Chapter 4

2.9K 404 72
                                    

Deru mesin espresso memikat Gun ke lantai bawah. Off duduk di meja makan dengan koran di tangannya, dia menatap Gun dan tersenyum kecil saat melihatnya. Off sudah siap dengan kemeja dan jas yang biasa ia pakai mengajar. Rambutnya juga sudah tertata rapi dan Gun bisa mencium aroma parfum manly-nya yang khas.

Tidak adil! Bagaimana ia bisa terlihat tampan di pagi hari?! Gun berseru dalam hayinya.

"Paman dan tante tidak sarapan?" Gun bertanya seraya duduk di kursi.

"Mereka sudah sarapan lebih dulu karena ada seminar yang harus mereka hadiri siang ini." Jawab Off, Gun mengangguk-anggukan kepalanya.

Suara musik klasik dari stereo menambah ketenangan di pagi hari. Ada roti panggang alpukat dengan minyak olive dan jus lemon segar di depan Gun. Di sisi lain meja, ada telur orak arik dan kacang merah kukus.

"Mau kopi?" Tanya Off, dan Gun kembali menganggukan kepalanya.

Off beranjak dari kursinya, berjalan ke arah mesin espresso. Ia menuangkan espresso ke gelasnya dan menambahkan susu ke dalam gelas Gun sebelum menuang espresso.
"Sir, aku tidak mau susu."

"Susu dapat mempercepat pertumbuhanmu." Off menjawab dan membuat Gun mendengus kecil. Ia kemudian membawa gelas milik Gun dan menaruhnya di hadapannya. "Karenanya, perbanyak minum susu. Dan cepatlah bertumbuh."

Gun menyesap kopi susu hangatnya, menutup matanya dan mengeluarkan erangan saat merasakan panas pada lidahnya yang terbakar. Ketika Gun membuka matanya lagi, Off menatapnya dengan ekspresi aneh. Saat itulah ia menyadari bahwa ia baru saja mengeluarkan erangan.

"Kopinya panas." Kata Gun, jari-jari tangannya mengetuk-ngetuk gelas kopi dengan gugup.

Off melihat jam tangannya, "Aku sudah harus berangkat ke sekolah." Kata Off seraya menatap Gun.

"Oh, ya. Silahkan, pergi saja duluan."

"Kau pergi dengan siapa?"

"White." Gun menjawab, tapi tiba-tiba ia membenarkan kalimatnya. "Dia akan menjemputku di depan jalan. Sir tenang saja, aku tidak akan memberitahu siapapun soal aku menginap disini. Aku bersumpah." Katanya sambil menaikan dua jarinya.

"Ok. Berhati-hatilah, aku berangkat lebih dulu."

Gun menghela nafasnya, mengiyakan perkataan Off, menatap hingga pria itu pergi keluar rumah dan kembali melanjutkan sarapannya setelah deru mobil Off menjauh.

***

Suara peluit ditiupkan, dan permainan bola basket pun di lanjutkan. Gun merasakan pening di kepalanya dan berlari kecil ke arah White, yang saat itu adalah lawannya. Ia menyentuh bahu White.

"White, kepalaku pening."

"Wajahmu pucat, sebaiknya kau katakan pada pak Victor. Dengan kondisi yang seperti ini kau tidak mungkin bisa lanjut bermain."

"Hmm, aku akan mengatakan padanya."

Gun kemudian berjalan ke arah guru olahraganya yang saat ini sedang asyik menyemangati murid-muridnya.

"Pak."

"Atthaphan, kembali ke lapangan."

"Tapi, pak...sepertinya aku sakit, kepalaku pusing."

"Oho, jangan beralasan. Tadi sebelum permainan mulai kau masih sempat bercanda dengan Nawat. Sekarang, kembalilah ke lapangan."

Gun menyerah, ia akhirnya kembali ke tengah lapangan untuk melanjutkan permainan. Ia sudah merasa tidak enak badan sejak ronde basket yang kedua, ia merasa kelelahan dan guru olahraganya tidak membiarkannya beristirahat meski ia sudah mengatakan padanya kalau ia sakit.

Perfect ChemistryWhere stories live. Discover now