Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Part 2

616K 23.9K 474
                                    

"Makanya masih kecil nggak usah pacar-pacaran."

Itu suara kakakku satu-satunya, Kanaya Larasati Tjandra.

"Kata seseorang yang menikah di usia 22 tahun." Aku mendengkus. "Kalo Kakak lupa, tahun ini aku udah 21."

Aku merebahkan tubuhku di kasur. Handphone aku letakkan di sebelah bantal. Suara tawa Kak Naya terdengar lewat loudspeaker. Kak Naya tinggal di Jakarta bersama suami dan anaknya. Jadi, curhatku mau tak mau harus melalui telepon.

"Just get over it, Na. Cowok nggak cuma dia." Terdengar nada lembut, tetapi tegas, khas Kak Naya.

Kakakku ini, walaupun dari luar kelihatan lembut dan kalem, tapi aslinya tegas. Beda sekali dengan aku yang dari luar kelihatan tomboy, tidak ada lembut-lembutnya apalagi kalem, tapi aslinya cengeng. Mungkin karena aku anak bungsu, selisih usiaku dengan Kak Naya juga lumayan jauh, sekitar 8 tahun.

"Dia selingkuh, Dek. Itu udah game over, nggak ada tawar-tawaran lagi, awas lho, ya, kalo kamu balik ke dia."

"Iya ... iya," jawabku lemah. Aku juga nggak ada niatan balik ke Dewa, walaupun ia menghubungiku tiap hari. Untunglah sekarang sedang liburan semester, jadi aku bisa menghindari pertemuan di kampus.

"Jangan mendekam di rumah terus, Dek. Keluar cari hiburan sama temen-temenmu. Lakukan hal-hal yang kamu sukai, biar cepat lupa," nasihat Kak Naya.

"Siap kakakku yang paling cantik," jawabku dengan perasaan jauh lebih ringan.

Kakakku ini memang selalu bisa diandalkan. Dia selalu tenang, selalu optimis, benar-benar sesuai dengan deskripsi perempuan kuat, dan mandiri. Bahkan perceraiannya lima tahun lalu tidak membuatnya terpuruk, karirnya justru semakin sukses. Tiga tahun lalu, ia juga sudah menikah lagi dan mempunyai seorang putri cantik, keponakanku yang super lucu dan imut–Karina–yang baru berumur 2 tahun.

"Kamu pergi liburan aja, deh, Dek. Mumpung kamu lagi libur semester, kan? Ke Bali, mau?" tawar Kak Naya.

"Seriusan? Kak Naya jangan terlalu baik, deh, nanti aku terharu," balasku sungkan.

"Ga mau nih artinya?" goda Kak Naya.

"Ya, maulah. Bali gitu, lhoo!" Aku tertawa bahagia.

"Ciih, sebentar sedih sebentar ketawa, labil kamu, Dek. Gitu katanya cinta sama Dewa," ejek Kak Naya.

"Aku kan punya Kakak yang super cantik dan super baik, paling ngerti cara menghibur hati adiknya yang sedang lara. Denger Bali, hatiku yang patah langsung nyambung lagi."

Kak Naya cuma mendengkus mendengar gombalanku.

"Udah sana pesen tiket, nanti Kakak transfer uangnya. Tinggalnya di vilanya Tama aja, ya, pasti dapet diskon atau malah gratis. Kan, lumayan pengiritan," kekeh Kak Naya.

Tama? Nama itu terdengar familiar. Namun, masa yang dimaksud Kak Naya 'Tama' yang itu?

"Mas Tama maksudnya? Pratama Natha Antasena?" tanyaku, menyebutkan nama mantan suami kakakku.

"Iyaaa, Tama. Dia kan sekarang stay di Bali, buka perusahaan Design and Build gitu sama temennya. Sekarang dia malah bangun vila-vila buat disewain," terang kak Naya panjang lebar.

Aku melongo, tidak menyangka kalau ternyata Kak Naya masih berkomunikasi dengan mantan suaminya. Aku tidak pernah bertemu Mas Tama lagi semenjak mereka pisah lima tahun lalu. Mas Tama bagai hilang ditelan bumi dan ternyata terdampar di Bali.

"Kak Nay masih sering komunikasi sama Mas Tama?" tanyaku penasaran. Apa suaminya sekarang nggak marah?

"Ya, lumayan, lingkungan pertemanan kami kan hampir sama, Dek, masih ada grup WA kampus. Kami juga dulunya pisah baik-baik, jadi ya gitu, deh," jelas kak Naya.

"Nanti aku telepon Tama, deh, biar disiapin satu vila buat menghibur adikku yang lagi patah hati," godanya.

"Nggak apa-apa, kah, Kak? Nggak enak, nih, aku sama Mas Tama"

"Nggak apa-apa, Dek. Tama baik, kok, udah kamu tenang aja."

Aku hanya bisa mengiyakan sambil mengingat-ingat tentang Mas Tama. Aku tidak terlalu akrab dengannya. Mungkin karena selisih umur kami cukup jauh.

Mas Tama seumuran Kak Naya. Mereka mulai pacaran saat kuliah, saat itu aku masih SD. Lulus kuliah mereka langsung menikah, saat itu aku masih SMP. Masa-masa SMP dan SMA aku termasuk anak yang sangat cuek, lebih sering mengurung diri di kamar sambil menggambar. Usia pernikahan mereka hanya dua tahun dan selama itu pula mereka tinggal di Jakarta.

Jadi, aku termasuk sangat jarang bertemu Mas Tama. Aku juga tidak terlalu mengerti alasan mereka berpisah.

"Eh, udah dulu, ya, Dek. Mas Ivan manggil, nih. Nanti Kakak kabari lagi kepastiannya," pamit Kak Naya. Mas Ivan itu nama suami Kak Naya yang sekarang.

"Okay, Kak, salam buat Mas Ivan sama Karina, yaaa," seruku sebelum menutup telepon.

Mantan Kakak Ipar Rasa PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang