SEASON 2 : BAB 18

33.1K 4.9K 1.2K
                                    


Di ujung ranjang Dev merenung. Kedua tangannya saling bertaut lalu bertumpu pada kakinya yang menjuntai ke lantai.

Ia melirik sekilas amplop putih yang berisi surat drop out dari pihak sekolah. Lelaki itu memijit pangkal hidungnya, ketika ucapan sang ayah kembali terngiang-ngiang dalam benak.

'Kamu dan Zio akan Papa masukan ke sekolah asrama di Cambridge!''

Masih terbayang juga raut kemarahan sang ayah ketika ia menerima surat drop out tersebut.

Zio membuka pelan pintu kamar Dev. Kepalanya menyembul masuk. "Dev?!"

Dev menoleh. "Apaan?" tanyanya sedikit ketus, khas seorang Dev.

Zio membuka lebar-lebar daun pintu tersebut, kemudian melangkah masuk lalu duduk di samping lelaki itu.

"Lo mau nurutin kemauan bokap lo?" tanya Zio.

"Mau gimana lagi? Kali ini gue nggak bisa ngebantah, Zi."

Dev berdecak. "Semua yang gue sembunyiin rapat-rapat selama ini akhirnya tercium juga. Dan ya, kali ini gue nggak bisa ngelak lagi. Bokap udah benar-benar murka sama gue." Dev mendengus pelan mengingat betapa marahnya sang ayah tadi.

"Kalo lo?" Dev menoleh. Sebelah alisnya terangkat menatap Zio yang beberapa waktu ini sudah kembali tinggal serumah dengannya.

Zio menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Ya sama. Mama marah besar sama bokap waktu tahu gue makin liar. Jadi bokap ngepasrahin gue ke mama, dan mama udah sepakat buat gue ikut lo pindah ke Inggris."

Dev menengadah ke atas menatap langit-langit. "Gue sebenernya berat banget buat ninggalin Jakarta."

Zio terkekeh. "Berat ninggalin Jakarta, atau berat ninggalin do'i?"

Zio meraih gitar yang tergeletak di sana. Tangannya terampil memetik senar gitar. Menimbulkan nada-nada yang begitu damai.

"Gue tahu lo pasti susah atau mungkin nggak akan bisa lupain dia." Zio menjeda ucapannya. "Karena gue juga sama. Gue ngerasain hal itu sama Cindy." Zio menggeleng pelan. "Sampe sekarang!"

Dev menoleh dengan cepat. "Lo belum bisa lupain Cindy?"

Dev tampak melayangkan protesnya. "Padahal lagak lo kayak yang udah move aja." Cowok itu mendecih tidak suka.

Sementara Zio terbahak. Jari jemarinya terus menari-nari di atas senar gitar itu. "Gue bukannya berlagak, gue cuma nggak mau membebani dia dengan perasaan gue yang terlalu menggebu-gebu."

Dev merenungkan perkataan Zio. Ia mungkin juga sudah membebani Cindy dengan perasaannya yang amat besar itu pada gadis tersebut.

Namun, selama ia masih dekat dengan Cindy melihat pesona gadis itu setiap hari. Maaf, dirinya bukanlah seorang Kezio yang mampu memendam perasaannya rapat-rapat. Ia adalah Devian Arthur yang akan terus menunjukan kasih sayangnya pada orang yang ia cintai.

Satu-satunya cara untuk ia bisa menahan perasaan itu adalah dengan menjauhinya. Maka ia akan menerima tawaran ayahnya untuk pergi ke Cambridge agar ia bisa sedikit melupakan gadis itu.

.

.

(*)

Arya menatap enggan makanan yang ada di hadapannya. Ketika ibu dan adiknya sibuk menyantap menu makan malam, ia hanya mengaduk-aduk nasi di piringnya.

Raya menginjak pelan kaki Arya. Cowok itu menautkan kedua alis menatap bingung kepada sang adik. Raya hanya melotot tajam lalu berbisik, "cepet makan!" katanya gemas.

Dengan malas Arya menyantap lalu mengunyah nasi dengan lauk pauk di piringnya.

"Ar, gimana keputusan kamu? Kamu udah bulat 'kan untuk pindah ke Yogya?" suara serak Rania memecah keheningan.

 BAD CINDERELLA (Seri Kedua)Where stories live. Discover now