11.Alasan

16.7K 1.4K 10
                                    

Dibawah sana terlihat beberapa prajurit berlalu lalang melakukan tugas mereka dalam menjaga keamanan. Ada yang mengatur barisan prajurit gerbang, ada juga yang menginstruksikan hal-hal tertentu. Delano memindahkan pandangannya ke atas langit yang tampak begitu terang hari ini.

Seketika otaknya mengulangi ingatan perbuatannya tadi siang.

Bertindak kasar kepada Thanasa, Delano menganggap itu bukan masalah besar dan memang sepantasnya demikian. Walau dia paham Thanasa tidak terlibat dalam dendam ini. Walau dia mengerti Thanasa tidak ikut dalam semuanya. Bahkan gadis yang sudah berstatus sebagai istrinya tersebut tidak tahu menahu apa yang telah ia perbuat hingga harus menerima berbagai siksaan dan penderitaan tak beralasan.

Kerajaannya dijajah.

Ayahnya dibunuh.

Dan ia pun harus menikah dengan seorang pembunuh sang Ayah.

Sungguh tidak adil bukan?

Thanasa yang tidak bersalah malah harus berakhir dengan menyedihkan.

Tidak!

Delano memantapkan hatinya agar tidak mengasihani gadis tersebut.

Tentu saja gadis itu punya kesalahan.

Kesalahannya karena ia adalah anak dari Lucian. Keturunan seorang Lucian memang pantas diperlakukan buruk. Delano tidak akan melanggar sumpah yang telah diucapkan, lelaki tersebut akan mencipratkan darah keluarga Lucian. Tidak memandang siapapun orang itu. Bahkan istrinya sekalipun.

Sedari dulu, ia telah berjuang mati-matian untuk sampai dititik ini. Tentu ia tidak akan luluh begitu saja dan mengabaikan sumpahnya pada tanah air Altair.

Ya, tampaknya ego sudah melumpuhkan pikiran rasional Delano.

"Pangeran, hamba sudah mengobati putri Thanasa."

Berbalik, Delano menatap dingin kearah Kalva yang tengah membungkuk. "Kapan tangannya akan normal kembali?"

"Tangannya patah, butuh waktu dua minggu untuk penyembuhan, Pangeran."

"Aku akan bertamu ke Kerajaan Grey dalam waktu dekat, bantu pemulihannya segera mungkin." Pinta Delano yang kemudian berjalan ke arah mejanya memandangi berbagai kertas pekerjaan seorang Raja. Ia melanjutkan lagi. "Tidak layak jika nanti aku membawa gadis cacat. Altair perlu Ratu yang sempurna."

"Baik, Pangeran." Kalva mundur perlahan dan berangsur menghilang.

***

"Kau gila!!! Adik ku tidak ada hubungannya dengan semua ini. Kau sampai tega melakukan ini padanya!" Tristan murka saat mendengar Delano mematahkan tangan Thanasa. Pria itu memang kejam dan tidak bisa dibiarkan. Padahal Tristan baru pergi mengurus beberapa hal, tapi Delano sudah berbuat keji pada adiknya.

Delano tersenyum tipis melihat muka Tristan merah padam karena emosi. Dia begitu menikmati ekspresi Tristan yang seperti ini. Menyenangkan.

"Dia tidak mati, kau tidak perlu khawatir."

Kian pelik, Tristan langsung menodongkan pedang tepat di kening Delano lantaran emosi tak karuan. Mata Tristan melotot tajam dan mengkilat merah. "Aku tidak peduli kau adalah Raja Altair, aku bisa mengibarkan perang dengan mu, Delano. Aku sanggup membunuh mu jika kau terus menyakiti adik ku."

Delano dibikin terkekeh geli, dia mencemooh pembelaan Tristan kepada Thanasa. Pria itu menyungging bibir dengan sinis.

"Adik ya?" Delano tertawa iblis, menatap hina pada Tristan. Ia melanjutkan, "Bukannya kau lebih biadab dari aku? Saudara licik yang mengkhianati adiknya sendiri. Kau tau kalau dia hanya punya seorang Ayah. Gadis itu begitu rapuh ketika Ayahnya mati. Bahkan sempat ingin bunuh diri. Yang merencanakannya memang aku. Tapi siapa yang menghunuskan pedangnya?" Tanya Delano menyingkir pedang Tristan dengan raut sombong.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang