Chapter 8 (Confession)

1.7K 218 28
                                    

Seluruh mata tertuju pada satu titik, dan dengan hampir bersamaan mereka menoleh pada Seokjin, yang duduk sendirian di bawah pohon seraya bermain bersama kelinci putih kesayangannya. Tak ada yang bicara, Jungkook, Taehyung, bahkan Jimin tak memberikan komentar apa-apa. Hembusan angin yang membawa hawa dingin pada mereka membuat Taehyung tersadar, ia tak bisa mengabaikan gigitan rendahnya suhu udara pada tengkuknya.

Saat itu, Seokjin ingin mengutuk dirinya sendiri yang lupa akan janjinya bahwa ia tak akan membicarakan tentang Gongchan pada siapa 'pun. Tapi pembicaraan mereka tentang seorang lonewolf membuatnya tak kuasa untuk berkata bahwa ia baru saja menemukan 'teman baru'.

"Kau bertemu dengan.. pria asing? Lonewolf? Mengapa kau baru bilang sekarang?" Taehyung berusaha menahan suaranya yang hampir diambang batas seruan, ia tak ingin membentak Seokjin, dan tak pernah bermaksud demikian. Seokjin hanya memandangnya lugu, ia selalu ingin mengatakannya, tentang pertemuannya dengan Gongchan tapi banyak alasan baginya untuk tetap diam, ia takut akan terjadi kesalah-pahaman.

"Dia orang yang baik Taehyung, dia tak mengancamku, dan buktinya dia tak melukaiku." Jelas Seokjin, berusaha menyingkirkan ekspresi tegang yang terpatri dari ketiga wajah di hadapannya, walau kelihatannya, ia tak sepenuhnya berhasil membuat mereka yakin, terutama Jungkook.

"Dia belum melakukannya saja, bagaimana kalau dia hanya menipumu dan menunggu saat yang tepat untuk melukaimu?" Nada bicara Jungkook pelan, namun terdengar menusuk. Ekspresi di wajahnya memang terlihat mengeras, namun ada rasa khawatir yang tersimpan di iris kebiruannya. Jika Seokjin sampai terluka, lagi, ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. "Aku seharusnya tak meninggalkanmu sendirian." Gumamnya.

Seokjin sedikit kesulitan memilih kata-kata untuk membalas ucapan Jungkook, ia panik, ia merasa kalau sebaiknya ia tak pernah berkata tentang Gongchan pada mereka, terlebih Jungkook dan Namjoon. Apa daya, dirinya tanpa sadar mengucapkan kalau ia berteman dengan lonewolf yang menurut mereka dapat mengancan jiwa, "Jungkook-ah, itu tidak akan terjadi, ia tidak akan melukaiku, aku yakin-"

"Kau baru bertemu dengannya." Sahut Jungkook, memotong ucapan Seokjin begitu saja dan membuatnya bungkam. "Kau tidak bisa berasumsi bahwa ia tak akan melukaimu." Lanjutnya. Jungkook tahu bahwa kata-katanya mungkin saja melukai hati Seokjin, ia seorang adik, dan tak seharusnya ia menyela ucapan sang kakak, terlebih menyuruhnya untuk berhenti meyakini tentang apa yang dirinya anggap benar. Demi kebaikan Seokjin, ia rela bersikap keras padanya. "Kau tak akan menemuinya lagi."

Seokjin tampak kecewa, ia pernah bertengkar dengan Jungkook saat setelah mereka mengetahui kenyataan bahwa mereka memang kakak-beradik, tapi pertengkarannya kali ini lebih serius, dan sejujurnya tak dapat ia terima, "Kau tak mengerti Jungkook, kau yang seharusnya tak berasumsi bahwa ia akan melukaiku." Seokjin bangkit berdiri, nafasnya memburu saat ia berkata, "Kami berteman, dan aku yakin kalau kalian bertemu dengannya, kalian akan-."

"Lalu apa yang kau harapkan dari kami? Menerimanya dengan senang hati lalu menawarkan teh?" Kali ini Jimin membuka suara, saat Seokjin berkata bahwa dirinya bertemu dengan seorang lonewolf, walau dalam pengakuannya mereka telah 'berteman', tetap saja Jimin tak merasa demikian, karena bulu kuduknya seolah meremang dan hal itu bukan pertanda baik, "Kau lupa kalau aku dan Hoseok hyung bertemu seorang lonewolf seminggu lalu, dan dia berusaha membunuh kami?"

Kedua alis Seokjin bertaut, tentu saja ia ingat apa yang Jimin dan Hoseok alami satu minggu lalu. Pulang dalam keadaan terluka, dengan nafas yang terputus-putus dan aroma anyir dari darah yang pekat, Jimin membawa Hoseok dalam rangkulannya, dan Seokjin yang pertama melihatnya. Ia baru tahu, bahwa ada seroang lonewolf yang begitu kuat hingga melukai dua orang sekaligus, walau dalam pengakuan Hoseok, mereka berhasil membunuhnya, tapi tetap saja, mereka terluka cukup parah saat itu.

Light on MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora