Chapter 10 [END]

307 48 22
                                    

"DIE TAKAHIRO/TAKA-SAN/MY DEAR!"

Pengelihatan Takahiro menjadi hitam sepenuhnya. Dengan mati rasa di sekujur tubuh, ia yakin inilah akhirnya. Ia akan terlepas dari semua penderitaan yang ia alami dua-tiga hari ke belakang. Ia tidak perlu terbebani dengan titel artis lelaki yang dikuntit sesama lelaki; cyberbullying pasti akan membuat kepalanya pening bukan main. Ia juga tidak perlu lelah memberi keterangan pada polisi dan tidak perlu mengingat kejadian ini.

Semuanya akan berakhir sekarang...

BANG!

Tetapi, takdir berpihak pada netizen yang haus gosip.

Sebuah suara melengking tiba-tiba terdengar. Baik Taka maupun si penguntit itu tersentak kaget.

"Hands above your head or else I will shoot."

Dari sudut mata Taka, seorang polisi berseragam lengkap baru saja mendobrak masuk dengan mulut pistol ditodong ke depan. Bukan hanya satu, empat polisi lain berderap masuk dengan bunyi langkah yang tegas. Keempatnya pun menodongkan pistol yang mengilat di bawah cahaya lampu. Kehadiran kelima polisi itu membuat ruangan menjadi pengap. Ketegangan bisa terasa di setiap sudutnya.

Merasa tidak punya pilihan lain, tangan yang mencengkram leher Taka melonggar dan terangkat ke atas dengan gemetar karena menahan emosi.

Taka langsung terbatuk begitu udara menyerbu masuk ke paru-parunya karena adanya perbedaan tekanan parsial. Rasanya begitu menyakitkan hingga air matanya meleleh.

Sementara itu, pasukan polisi mulai memberi perintah kedua pada Albert--Taka tahu itu Albert menimbang ekspresi yang ditunjukkan lelaki tiga keprobadian itu. "Get off of Taka and face the wall."

Albert menggigit bibirnya keras. Kesal. Ia kesal karena terganggu ketika seninya hampir saja selesai.

Sedikit lagi, jika saja Takahiro berada di 'kanvas'-nya barang sebentar lagi...

Mata Albert mulai dipenuhi ambisi dan keserakahan. Kepopuleran yang selama ini didamba mulai menjauh. Tetapi, seusai tabiatnya, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Takahiro harus menjadi miliknya.

Dengan gerakan cepat, ia menarik tangan Takahiro yang masih terengah dan, dengan beberapa gerakan tambahan lain, membawa tubuh penyanyi yang jauh lebih kecil darinya itu ke depannya, menjadikan Taka perisai antara dirinya dan pasukan bersenjata. Tangan kirinya mengapit leher Taka, memaksa vokalis itu untuk mendongak, sedangkan tangan kanannya, entah sejak kapan memegang sebilah pisau belatu yang ujung mata pisaunya sudah menempel di leher Taka, tepat di arteri karotid.

Sayangnya, pasukan polisi itu terlalu terbiasa dengan pelaku Jepang yang langsung menyerah, dan Albert bukanlah orang Jepang. Para polisi itu tidak sempat berkutik dengan perlawanan yang terlalu tiba-tiba.

"Let me free and I will keep this person alive. I will release him in no time."

Taka tidak bergerak sama sekali. Napasnya masih sedikit terengah sementara kakinya diborgol. Ia sama sekali tidak bisa melawan. Jangankan melawan, berharap pun sudah terlampau lelah.

"Now, back off," desis Albert berbahaya. Pisaunya menekan sedikit kulit Taka, cairan kental dan hangat pun mengalir menuruni lehernya.

Taka bisa melihat pemimpin pasukan itu mendecih pelan. Lalu, melalui walkie-talkie, ia berbicara, "Pelaku memiliki pisau."

Sementara itu, Albert mengambil sebuah kunci dari sakunya dengan tangan kirinya. Kunci itu diberikan pada Taka. "Unlock the cuff on your feet. Don't do unnecessary thing."

Toruka: Pulling Back [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant