18.Pertempuran Lanjutan

15.8K 1.3K 34
                                    

Tak hanya bersaing dalam pedang, Thanasa dan Delano juga beradu pandang. Dua lawan satu. Delano sendirian menghadapi Fell dan Thanasa saat ini.

Pertarungan semakin sengit kala pasukan Fell banyak yang jatuh berguguran.

Bagi Delano, Felltiro Cov tidak ada apa-apanya dibanding dengan dirinya yang sudah menjajah banyak Kerajaan. Pria berwajah dingin tersebut tersenyum meremehkan. Beraninya pria itu mengambil tindakan gegabah dengan menyerang Altair. Nyari mati.

Gagal mengibaskan beberapa kali pedang, kian menambah amarah Thanasa. Ia sangat ingin membalaskan dendam sang Ayah yang terbunuh secara keji dan kejam. Ya, tujuannya untuk membunuh Raja Altair.

Delano tahu istrinya sedang kalut. Dibanding melawan balik, ia sengaja menepis pedang yang Thanasa arahkan. Bermain-main seperti ini lebih menyenangkan. Walaupun Fell ikut menyerang, Raja Altair tetap tak terkalahkan.

"Kau kesal?" Tanya Delano sedikit jahil. Sempat-sempatnya ia mengedip mata disaat bertarung dengan sang istri.

"Aku tidak akan pernah nyesal lagi jika berhasil membunuh pembunuh Ayah ku!" Jawab Thanasa cukup emosi. Sungguh bukan hanya emosi, ia juga marah karena tidak berhasil melukai Delano sejak tadi. Lelaki itu memang sangat menyebalkan.

"Kata-kata mu tidak sesuai kemampuan mu, sayang."

Cih, Thanasa muak dengan panggilan Delano barusan. Rasa-rasanya ia ingin sekali menyumpal mulut Delano dengan bongkahan batu. Ah, merobeknya sekalian tampaknya lebih baik bukan?

"Kenapa? Kau kesal? Sinilah mendekat. Aku rindu pada teriakan sakitmu saat aku mematahkan tanganmu waktu itu."

"Bajingan!"

"Bajingan yang kau sebut itu adalah suamimu asal kau tau."

"Suami apanya?! Kau yang memaksaku menikah brengsek! Aku tidak sudi punya suami pembunuh seperti mu!"

Delano tertawa. "Galak sekali."

Disisi lain, Tristan dan Lander masih bersikukuh menerjangkan pedang satu sama lain. Sejak awal Lander memang memiliki hubungan yang tidak begitu baik dengan Tristan sedari kecil. Terlebih Lander tahu siapa jati diri Tristan yang sebenarnya. Hm, tunangan Thanasa itu mempunyai tujuan yang sama, yaitu balas dendam.

"Kau belum memberitahu adik mu alasan kenapa kau membunuh Lucian bukan?"

Suara gesekan pedang terdengar begitu apik. Saling menyerang dan menangkis. Tristan pun menjawab datar. "Ini tidak ada hubungannya dengan Thanasa."

Bibir Lander melengkung miring. "Tidak ada?" Disela-sela pertikaian mereka, Lander masih bisa tertawa begitu renyah. Ironis sekali.

Melanjutkan, "Kau itu payah Tristan. Kau membunuh Ayahnya dan bilang ini tidak ada hubungannya dengan Thanasa? Keh, apa kau tau kalau dia sangat membenci mu sekarang? Saudara seperti apa dirimu? Apa pantas ia menyebutmu seorang Kakak?"

Praaang

Pedang Tristan terlempar akibat terpicu emosi oleh omongan Lander yang membuatnya kehilangan fokus. Bersyukurlah Alord datang disaat yang tepat, lelaki tersebut memberi Tristan pedang yang lain.

"Wow, lihat siapa yang datang. Seorang tangan kanan Lucian yang ternyata adalah mata-mata dari Altair." Lander menyindir Alord keras. Ia memberi tatapan benci pada Alord. "Kalian memang hebat."

"Sebaiknya fokus pada musuh mu. Kau terlalu banyak bicara." Tegas Tristan. Lelaki itu dan Alord maju bersamaan.

Dikejauhan, Fell melihat sekeliling. Keadaan menjadi kian buruk. Prediksi dari peperangan adalah kekalahan. Anak dari Mos Cov itu jadi buyar dan tak fokus berhadapan dengan Delano.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang