartemen Toru, mengawasi sang ketua melepas sepatunya.

Toruka: Pulling Back [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora