34

2K 138 0
                                    

Hujan sore ini mengguyur kota Bandung dengan deras, air yang sejak beberapa bulan lalu dinantikan para mahluk hidup ini akhirnya turun begitu deras. Allah qabul kan doa para hambanya ini di sore hari. Humaira yang masih berada di cafe ini ikut bahagia melihat turunnya hujan begitu deras, dalam hatinya ia terus berucap syukur karena masih bisa melihat dan merasakan kenikmatan yang sang penciptanya berikan.

Namun di sisi lain gadis itu memasang wajah kesalnya karena sudah hampir jam lima sore ini ia masih duduk manis mendengar sang dosen menjelaskan hal-hal yang bersangkutan tentang penyusunan skripsi.

"Mungkin segitu saja, besok kita lanjut dikampus" ucap Ahnaf yang langsung mendapat respond bahagia dari sosok Humaira.

"Alhamdulillah, besok siang lagi kan pa?" ucap Humaira yang masih bahagia.

"Tidak, besok pagi hari saya tunggu diperpustakaan kampus" ucap Ahnaf lalu menyeruput secangkir kopinya itu.

Humaira membulatkan matanya, "apa? Pagi? Jam berapa?"

"Jam 9 pagi. Jangan terlambat."

Humaira menghela nafasnya, ia hanya bisa sabar, memang sih ujian malas di saat akhir masa kuliah itu sangat besar, apalagi sampai dihadapi dengan dosen yag maa syaa allah dingin dan menyebalkan ini.

Sejenak Humaira diam, matanya tak pernah bosan memperhatikan hujan yang turun, ia sangat ingin hujan-hujanan tapi ini masih diluar jadi mau tidak mau niatnya ia urungkan. Sesekali ia tersenyum melihat air hujan, yaallah ia sangat bahagia melihat hujan ini ia tak tahu harus apalagi selain bersyukur atas rahmat mu ini.

Krukk.. Krukkk..

Suara memalukan itu tiba-tiba berbunyi, Humaira memegang perutnya, "perutku tidak bunyi, lalu?" Humaira menatap dosennya itu dengan tatapan mengintimidasi. Sedangkan Ahnaf yang ditatap seperti itu oleh Humaira hanya bersikap biasa walau dalam hatinya ia sangat merasa malu.

"Apa?"

Humaira berdehem, "Pa Ahnaf lapar ya? Tuh suara cacing diperutnya bunyi" ucap Humaira sembari terkekeh.

Sedangkan Ahnaf ia hanya diam tak membalas ucapan Humaira. Ya allah! Gadis itu ternyata mendengarnya.

Ahnaf kembali meminum kopinya itu dan belum menjawab ucapan Humaira tadi. Sedangkan Humaira yang merasa dikacangi hanya menggerutu lalu memanggilkan salah satu pelayan cafe ini.

"Saya mau ini sat—— Hmm, bapak mau makan apa? Biar Maira pesankan" ucap Humaira sebelum memesan makanan untuknya.

Bukannya menjawab Ahnaf malah fokus pada handphonenya, Humaira semakin dibuat geram oleh dosennya ini. Tidak kah Ahnaf ini mempunyai tata krama jika sedang ditanya?.

Humaira berdecak, "yasudah, mbak makanannya dua, minumnya juga dua" ucap Humaira pada akhirnya, setelah pelayan itu pergi Humaira menatap Ahnaf dengan tatapan kesalnya, ia tak habis pikir pada dosen muda ini. Gelar begitu hebat tapi tata krama? Tak ada. Ck sangat disayangkan.

"Apa bapak ini tidak tahu jika seseorang bertanya itu harus dijawab? Bukankah itu salah satu tata krama ya pak?" tanya Humaira dengan penuh penekanan.

Sedangkan Ahnaf, laki-laki itu masih terus terfokus pada handphonenya. Bukannya ia tak sopan hanya saja ia sedang menghindar dari tatapan Humaira, ntah kenapa jika ia mengobrol dengan gadis didepannya ini ia selalu saja terkunci dengan matanya. Dan itu membuat Ahnaf tidak bisa mengontrol jantungnya.

"Pak Ahnaf Al-Kausar yang say——

"Saya tahu tentang tata krama jadi jangan remehkan saya soal itu" potong Ahnaf dengan kesal dan tanpa sadar telah membuat bentakan kecil terhadap Humaira.

Cinta dalam ikhlas (SELESAI) Where stories live. Discover now